Kamis, 12 Maret 2015

RAPAT KERJA UIN MALANG 2015

Tiga hari ini, saya mengikuti rapat kerja tahunan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang tahun 2015. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, raker UIN Malang diadakan di lingkungan kampus. Hal ini terkait dengan imbauan dari presiden yang dikuatkan oleh menteri PAN bahwa kegiatan kampus lebih baik diadakan di kampus selama kampus tersebut memiliki sarana yang memadai. UIN Malang tentu harus mengikuti aturan main yang berlaku di negeri ini.

Meskipun diadakan di kampus, suasana raker tetap berbobot. Sejumlah narasumber dari berbagai kalangan dari Jakarta hadir memberikan arahan, pencerahan, dan bimbingan kepada segenap pemegang kebijakan di UIN Malang. Banyak hal yang sebelumnya dianggap jalan buntu berubah menjadi harapan baru setelah pertemuan ini terlaksana. Misalnya, program internasionalisiasi kampus, program pertukaran dosen-karyawan antar bangsa, dan jurnal internasional mendapat tempat penting dalam diskusi dengan para narsumber. Bahkan persoalan teknis kecil yang dapat menjadi peluang diaudit dipecahkan bersama-sama. Itulah pentingnya rapat akbar yang dihadiri oleh pentolan kampus yang menggerakkan roda anggaran di UIN Malang.

Saya cukup aktif dalam kegiatan tersebut. Saya belajar banyak dari para pimpinan yang mampu merancang kegiatan dengan maksimal. Mereka begitu teliti dan jeli menggunakan anggaran sehingga amanah rakyat melalui pemerintah dapat diemban dengan serius di kampus ini. Terlihat betapa mereka bersungguh-sungguh mengupayakan pengembangan kampus secara Islami namun tetap maju dan berdaya saing tinggi. Semua program berorientasi pada pelayanan stakeholder sehingga mereka terpuaskan dengan layanan yang ada di UIN Malang, baik secara akademik maupun teknis.

Semoga dengan perjuangan yang ikhlas dan niat tulus, pengabdian seluruh civitas akademika UIN Malang mendapat kemudahan dan pertolongan dari zat yang Maha Agung....Amin

Rabu, 04 Maret 2015

PASUTRI LANJUT USIA BERCERAI, MENGAPA?

Kali ini saya akan bercerita tentang salah satu kasus mediasi yang saya tangani kemarin, 25 Maret 2015. Datang ke ruang saya sepasangan suami istri lanjut usia yang ingin bercerai untuk kali yang  ketiga. Awalnya saya kaget namun saya tahan perasaan saya dengan meminta mereka bercerita kronologi kisah rumah tangga mereka. Saya sangat menyayangkan mereka harus menghadapi masalah keluarga untuk yang kesekian kali.
Dari uraian yang saya tangkap, sang suami, sebut saja Adang, sudah berusia 71 tahun dan sudah pernah menikah dua kali. Kedua isterinya sudah meninggal.  Adapun isterinya, anggap saja Dewi, berusia 54 tahun dan sudah pernah bercerai dua kali di pengadilan. Mereka ternyata baru menikah sembilan bulan yang lalu. Sayangnya, keduanya belum pernah tinggal satu kamar meskipun mereka bertetangga. Otomatis, mereka tidak pernah berhubungan layaknya suami isteri. Oleh sebab itu, Adang mengajukan permohonan cerai ke Pengadilan Agama Kab Malang di Kepanjen.

Awalnya, Adang tidak terlalu tertarik kepada Dewi. Ia bahkan sudah memiliki wanita yang menjadi calon istri ketiganya. Ia sudah hampir menikahi perempuan itu. Namun,  karena Dewi yang tinggal dekat dengan rumahnya sering memberikan perhatian dan mendorong Adang untuk menikahinya, maka Adang memutus hubungan dengan perempuan itu dan menikah dengan Dewi. Untuk biaya pengurusan pernikahannya, Adang yang pekerjaan sehari-hari sebagai buruh tani dipinjami oleh Dewi yang bekerja sebagai penjual kain. Pinjaman ini baru dilunasi Adang satu hari sebelum sidang pengadilan agama Kepanjen digelar.

Sebagai mediator, saya menyarankan agar mereka rukun kembali. Saya memberikan usulan agar mereka segera introspeksi diri atas masalah yang mereka hadapi. Jika dilihat dari kebutuhan biologis, mereka masih sama-sama menginginkan untuk saling bermesraan. Namun, karena sekian lama tidak ada kontak fisik, Adang sudah tidak punya keinginan lagi mendekati Dewi. Padahal, Dewi siap melayani Adang kapan pun. Adang sangat kesal karena Dewi selalu membawa keponakannya yang baru duduk di kelas II SD tidur bersamanya. Kontak fisik pun sangat jarang mereka lakukan.  Jangankan bermesraan, sekedar jabat tangan pun tidak mereka lakukan. Oleh sebab itu, saya sempat memegang tangan mereka, juga meminta mereka berpelukan layaknya suami isteri. Mereka  mau melakukan walaupun sepertinya hambar tidak bermakna. Akhirnya, mereka pun sepakat untuk melanjutkan perkaranya ke sidang selanjutnya dan ingin berpisah secara baik-baik.

Apa hikmah dari peristiwa ini? Saya mendapat pelajaran berharga bahwa kedekatan fisik antara suami isteri merupakan salah satu kunci kebahagiaan rumah tangga. Apapun alasannya, baik kesibukan, kelelahan, atau usia, tidak boleh menyebabkan renggangnya hubungan. Kontak fisik, seperti jabat tangan, gandeng tangan, dan pelukan, adalah sarana untuk mendekatkan emosi antara kedua belah pihak.

Bahkan, ada sebuah penelitian yang menyimpulkan bahwa kontak fisik suami istri dalam bentuk apapun dapat memperpanjang usia. Menikah bukan hanya sekedar status, namun di sana ada hak dan kewajiban, termasuk di dalamnya kontak fisik. Sangatlah tidak menarik ketika status pernikahan hanya sebagai tameng bahwa seseorang sudah terikat dengan seseorang walaupun usia sudah senja. Pernikahan adalah hubungan suci yang seharusnya dibina agar tetap merekah ikatan cinta yang telah ditahbiskan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita yang ingin melanggengkan hubungan kita dengan pasangan satu jiwa. Amin

Juga dipublikasikan via Kompasiana: http://sosbud.kompasiana.com/2015/03/25/pasutri-lanjut-usia-bercerai-mengapa-708904.html

Minggu, 01 Maret 2015

TQM UNTUK WAKAF: DISERTASI FULL VERSION

Alhamdulillah,
Disertasi saya yang telah rampung dipertahankan di sidang ujian terbuka 23 Juni 2012 lalu telah terbit dalam bentuk buku. Buku ini diterbitkan oleh UIN Malang Press tahun 2014. Semoga buku ini bisa memberi manfaat kepada para pecinta wakaf di Indonesia. Amin.

Introduction