Satu bulan sudah saya menjalani profesi mediator.
Tugas utama saya adalah menghadapi kasus-kasus yang diajukan ke
Pengadilan Agama setelah sidang pertama. Awalnya saya merasa kikuk,
galau, dan bingung saat berhadapan langsung dengan para pihak yang tak
jarang beruaian air mata atau berwajah garang menahan amarah, tapi makin
lama saya pun bisa menyesuaikan diri dan dapat berperilaku lebih santai.
Dari sekian banyak kasus yang saya tangani, ada benang merah yang patut
dituangkan dalam tulisan ini terkait dengan kasus perceraian. Di
antaranya adalah pelaku utama perceraian dan alasan perceraian.
Pada umumnya, kebanyakan orang mengira bahwa kasus perceraian adalah dominasi kaum lelaki. Ternyata tidak! Malang
yang dikenal memiliki angka perceraian tertinggi di Indonesia
menempatkan perempuan sebagai aktor utama perceraian alias sebagai
penggugat. Tidak kurang dari 60 persen perceraian diajukan oleh
perempuan. Jadi, lelaki kini harus siap-siap untuk menerima panggilan
dari pengadilan karena istrinya melayangkan gugat cerai. Para istri
ternyata lebih berani hidup sendiri ketimbang hidup bersama suami yang
tidak bisa membuatnya bahagia.
Lalu, apa saja yang menjadikan rumah tangga tidak
lagi nyaman? Ada dua motif utama yang sering ditemukan, yakni motif
ekonomi dan motif perselingkuhan. Hidup rumah tangga tidak hanya sekedar
bermodalkan cinta namun juga harus disertai dengan segala piranti hidup
yang layak. Masalah keuangan menempati posisi penting sebagai alasan
perceraian. Misalnya, ketika sang suami hanya bekerja sebagai buruh atau
sopir yang penghasilannya tidak tetap, apalagi istri tidak bekerja,
maka sang istri lebih rela hidup sendiri daripada menahan sedih karena
tidak dinafkahi suami. Meskipun suami sudah banting tulang dari pagi
hingga malam dan penghasilannya tidak jelas, istri tidak bisa terima
karena ia dan anaknya tetap harus makan. Kasus model ini akan semakin
parah kalau sang suami tidak bisa menahan emosi akibat rengekan istri
untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Ketika suami dengan kekuatan
fisiknya sudah melakukan kekerasan, seperti memukul, mengumpat, atau
bahkan mengusir istrinya, umumnya istri tidak tahan dan kembali ke rumah
orang tuanya. Dari sinilah, muncul keinginan besar untuk berpisah
dengan suaminya karena sudah tak tahan hidup menderita.
Motif kedua yang juga sangat populer di ruang
mediasi adalah perselingkuhan. Kalau seseorang sudah mapan secara
ekonomi, hal yang harus dijaga adalah hawa nafsunya. Baik laki-laki
maupun perempuan mempunyai peluang yang sama untuk tergoda mencari
kesenangan pribadi dengan orang lain yang bukan pasangannya. Di saat
aktif bekerja di kantor atau perusahaan, godaan dari lawan jenis
acapkali terjadi. Mulanya hanya sekedar curhat, berbagi
cerita suka duka hidup, lalu jalan-jalan bersama, dan akhirnya jatuh
cinta. Sikap mendua ini membuat biduk rumah tangga menjadi goyah. Kalau
tidak bisa memegang amanah dari sebuah ikatan perkawinan, godaan hawa
nafsu ini bisa mengaramkan pondasi rumah tangga yang sudah lama
dibangun. Seorang suami bisa nikah sirri dengan rekan kerjanya. Juga,
seorang istri dapat menduakan suaminya tatkala mendapat perhatian lebih
dari kawan dekatnya.
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa
perkawinan dapat saja berakhir ketika suami dan istri kurang memahami
esensi ikatan pernikahan. Permasalahan apa saja bisa terjadi sepanjang
perjalanan berumahtangga. Oleh sebab itu, persiapan matang sebelum
menikah dan kesabaran ekstra selama menikah sangat diperlukan agar tidak
terjadi putusnya perkawinan yang sangat sakral itu.