Selasa, 09 September 2014

RESEP MANUSIA UNGGUL ALA DINO PATTI DJALAL

Siapa yang tidak kenal Dino Patti Djalal? Dia adalah salah satu calon presiden yang sempat meramaikan pesta demokrasi Pemilihan Umum 2014. Setelah menjabat sebagai duta besar Indonesia untuk Amerika Serikat, kini pria kelahiran Yugoslavia 48 tahun lalu menduduki posisi penting sebagai Wakil Menteri Luar Negeri. 5 September 2014 lalu, Dino menyempatkan hadir di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang untuk berbagi cerita dengan civitas ademika kampus dalam rangka membangun manusia unggul masa depan. Mau tahu inti presentasinya? Berikut ini ringkasannya.
Di awal ceramahnya, Dino menyinggung konsep meritokrasi. Baginya meritokrasi adalah salah satu syarat menuju situasi kehidupan berbangsa dan bernegara berkualitas unggul tanpa korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dalam budaya meritokrasi, manusia sukses bukan diukur seberapa dekat ia dengan pusat kekuasaan, atau seberapa tinggi derajat keluarganya di masyarakat, namun kesuksesan orang ditentukan oleh potensi yang ada di dalam dirinya. Ia bisa saja berasal dari orang pinggiran, keluarga miskin terbelakang, atau bahkan dari sosok yang kurang lengkap secara fisik dan mental. Mereka bisa maju, besar, dan jaya dikarenakan oleh kemampuannya untuk mengolah pikiran dan hatinya untuk terus maju dan berpikir positif.  Semangat yang tak kenal kendur ini dimotori oleh gaya berpikirnya untuk selalu kreatif, inovatif, dan siap kompetitif. Mental yang dibangun adalah tipe mental juara.
Pada poin lain, Dino menyajikan data kehidupan bangsa Indonesia dari masa ke masa. Di zaman sebelum penjajahan, kehidupan masyarakat Indonesia di bawah kekuasaan kerajaan yang elitis. Setiap cerita yang disajikan berputar pada kehidupan raja, permasuri, patih, dan para punggawanya. Jarang sekali ditemukan rekaman kehidupan masyarakat beserta kreatifitasnya. Di era penjajahan, segala potensi masyarakat dibekukan. Tidak ada fasilitas pendidikan, tradisi berorganisasi, atau ekpose dunia lain dalam pikiran mereka. Dengan demikian, masyarakat Indonesia sangat terbelakang, tertekan, dan berkualitas rendah.
Era kemerdekaan adalah turning point (titik balik). Meskipun hampir seluruh masyarakat hidup dalam kondisi miskin, mereka memiliki konsep nasionalisme untuk melawan penjajahan. Mindset baru ini menyadarkan para pejuang bangsa tentang pentingnya kebebasan berekspresi dan kemandirian berkarya. Dengan perjuangan yang penuh pengorbanan, akhirnya bangsa kita bangkit tahap demi tahap hingga berkembang maju seperti saat ini.
Mengingat abad ini adalah abad teknologi dan globalisasi, bangsa kita perlu mencetak manusia-manusia unggul yang mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain di seluruh penjuru dunia. Untuk itu, nasionalisme unggul harus ditanamkan sejak dini kepada generasi muda penerus bangsa. Dino akhirnya berkenan berbagai resep unggul untuk mewujudkan tujuan mulia tersebut.
Pertama, prestasi harus melebihi potensi. Menurut Dino, Indonesia memiliki potensi luar biasa. Dengan penduduk terbesar ke-4 di dunia dan potensi alam yang melimpah, Indonesia semestinya mampu untuk bangkit menjadi bangsa gagah yang diperhitungkan. Pertumbuhan ekonomi yang kini menunjukkan tren positif mengharuskan bangsa kita untuk waspada dan terus berkreasi membuka peluang sumber-sumber ekonomi baru sehingga pertumbuhan ekonomi terus dapat ditingkatkan. Tiongkok, sebagai contoh, adalah salah satu negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang mencengangkan. Ratusan juta rakyatnya berhasil diangkat dari garis kemiskinan tidak lebih dalam waktu satu generasi.  Perubahan mindset negara itu benar-benar sukses merubah arah negara menjadi salah satu negara adidaya saat ini. Padahal, sebelum tahun 70-an, Tiongkok dikenal sebagai salah satu negara dengan penduduk miskin yang besar.  Di sisi lain, Singapura yang dahulu adalah salah satu bagian dari Malaysia dan memiliki potensi alam terbatas kini berhasil menjadi salah satu negara dengan kekayaan dan prestasi tinggi. Hal ini disebabkan oleh kekuatan olah pikir yang dilakukan oleh para pemimpin negara itu dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Dari sini dapat ditarik benang merah bahwa potensi harus dimaksimalkan untuk meraih prestasi tinggi bila ingin berhasil menghadapi persaingan global.
Resep kedua adalah selalu berpikir positif.  Poin ini sering diulang-ulang oleh Dino karena menurutnya sikap  optimisme (anti pesimis) dan akhlak mulia (anti sinis) adalah karakter para tokoh dunia yang berhasil mengubah nasib bangsanya. Menurut pengalamannya bergaul dengan para pemimpin dan pakar internasional, ia belum pernah menemukan tokoh sukses yang berpikiran kerdil dan picik. Para pemenang itu selalu berpikiran maju, penuh harapan, semangat tinggi, dan selalu bersikap baik kepada semua orang. Berpikir positif dan menebar kebajikan adalah kebiasaan mereka. Oleh sebab itu, sikap mental yang seimbang dan stabil dalam menghadapi dinamika hidup adalah kunci dasar seseorang agar mampu mengekplorasi dan mengeksploitasi potensinya.
Lebih lanjut, Dino memaparkan syarat ketiga, yakni open minded (berpikir terbuka). Mindset yang tertata tidak lepas dari kesediaan seseorang untuk selalu siap berubah. Ia berani menyediaan satu ruang di rongga jiwanya untuk menerima pikiran-pikiran yang datang dari pihak luar. Berpikir terbuka dan siap beradaptasi dengan mindset juara adalah salah satu kunci keberhasilan seseorang. Ketika seseorang memiliki mindset tertentu namun seiring dengan perkembangan zaman mindset itu terasa usang, maka dia harus segera mencari mindset baru untuk merevisi mindset lamanya. Berganti-ganti mindset selama hal itu dilakukan demi kebaikan dan keberhasilan adalah suatu keniscayaan. Dengan demikian, perubahan mindset unggul seperti yang ditawarkan oleh Dino perlu untuk dipertimbangkan dan ditanamkan dalam diri setiap manusia Indonesia yang ingin sukses.
Kempat, untuk menjadi manusia unggul versi Dino, setiap orang harus menambah, meningkatkan, dan mempertajam skilnya. Hidup ini membutuhkan berbagai ketrampilan yang harus senantiasa diasah agar selalu aktual (up date) dengan pekerjaan dan karir. Skil yang maksimal akan memudahkan seseorang untuk memenangkan kompetisi. Jika tidak memiliki ketrampilan yang dibutuhkan pasar, niscaya seseorang tidak akan mampu bertahan hidup secara layak. Hanya orang-orang yang memiliki keterampilan tinggi yang akan berhasil memenangkan persaingan.  Oleh sebab itu, peningkatan skil secara kontinyu mutlak diperlukan dalam menghadapi persaingan global. Apalagi, empat bulan ke depan, Indonesia akan menghadapi pasar bebas Asean.
Terakhir, perlu mentor handal. Poin ini menurut Dino dapat menghemat umur. Seseorang dapat memperoleh pelajaran berharga dari para pendahulunya tanpa harus mengalami terlebih dahulu.  Susah senang tentunya sudah pernah dikenyam oleh para senior kita sehingga dengan berdiskusi dengan mereka, kita akan dapat mengambil pelajaran berharga dari mereka. Menyerap ilmu dari mentor adalah salah satu cara untuk bisa unggul dalam waktu yang relatif singkat. Untuk itu, menjadi manusia unggul perlu rajin bersilaturrahim dengan mereka yang memiliki pengalaman melimpah.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi manusia unggul, mindset juara mutlak dibutuhkan. Sikap ini harus dibarengi dengan watak terbuka menerima masukan dari para pendahulu kita yang kaya pengalaman. Dengan mengimplementasi lima resep Dino ini, kita berharap semoga kita dapat berhasil menjadi pemenang dalam persaingan global pada saat kini dan masa mendatang. Amin.

(Alhamdulillah, jadi Headline di Kompasiana, 6-7 September 2014:
 http://edukasi.kompasiana.com/2014/09/06/ini-dia-5-resep-unggul-ala-dino-patti-djalal-672899.html)

Selasa, 02 September 2014

PERNIKAHAN DINI: BEGINILAH KALAU HARUS BERPISAH

Rabu lalu, 27 Agustus 2014, saya kembali melakukan pekerjaan saya sebagai mediator. Kali ini, kasus yang saya paparkan adalah perceraian yang dilakukan oleh pasangan muda-mudi yang masih belia. Pihak laki-laki, sebut saja Jame, 19, dan pihak perempuan, Nina, 18. Mereka sudah menikah sejak November 2013 dan sudah dikarunia satu anak umur 4 bulan. Mereka datang ke ruang mediasi dengan wajah tegang ditemani oleh neneknya Nina.

Pertama-tama, saya menyapa mereka dan menanyakan kabar. Kemudian saya menelaah surat permohonan cerai dari Jame dan konfirmasi tentang data yang tertulis di surat tersebut. Lalu saya minta Jame untuk bercerita tentang kemelut rumah tangganya yang belum genap satu tahun itu. Ia menuturkan bahwa istrinya, Nina, adalah tipe perempuan pencemburu. Ia sangat protektif dan terlalu mengatur waktunya. Ia tidak boleh sering keluar malam dan SMS-an dengan perempuan lain. Kali ini, perempuan yang dicemburui adalah Leli (nama samaran) yang bertempat tinggal di Tulung Agung. Jame mengakui bahwa ia sering kontak dengan Leli namun sebatas teman biasa. Hanya saja, perilaku Jame itu mengundang rasa benci yang sangat dalam di hati Nina. Nina merasa diduakan. Oleh sebab itu, Nina sempat mengusir Jame dari rumah dan tidak ingin meneruskan rumah tangganya dengan Jame.

Berikutnya, saya minta Nina untuk ganti bercerita. Dengan berurai air mata dan suara tinggi, menuturkan luka hatinya. Menurutnya, Jame adalah tipe lelaki yang egois, maunya menang sendiri, tidak bertanggung jawab, playboy, dan pemalas. Hal ini terbukti dengan tidak carenya Jame terhadap istri dan anaknya. Jame lebih suka keluyuran daripada membantu istrinya mengurus anak. Belum lagi, perilaku Jame yang banyak menghabiskan waktunya dengan menelepon atau SMS-an dengan perempuan lain. Hati Nina begitu remuk ketika Jame mengatakan bahwa Leli memang teman dekatnya. Oleh sebab itu, Nina sudah bulat untuk bercerai dengan Jame.

Dari perjalanan percakapan saya dengan kedua belah pihak, terlihat jelas bahwa  keduanya masih sangat labil dalam bersikap. Keduanya belum mempunyai rasa saling menghormati dan saling memahami tugas dan kewajiban masing-masing sebagai suami isteri.  Sifat ego masih dominan dan watak hura-hura belum hilang. Jame nampak terlihat sebagai pemuda yang cuek sedangkan Nina nampak sebagai pemudi yang emosinya meledak-ledak. Oleh sebab itu, ketika mereka mempunyai masalah, mereka belum dapat duduk bersama membicarakan persoalan yang mereka hadapi dengan kepala dingin.

Ketika saya telusuri lebih jauh, sebenarnya mereka menikah didasari oleh cinta. Namun, karena usianya yang masih belia, Jame usia 18 dan Nina 17 saat menikah, maka mereka belum mempunyai tameng yang kuat ketika mereka dibakar cemburu atau perilaku yang tidak mereka sukai. Kedewasaan berpikir belum mereka miliki secara sempurna.

Lalu, langkah apa saja yang saya sarankan?
Pertama, saya meminta mereka untuk saling memaafkan. Perilaku Jame dan Nina yang masih belum dewasa mengharuskan kedua mempunyai rentang toleransi yang lebar. Keduanya harus memahami bahwa di usia belia seperti mereka, godaan pihak ketiga sangat besar kemungkinannya untuk mengganggu stabilitas rumah tangga. Belum lagi ditambah dengan situasi ekonomi yang belum mapan. Pekerjaan serabutan yang dilakukan Jame dengan pendidikan SD sulit menghasilkan uang besar dalam satu waktu. Oleh sebab itu, Jame dan Nina harus memaklumi itu dan menumbuhkan rasa saling menerima sehingga akhirnya bisa saling memaafkan. Ketika pintu hati sudah terbuka, mereka bisa kembali merenda mimpi-mimpi mereka dalam berkeluarga sesuai dengan kapasitas masing-masing.

Kedua, saya selalu menekankan untuk memperhatikan hak anak. Saya bahkan beberapa kali menanyakan apakah bayi yang digendong Nina itu buah hati mereka berdua. Hal itu penting mengingat usia perkawinan mereka yang belum genap setahun (masih 10 bulan) namun usia anaknya sudah empat bulan. Ketika saya meminta ketegasan tentang status anak itu, Jame mengaku bahwa bayi itu anaknya. Lalu, saya sampaikan bahwa anak yang tak bersalah itu semestinya tidak menanggung masalah yang mereka hadapi. Ia butuh kasih sayang dan punya hak menikmati hidup bersama kedua orang tuanya. Apalagi kelak ketika ia dewasa, ia butuh wali ayahnya. Oleh sebab itu, saya menyarankan Jame untuk segera mengurus akte kelahiran putrinya dan tetap memberikan nafkah semampunya.

Terakhir, saya  memastikan apakah kehendak untuk bercerai sudah bulat? Jame sudah yakin sedangkan Nina masih ragu. Dalam hati Nina, ia masih menyimpan cinta kepada Jame.Namun karena Jame tidak dapat memperlakukan Nina dengan baik, akhirnya Nina pun pasrah. Daripada ia sakit hati terus-menerus, ia pun memilih berpisah dengan Jame. Akhirnya, saya pun mengingatkan bahwa kedua masih sangat muda. Mereka suatu saat harus menikah. Kalau mereka sadar dan suatu saat kelak mereka menikah dengan orang yang belum tentu lebih baik, saya menyarankan mereka untuk tidak bercerai. Namun jika perceraian adalah jalan satu-satunya yang terbaik untuk mereka, saya menyarankan untuk menjadikan pengalaman berat sebagai sesuatu yang berharga. Mereka harus berhati-hati saat memilih pasangan baru mereka kelak. Dengan harapan, tidak ada lagi perceraian yang mereka alami nanti.

sumber foto: http://www.muvila.com/read/stefan-willian-dan-nasya-marcella-harus-bohong-akibat-pernikahan-dini

Introduction