Rabu, 25 November 2009

ANALISIS SWOT PADA TABUNG WAKAF INDONESIA


Meskipun baru akan merayakan ulang tahunnya yang ke 5 pada awal 2010, TWI dapat dikatakan sebagai lembaga modern yang berpeluang menjadi lembaga besar terpercaya dan terdepan dalam pengelolaan wakaf secara nasional. Analisis SWOT (strengh, weakness, opportunity, and thread) nampaknya diperlukan untuk mengukur potensi TWI dalam menjalankan misinya. Analisis ini merupakan salah satu model untuk menunjukkan mendeteksi kekuatan, kelemahan yang dimiliki oleh sebuah organisiasi. Selain itu, analisis SWOT juga berfungsi untuk menunjukkan sisi-sisi peluang dan tantangan yang dimiliki TWI. Dalam wawancara dengan direktur TWI, Zaim Saidi (9 Juli 2009), terungkap SWOT yang dimiliki TWI saat kini untuk membidik eksistensinya pada masa-masa pendatang.

1. Strength

Kekuatan terbesar yang dimiliki TWI adalah adanya kridibilitas TWI. Hal ini tidak lepas dari keberadaan TWI yang merupakan jejaring Dompet Dhuafa (DD). DD sebagai institusi yang cukup berpengalaman dalam pengelolaan filantropi Islam sering disebut sebagai pioneer dalam penggalanagn dan pemberdayaan dana umat, khusunya wakaf tunai. Dengan kualitas SDM yang mumpuni, DD dapat dikatakan telah mengelola dana masyarakat secara profesional karena telah mendapat sertifikasi manajemen, jam terbang tinggi, dan jaringan yang dimiliki sangat solid. DD tidak mengandalkan pada kekuatan seorang tokoh tetapi lebih menekan kepada mekanisme organisasi. TWI yang merupakan bagian integral DD mendapat keuntungan secara langsung dari pencitraan DD yang positif. TWI berusaha menerapkan sistem organisasi yang telah lebih dahulu dilaksanakan di DD.

Selain itu, TWI dapat dikatakan sebagai lembaga wakaf pertama yang mengelola wakaf tunai secara mandiri. Hal itu terbukti bahwa wakaf tunai yang baru disahkan melalui UU Nomor 41 Tahun 2004 dan baru dijelaskan melalui Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2006, telah dilakukan TWI sejak tahun 2005. Dan bahkan sebelum itu, DD sudah menggalang dana wakaf tunai sejak tahun 2001. Ini menunjukkan bahwa TWI dianggap proaktif dalam pengalangan dana wakaf tunai dan bisa menjadi benchmarking bagi lembaga-lembaga serupa yang saat ini mulai bermunculan.

2. Weakness

Kalaulah dianggap kelemahan, ada beberapa titik yang bisa disampaikan di sini. TWI merupakan lembaga yang hanya diurus oleh segelitir orang. Tidak lebih dari 6 orang (direktur, devisi litbang, devisi fund rising, devisi pengelolaan aset, devisi keuangan, front desk dan office boy). Hal ini tentu menjadi kendala ketika TWI ingin mengembangkan sayapnya untuk menjangkau wilayah yang lebih luas, sesuai dengan jaringan DD yang merupakan LAZ tingkat nasional. Ke depan, TWI harus menambah sejumlah karyawan yang memiliki keahlian di bidang wakaf, baik dari sisi keilmuan maupun teknis operasional. Dengan begitu, TWI dapat berkembang pesat dan lebih maksimal dalam melayani umat.

Kendala lain yang sedang dihadapi TWI adalah adanya restrukturisasi di badan DD. TWI sedang dalam masa transisi. Rencananya, ada dua opsi yang akan diterapkan di tubuh TWI. Pertama, TWI akan diberikan kebebasan menjadi lembaga independen dalam artian ‘lepas landas’, sehingga berhak mengelola seluruh dana dan aset yang diterima. Kedua, TWI akan dimerger dengan DD. Artinya, TWI akan dikontrol penuh di bawah manajemen utama DD. Saat ini, posisi TWI masih belum jelas. Satu sisi TWI diberikan kewenangan untuk membuat program dan penjaringan dana, namun setelah dana dikumpulkan, program yang dibuat TWI tidak serta merta dapat dilaksanakan secara langsung, akan tetapi harus masuk mekanisme DD. Apabila DD setuju dengan program tersebut, maka program tersebut dapat dilaksanakan. Namun sebaliknya, jika DD keberatan dengan program yang diajukan TWI, maka TWI tidak bisa memaksakan program tersebut dan harus merancang program baru. Di sini letak kelemahan mendasar pada manajemen TWI-DD.

3. Opportunity

Saat ini problem wakaf belum tertangani secara baik padahal jika dilihat dari sisi potensinya, wakaf memiliki peluang yang tak terbatas. Di sinilah TWI memainkan perannya yang ftas. Hingga saat ini lembaga-lembaga independen yang khusus menangani wakaf, apalagi wakaf tunai, belum nampak muncul di permukaan. Sementara ini fenomena yang berkembang adalah dibukanya unit-unit usaha yang menerima wakaf tunai tetapi belum berdiri sendiri. Wakaf Tunai Muamalat, misalnya, merupakan salah satu produk dari bank Muamalat, bukan lembaga khusus yang menangani permasalahan masalah. Begitu pula unit wakaf di Baitul Mal Hidayatullah, sub kerja ini adalah salah satu bagian kecil dari kerja baitul mal untuk mengumpulkan dana umat. TWI meskipun saat ini sedang dalam proses reformasi birokrasi dan manajemen, dengan demikian, berpeluang menjadi pioneer lembaga pengelola wakaf, khususnya wakaf tunai.

Untuk lembaga bentukan pemerintah, Badan Wakaf Indonesia yang lahir pada tahun 2007 belum menunjukkan kiprah yang signifikan. Padahal, institusi yang dipimpin oleh Prof. Tolchah Hasan ini dilegitimasi oleh Undang-undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Berbagai program yang dicanangkan belum nampak menyentuh masyarakat karena memang BWI lebih ditekankan untuk mengurusi birokrasi wakaf ketimbang mengelola dana wakaf.

4. Threat

Tantangan yang saat ini sedang menghadang TWI dapat diuraikan dalam beberapa poin berikut ini.

a. Adanya hukum positif, baik Undang-undang maupun Peraturan Pemerintah yang mengurangi fungsi wakaf. Menurut Zaim, munculnya kebijakan bahwa penyerahan dana wakaf tunai melalui LKS-PWU merupakan bagian dari skenario pemusatan uang ke Bank. Padahal, menariknya, Zaim bersikukuh bahwa bank adalah institusi yang menjadikan uang sebagai rantai riba. Bahkan dalam bentuk yang lebih ekstrim, Zaim adalah pendukung penggantian mata uang kertas menjadi mata uang dinar atau dirham. Semangat ini seringkali ia sampaikan dalam berbagai kesempatan. Dalam bukunya pun, “Ilusi Demokrasi”, ia secara tegas menunjukkan posisinya sebagai pendukung gerakan kembali ke dinar dan dirham.

b. Rumitnya Sertifikasi Wakaf. Sertifitas wakaf, khususnya terkait dengan wakaf tanah, menurut Zaim termasuk menyulitkan. Prosedurnya berbelit dan tidak simpel. Apalagi, jika ada perubahan peruntukan atau pindah lokasi. Birokrasi yang tidak efesien ini membuat banyak orang yang jadi enggan mengurus tanahnya sertifikat tanahnya.

c. Kebijakan pemerintah yang tidak ramah terhadap lembaga swasta. Menurut Zaim, sering kali kebijakan pemerintah kurang menguntungkan bagi lembaga-lembaga swadaya masyarakat, semisal TWI. Contohnya, pemerintah mengharapkan investasi dana wakaf tunai dilakukan di LKS-PWU yang ditunjuk. Hal ini jelas membatasi ruang gerak masyarakat yang ingin melakukan wakaf tunai. Selain itu, lembaga-lembaga swasta yang bergerak di bidang penggalangan dana wakaf tunai tidak bisa menggunakan dana tersebut secara leluasa. Jika ketentuan dalam pasal 22 ayat (3) yang menyatakan bahwa wakif yang akan mewakafkan uangnya diwajibkan untuk hadir di lembaga keuangan syari’ah penerima wakaf tunai (LKS-PWU) untuk menyatakan kehendak wakaf tunainya diterapkan, maka sebagai konsekuensinya, lembaga-lembaga semcam TWI tidak berhak lagi menerima dan mengelola wakaf tunai.

WAKAF TUNAI ALA TABUNG WAKAF INDONESIA

Sebelum mendudukkan posisi wakaf tunai ala Tabung Wakaf Indonesia (TWI), perlu kiranya diulas kembali makna wakaf tunai dari kajian fikih dan undang-undang. Dalam fikih, sebagai diuraikan secara detail pada bab II, wakaf, apalagi wakaf tunai, belum populer pada masa Rasulullah. Wakaf tunai diartikan oleh MUI sebagai wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, dan lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang. Wakaf tunai hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar’i. Nilai pokok wakaf tunai harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan dan atau diwariskan.

Dalam tataran hukum positif, wakaf tunai dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 termasuk wakaf benda bergerak. Benda bergerak adalah harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi: a) Uang; b) Logam mulia; c) Surat berharga; d) Kendaraan; e) Hak atas kekayaan intelektual; f) Hak sewa; dan g) Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syari’ah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 16). Undang-Undang Tentang Wakaf ini memberikan keleluasaan bagi umat Islam untuk turut serta dalam program wakaf sehingga tidak perlu lagi menunggu kaya dahulu seperti tuan tanah. Mereka dapat menyisihkan sebagian rezekinya untuk wakaf tunai atau menyerahkan hak miliknya untuk diwakafkan secara berjangka. Ini merupakan terobosan baru yang dapat memberikan peluang bagi peningkatan kesejahteraan umat Islam.

Adapun benda bergerak berupa uang secara khusus dijelaskan dalam pasal 22 dan 23.

Dalam pasal 22 dijelaskan bahwa

(1) Wakaf tunai yang dapat diwakafkan adalah mata uang rupiah.

(2) Dalam hal uang yang akan diwakafkan masih dalam mata uang asing, maka harus dikonversi terlebih dahulu ke dalam rupiah.

(3) Wakif yang akan mewakafkan uangnya diwajibkan untuk:

a. Hadir di lembaga keuangan syari’ah penerima wakaf tunai (LKS-PWU) untuk menyatakan kehendak wakaf tunainya;

b. Menjelaskan kepemilikan dan asal-usul uang yang akan diwakafkan;

c. Menyetor secara tunai sejumlah uang ke LKS-PWU;

d. Mengisi formulir pernyataan kehendak wakif yang berfungsi sebagai AIW.

Pasal 23 menjelaskan bahwa Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui LKS yang ditunjuk oleh Menteri sebagai LKS penerima wakaf uang (LKS-PWU).

Mencermati beberapa kutipan di atas, nampak jelas bahwa program wakaf tunai yang dilakukan oleh TWI sesuai dengan definisi yang dikeluarkan oleh MUI. TWI yang merupakan nadzir lembaga menerima dana wakaf berupa uang dari masyarakat luas. TWI menggunakan dana tersebut untuk berbagai program yang dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk pemberdayaan masyarakat kurang mampu yang akan dijelaskan lebih detail pada bagian lain pada bab ini.

Permasalahan yang mungkin muncul adalah TWI bukanlah bagian dari LKS-PWU yang disahkan Menteri Agama. Dalam pasal 22 ayat (3) dijelaskan bahwa wakif harus hadir di LKS-PWU untuk menyatakan kehendak wakaf yang kemudian akan memperoleh formulir kehendak wakaf yang berfungsi sebagai Akta Ikrar Wakaf (AIW). Akta ini merupakan bukti otentik terjadinya wakaf yang kemudian dapat menjadi landasan dikeluarkannya sertifikat wakaf tunai. Ketika disadari demikian, maka TWI sepertinya tidak berhak menerima wakaf tunai, kecuali TWI berfungsi sebagai perpanjangan tangan dari LKS-PWU, dengan cara TWI menerima wakaf uang dari masyarakat lalu menyerahkan kepada LKS-PWU untuk didayagunakan. Lalu, hasilnya dapat dimanfaatkan untuk membiayai program-program TWI.

Kenyataan yang saat ini dilakukan oleh TWI adalah bahwa TWI menerima dana wakaf tunai dan memberdayakan dana tersebut secara mandiri melalui program-program unggulan yang dibuat. Misalnya wakaf uang untuk dana pendidikan melalui sekolah Smart Ekselensia, dana kesehatan melalui Layanan Kesehatan Cuma-Cuma, atau untuk dana produktif melalui usaha Food Court. Dengan begitu, TWI tidak perlu lagi bekerja sama dengan LKS-PWU dalam pendayagunaan dana wakaf tunai masyarakat.

Pada dasarnya, jika diperhatikan lebih seksama, dana wakaf tunai yang diterima TWI dapat dikatakan bukan wakaf tunai murni. Hal ini didasarkan pada konsep wakaf tunai yang meniscayakan kelestariannya dalam bentuk uang atau surat berharga. Jika dana wakaf tunai diserahkan kepada LKS-PWU, dana tersebut akan diinvestasikan dalam produk-produk perbankan yang jika suatu ketika dibutuhkan dalam bentuk tunai, dana tersebut dapat ditarik dengan mudah. Berbeda halnya, jika kemudian dana tersebut dirubah bentuknya menjadi aset wakaf semisal tanah, bangunan, atau fasilitas umum. Dana tersebut tidak lagi dalam bentuk uang, tetapi sudah berubah bentuk menjadi wakaf barang.

Nampaknya, TWI masih mengacu kepada pemahaman ini seperti ditegaskan oleh direktur TWI, Zaim Saidi

“ Kita ini membutuhkan dana wakaf tunai syuyu’i dari masyarakat. Kemudian dana tersebut kita rupakan aset wakaf.”

Dari pernyataan ini dapat dipahami bahwa TWI berusaha mengumpulkan dana wakaf tunai, berapapun jumlahnya (meskipun yang berhak menerima sertifikat wakaf tunai hanyalah wakif yang menyerahkan dana minimal 1 juta) yang kemudian digabungkan untuk membeli aset wakaf baru seperti yang saat ini sedang dilakukan TWI, yakni penggalangan wakaf tunai untuk Rumah Sehat Terpadu (RST). Adapun wakaf tunai yang diproduktif, seperti sejumlah yang diinvestasikan di usaha Bakmi Langgara atau usaha Food Court, dapat dikatakan telah sesuai dengan fitrah wakaf uang. Namun jumlah dana yang diproduktifkan saat ini belumlah sebanyak dana yang digunakan untuk dirupakan sebagai wakaf aset. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa wakaf tunai versi TWI tidaklah sepenuhnya wakaf tunai sebagaimana definisi Majelis Ulama Indonesia.

Jumat, 20 November 2009

IBADAH KURBAN: UPAYA MENGINSANKAN MANUSIA

Assalâmu‘alaykum wa rahmah Allâh wa barakâtuh

Maha besar Allah yang telah melimpahkan nikmat hidup kepada kita, sehingga di kesempatan pagi yang segar dan indah ini, kita dapat mempertautkan kembali hati kita sesama muslim saat beribadah shalat Idul Adha bersama-sama. Allah yang maha Agung, tiada pernah meninggalkan seditik pun mengasihi makhluk-Nya di jagat raya ini. Kegagahan dan keperkasaan-Nya yang tiada banding melunturkan pribadi-pribadi yang hendak menyaingi-Nya. Sungguh sangat kecil dan lemahlah kita jika mengingat dan merenungi hakikat kemanusiaan yang kita sandang.

Teriring shalawat dan salam semoga tetap dicurahkan kepada junjungan kita, nabi akhir zaman, penyempurna ajaran para rasul, nabi Muhammad saw, yang telah sukses menghantarkan kita ke pintu gerbang kemerdekaan yang hakiki, lahir dan batin. Kegigihan dan kejujuran sikapnya, kesederhanaan dan kebersahajaan pola hidupnya, serta kemuliaan dan keagungan akhlaknya, mampu menebas kejahilan dan kemerosotan moral yang merendahkan martabat umat manusia. Kita tidak bisa melupakan peran besarnya yang telah sukses dengan gemilang mengubah wajah dunia.

Ma‘âsyir al-Muslimîn rahimakum Allâh

Dalam rangka menunaikan ibadah shalat Idul Adha, marilah kita merenung tiga peristiwa penting yang terjadi secara bersamaan pada hari ini. Peristiwa pertama adalah serempaknya umat Islam melaksanakan shalat Idul Adha secara berjamaah di berbagai masjid dan lapangan. Semangat untuk melaksakan ibadah ini telah mengakar di masyarakat karena ritual tahunan yang satu ini menyiratkan kebersamaan dan keharmonisan hubungan antar individu yang mengaku beriman kepada Allah. Apa pun bangsa dan warna kulitnya tidak menghalangi keinginan untuk memadu kasih dengan sang pencipta di pagi 10 Dzulhijjah. Jagat raya terasa begitu bergema dan membahana seiring takbir, tahmid, dan tahlil yang berkumandang bersahut-sahutan di pelbagai pelosok negeri. Momentum yang penuh makna ini juga digunakan untuk merenung ulang semangat yang telah ditunjukkan oleh sang nabi pengembang ajaran yang hanif, Ibrahim as. Betapa perjuangan berat Ibrahim dalam mengubah pandangan dunia--yang seringkali harus mempertaruhkan jiwa raga, diri dan keluarganya--telah berbuah manis dengan dijadikannya ajaran Ibrahim sebagai inti dari ajaran yang disampaikan para nabi setelahnya. Ibrahim sang kekasih Allah telah menjadi penuntun umat manusia dan asal muasal tiga agama samawi terbesar dunia.

Ibrahim, Khalîl al-Rahmân, sang kekasih Allah, mendapat predikat tinggi di sisi-Nya, bukan merupakan prestasi yang tiba-tiba. Ia telah lulus dari berbagai cobaan yang menghampirinya. Antara lain, di saat mengarungi hidup rumah tangganya, Ibrahim sangat merindukan kehadiran buah hati, hingga di pernikahannya yang kedua dengan siti Hajar. Dan harapan itu baru tercapai di saat usianya yang telah senja.

Ujian berikutnya adalah Ibrahim diperintahkan untuk mengungsikan istrinya, siti Hajar dan putra semata wayangnya, Ismail, ke tanah yang tandus dan kering, kota Makkah. Saat itu belum banyak orang yang tinggal di sana. Panas yang terik dan jarangnya pepohonan menjadikan kota Makkah sebagai kota yang gersang dan lengang. Hajar sempat bertanya apa gerangan yang membuat Ibrahim tega meninggalkannya bersama putra kecilnya yang masih butuh kasih sayang ayahnya. Ibrahim menjawab bahwa hal itu dilakukan dalam rangka melaksanakan perintah Allah swt.

Hadirin yang mulia

Siti Hajar dengan tabah merawat Ismail dalam hari-hari yang sepi dan mencekam. Hingga suatu saat, perbekalan telah habis dan Ismail pun menangis. Tidak ada lagi persediaan yang dapat mereka konsumsi. Di tengah kehausan yang menjadi, terbersitlah di hati Hajar untuk berusaha mencari air yang barangkali dapat ia temukan di suatu tempat di dekatnya. Saat melihat Bukit Shafa, seakan tampak di mata Hajar genangan air di atas gurun pasir. Ia pun lari ke sana. Namun yang ia temui hanya hamparan tanah bebatuan yang panas dan tandus. Saat ia berbalik, ia melihat fatamorgana di bukit Marwah yang menyerupai air. Setelah bolak-balik sebanyak tujuh kali, yang kemudian diabadikan dalam ibadah sa’i, Allah menunjukkan kekuasaan-Nya dengan mengalirkan air zam-zam di dekat kaki Ismail. Dengan adanya air tersebut, Makkah kini menjadi tempat yang makmur dan aman sebagaimana doa Ibrahim dalam surat Ibrahim: 35:

Ya Allah, jadikanlah kota ini kota yang makmur dan aman, dan berilah penduduknya buah-buahan.

Berikutnya hadirin yang berbahagia.

Ujian yang ketiga adalah Ibrahim harus menyembelih Ismail sebagaimana yang ia lihat dalam tiga kali mimpinya. Dan ia harus menyembelih Ismail dengan tangannya sendiri. Inilah ujian yang sangat berat bagi Ibrahim. Sebagai seorang ayah, tentu tidak mudah baginya melaksanakan perintah itu. Anak yang selama ini ia dambakan kehadirannya, kemudian ditinggalkannya di kota Makkah, harus ia bunuh dengan sembelihan tangan sendiri. Kalaulah bukan karena cintanya yang tulus kepada Allah, niscaya Ibrahim tidak akan kuasa melakukannya. Setelah Ibrahim dan Ismail berpasrah diri kepada Allah, perintah itu pun dilaksanakan dengan ikhlas. Dan dengan kekuasaan-Nya, Ismail diganti oleh Allah dengan seekor kambing yang gemuk dan sehat.

Dalam cerita yang masyhur, kambing yang akhirnya disembelih Ibrahim adalah binatang yang pernah dipersembahkan oleh Habil, saudara Qabil. Peristiwa ini bermula saat kedua anak lelaki Adam beranjak dewasa dan memperebutkan Iqlima, putri Adam yang cantik jelita, kembaran Qabil. Dalam kesepakatan yang dibuat waktu itu, barang siapa yang persembahannya diterima oleh Allah, maka ia berhak menikahi Iqlima. Habil pun memilih domba terbaik yang diternakannya sedangkan Qabil memberikan hasil pertaniannya yang kurang berkualitas. Alhasil, persembahan Habil pun diterima yang ditandai dengan lenyapnya domba Habil bersama kilat yang menyambarnya.

Hadirin yang berbahagia,

Peristiwa kedua yang terjadi pada hari ini adalah ibadah haji di tanah suci Makkah al-Mukarramah yang dilaksanakan oleh kaum muslimin. Kegiatan ini dapat dikatakan sebagai mu’tamar dunia umat Islam yang dihadiri oleh berbagai suku bangsa dengan aneka bahasa dan rasnya, yang menyuarakan nada yang sama: takbîr, tahmîd dan tahlîl. Suaranya membahana, seirama, dan setujuan, yaitu menyahut panggilan Allah swt.

Haji adalah ibadah besar yang sangat membutuhkan kekuatan jasmani selain kekuatan iman yang melandasinya. Semua kegiatan yang dilaksanakan di sana dapat bernilai sebagai ibadah selama dilakukan dengan penuh tulus ikhlas. Penyucian diri, lahir dan batin, terutama saat wukuf di padang Arafah tanggal 9 Dzulhijjah kemarin, menjadi salah satu pengalaman yang tak terlupakan bagi setiap jamaah haji. Di sana, mereka dapat mengakui segala dosa yang pernah mereka perbuat. Tangisan taubat terjadi di mana-mana karena rasa haru, berbaur kagum dan gembira. Juga, dalam suasana seperti itu, hati tercekam oleh keagungan dan kebesaran Allah, sehingga terasa benar tuntunan rasûl Allah yang menyampaikan wahyu Allah kepada umat Islam. Islam menentukan arah yang jelas kepada umat Islam agar mencapai tujuan hakiki. Kehidupan dunia hendaknya dijadikan jembatan dalam usaha mencapai tujuan tersebut. Kenikmatan duniawi tetap perlu diusahakan agar dapat hidup layak selaku manusia, hidup tenang, mempunyai kedudukan mantap, sehingga dapat ibadah dengan khusuk kepada Allah swt. Segala kenikmatan yang diperolehnya, dimanfaatkan untuk berbuat kebajikan kepada sesama manusia. Hidup seimbang, menunjukkan sikap taat kepada Allah swt. Usahanya selalu jadi amal, langkahnya selalu jadi ibadah, tak terlintas dalam benaknya untuk merampas dan iri kepada nasib orang lain.

Jamaah shalat Idul Adha yang berbahagia!

Peristiwa ketiga adalah dipersembahkannya binatang kurban yang jumlahnya berjuta-juta bahkan bisa berpuluh-puluh juta. Jika kita cermati lebih mendalam, niscaya kita temukan hikmah besar di balik upacara penyembelihan itu. Kurban yang berarti mendekatkan diri kepada sang Pencipta, mengajak kita untuk menjadi umat manusia yang memiliki keagungan budi pekerti dan keluhuran akhlak sehingga membedakan diri kita dengan segala ciptaan yang bertebaran di jagat raya ini. Manusia yang secara khas dititahkan Allah sebagai khalîfah fîa l ardh, mengungguli makhluk canggih manapun, sehingga kelestarian dunia dan sustanebilitasnya menjadi salah satu tanggung jawabnya. Di sinilah uniknya ibadah kurban. Manusia yang merupakan hewan berakal (hayawân nâthiq) tidak bisa meninggalkan kodratnya yang sedikit banyak tercampuri watak hewan, yakni ingin suka berkuasa, merusak, dan mengandalkan kekuatan.

Hewan terkenal suka merusak. Ia akan menghancurkan apa saja jika keinginannya tidak tercapai. Ia bisa merobohkan rumah penduduk, merusak tanaman penduduk, bahkan bisa membunuh manusia demi terpenuhi kebutuhannya. Hewan juga suka mengandalkan otot daripada otak. Yang kuat adalah yang menang, sehingga hewan-hewan kecil yang tak berdaya harus tunduk patuh pada sang raja rimba jika masih ingin bertahan hidup. Begitulah, dengan menyembelih hewan, kita diharapkan dapat menyembelih sifat kehewanan kita yang tidak jarang menyebabkan kehancuran umat manusia secara umum. Darahnya binatang telah dialirkan untuk menunjukkan penghapusan kebengisan, kekejaman, dan kebinatangan yang sering melekat pada watak manusia. Sesungguhnya Allah telah berfirman, telah nyata bahwa kehancuran di muka bumi ini banyak diakibatkan oleh tangan-tangan jahil manusia.

Peristiwa qurban umat Islam di hari Idul Adha merupakan perwujudan taat kepada Allah swt, dan satu kegiatan sosial yang melambangkan kasih sayang kepada sesama umat, bahkan rahmah li al-‘âlamîn. Penyembelihan ternak qurban ini mempunyai dampak positif terhadap penyelesaian problema kemasyarakatan, di samping peningkatan jiwa semangat pengurbanan. Sebagaiman tercermin dalam tindakan nabi Ibrahim as sudah menunjukkan contoh bahwa beliau tidak ragu-ragu berqurban menyembelih putranya sendiri yang bernama Ismail.

Allâhu akbar, Allâhu akbar Allâhu akbar wa li Allâh al-hamd

Dari uraian di atas, dapat dipetik beberapa kesimpulan bahwa dengan semangat melaksanakan ibadah di hari raya Idul Adha ini, khususnya ibadah kurban, kita hendaknya dapat berintrospeksi diri, apakah kita sudah mampu menjadi insan utama yang memiliki sifat terpuji dengan menjalin hubungan yang baik dengan Allah, sesama manusia, dan sesama makhluk ciptaannya. Kita tentu akan lebih mulia jika kita dapat menekan sifat merusak dan menang sendiri seperti yang biasa dimiliki binatang. Dengan merenungi ibadah kurban di hari raya Idul Adha ini, kita berharap semoga kita dapat memanusiakan diri kita, menjadi manusia yang sempurna. Semoga khutbah singkat ini dapat bermanfaat bagi khatib khususnya dan bagi jamaah sekalian pada umumnya. Amin.

Akhîr al-kalâm, ihdinâ al- shirâth al-mustaqîm.

Wa al-Salâmu ‘alaykum wa rahmah Allâh wa barakâtuh

Kamis, 19 November 2009

BELAJAR DARI UMKM BINAAN EL-ZAWA

Sejak awal berdiri, eL-Zawa UIN Maliki Malang memberikan perhatian kepada masyarakat yang memerlukan dana guna mengembangkan usaha mereka. eL-Zawa berharap, jika mereka yang awalnya kesulitan secara ekonomi, lambat laun akan berangsur meningkat pendapatannya akibat tambahan modal yang mereka butuhkan telah dipenuhi. Untuk memastikan bahwa UMKM binaan eL-Zawa tepat sasaran, langkah pertama yang dilakukan eL-Zawa adalah survei lokasi dan telaah jenis usaha yang digeluti. Data yang terkumpul ditelaah secara teliti termasuk jumlah dana yang mereka butuhkan untuk mengembangkan usaha. Setelah dibahas dalam tim kecil, dipilihlah beberapa unit usaha kecil yang berpeluang besar untuk berkembang. Di antara UMKM yang dipilih adalah warung nasi, warung kelontong, outlet busana muslim, dan konveksi.

Dana yang disediakan untuk menambah modal para pengusaha kecil itu sebesar Rp 2.000.000,-. Dana itu dikucurkan sebanyak dua kali dengan nominal masing-masing Rp. 1.000.000,-. Meskipun diakui bahwa dana suntikan itu tidaklah besar, namun ternyata dana tersebut telah digunakan secara efektif oleh beberapa pengusaha kecil tersebut. Hal ini terlihat dari majunya sejumlah usaha yang dibantu eL-Zawa. Toko kelontong dan outlet busana muslim termasuk yang berhasil. Mereka dengan rutin mengembalikan pinjaman tanpa bunga itu setiap bulannya sebanyak Rp 100.000,-. Di samping itu, eL-Zawa juga memberikan training wirausaha bagi mereka. Pelatihan itu setidaknya telah dilakukan sebanyak 6 kali selama satu semester. Dengan pelatihan ini, mereka diharapkan memiliki pemahaman yang cukup tentang ekonomi Islam dan rekapitulasi keuangan.

Namun harus diakui, ada beberapa UMKM yang tidak menunjukkan perkembangan yang berarti. Salah satunya adalah warung nasi bu S. Pada awalnya, warung bu S cukup ramai dan mendatangkan keuntungan yang lumayan. Angsuran pun berjalan lancar pada beberapa bulan. Namun, sehubungan dengan relokasi warung akibat ke tempat yang kurang strategis, pendapat bu S semakin menurun sehingga tidak dapat mengembalikan pinjaman lunak itu tepat waktu. Lain halnya dengan bu F yang bergerak di bidang konveksi, sepinya pelanggan menjadi salah penyebab lambatnya perkembangan usahanya.

Belajar dari pengalaman ini, eL-Zawa perlu lebih serius untuk menggarap program UMKM. Ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan untuk perbaikan ke depan. Pertama, perlu seleksi UMKM binaan secara lebih baik dan tepat sasaran. Hal ini terkait dengan pengembalian uang pinjaman yang merupakan amanah umat. Semakin banyak UMKM yang tidak dapat mengembalikan pinjaman itu, semakin rendah kinerja eL-Zawa dalam pengelolaan dana umat yang bisa berakibat menurunnya kepercayaan masyarakat. Kedua, perlu pendampingan yang sifatnya tidak hanya penyediaan dana, namun perlu dilakukan pendampingan terhadap usaha mereka, termasuk cara pelaporan keuangan. Masyarakat tentu butuh waktu untuk belajar lebih tertib dan transparan. Untuk itu, eL-Zawa harus beberapa kali ‘turun gunung’ untuk mendengar dan melihat langsung permasalahan yang dihadapi mitra kerjanya. Ketiga, evaluasi secara berkala perlu dilakukan. Hal ini menyangkut kesungguhan para peserta UMKM binaan dalam menjalankan usahanya. eL-Zawa dapat menarik dana yang dipinjamkan jika sekiranya diperkirakan usaha mitranya terancam gulung tikar. Tentunya hal ini tidak dapat dilakukan secara sepihak dan seporadis, namun bisa dilakukan beberapa langkah ‘recovery’ terlebih dahulu. Kesepakatan yang saling menguntung sudah semestinya dibicarakan di awal kerja sama. Dengan demikian, semoga program unggulan eL-Zawa ini dapat berlanjut dan sukses sehingga mampu mengubah para mustahiq menjadi muzakki. Amin.

Rabu, 18 November 2009

CARA MERAIH KEPERCAYAAN UMAT ALA EL-ZAWA

Sebagai lembaga yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, Pusat Kajian Zakat dan Wakaf "eL-Zawa" UIN Maliki Malang bertekad akan membuat beberapa program di tahun 2010 yang dapat segera dirasakan oleh umat. Setidaknya, program itu dapat memberikan manfaat konkret bagi permasalahan yang dihadapi mereka.

Salah satunya adalah pelatihan untuk para nadzir wakaf yang selama ini dinilai belum maksimal dalam mengelola wakaf. Nadir adalah penentu berkembang tidaknya aset wakaf yang menjadi tanggung jawab mereka. Mengingat bahwa fitrah harta wakaf adalah tetapnya aset dan mengalirnya manfaat, maka perlu dibuat terobosan baru untuk memberdayakan aset-aset wakaf yang berada di wilayah kota Malang sehingga produktif. Pelatihan nadzir wakaf dengan memberikan beberapa bekal kreatif menjadi sebuah keniscayaan. Nadzir wakaf bukan hanya menjaga aset dari kepunahan tapi juga mengembangkan aset itu sehingga memberikan nilai tambah untuk umat.

Program unggulan lain yang diprioritaskan adalah diseminasi wakaf tunai di kampus. Wacana wakaf tunai sebenarnya sudah bergulir sejak 2002 ketika MUI Pusat menfatwakan bolehnya wakaf uang. Wakaf jenis ini dikuatkan lagi oleh oleh Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Namun, dalam pelaksanaannya, wakaf uang atau wakaf tunai belum memasyarakat karena umumnya pandangan tentang wakaf adalah wakaf tanah atau barang tidak bergerak. Prediksi para pakar wakaf, semisal Edwin Nasution, potensi wakaf tunai di Indonesia pertahun bisa mencapai 3 trilyun yang dapat menjadi dana segar untuk penegakan keadilan sosial. Semangat ini tentu sudah waktunya digulirkan di dunia kampus, khusunya UIN Maliki Malang. Bagi mereka yang telah memahami manfaat wakaf tunai, besar kemungkinannya mereka akan mengalihkan pos dana infaq sedekah mereka menjadi wakaf tunai. Mengapa? Karena uang yang mereka keluarkan tidak akan hilang atau lenyap. Pengelola wakaf tunai hanya akan mengambil hasil perputaran dana tersebut untuk memberdayakan umat. Dengan demikian, wakaf tunai berpotensi menggeser dana infaq yang sering kali tidak jelas laporan distribusinya.

Program lain yang akan tetap dijalankan dan banyak mendapat respon positif masyarakat adalah qardhul hasan dan pembinaan UMKM. Qardhul hasan adalah program pinjaman lunak tanpa bunga yang ditawarkan kepada para karyawan UIN. Adapun pembinaan UMKM merupakan program penguatan modal bagi para pengusaha kecil menengah. UMKM binaan akan mendapat bantuan modal tanpa bunga dan materi kewirausahaan yang disajikan dalam bentuk diskusi hangat.

Dengan aneka program di atas, eL-Zawa UIN Maliki Malang dapat meraih kepercayaan masyarakat, baik kalangan civitas akademika UIN atau khalayak ramai secara umum. Moto "Transparan dan Profesional" diharapkan dapat menjiwai lembaga ini sehingga dapat go public pada tahun 2015. Semoga!

Selasa, 17 November 2009

WAKAF UANG DI BANK: BAGAIMANA NASIBNYA?

Ketika semangat berwakaf bergulir di masyarakat, pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah dana wakaf, khususnya wakaf uang, dapat dikelola sebagaimana mestinya. Apalagi, kalau melihat manajemen yang ditetapkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, wakaf uang harus dikelola oleh Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU). Menurut Ketua Umum BWI, Prof Tholhah Hasan, dalam sebuah seminar di IAIN Walisongo (16/11/09), LKS-PWU hingga kini masih belum mendayagunakan hasil pengumpulan dana wakaf uang tersebut. Tentu hal ini menjadi aneh, wakaf uang semestinya dapat diinvestasikan dalam berbagai macam produk bank syariah sehingga dapat memberikan nilai tambah, namun kenyataan hanya ditampung saja.

Kalau melihat perkembangan wakaf uang saat ini, nampaknya tidak banyak warga masyarakat yang mengerti wakaf uang apalagi cara pendayagunaannya. Prof Jaih Mubarok pernah mengatakan bahwa wakaf uang yang banyak dilakukan saat ini adalah wakah tanah atau bangunan yang diawali dengan pengumpulan uang, dan ini bukanlah wakaf uang dalam makna Undang-undang Wakaf. Wakaf uang meniscayakan tetapnya uang dalam wujudnya dan digunakan dalam produk-produk tertentu yang kemudian tetap dinilai dalam bentuk rupiah, misalnya dalam bentuk saham atau obligasi syariah. Ketika sebuah masjid membuka kesempatan wakat uang untuk perluasan tanah atau gedung, sesungguhnya wakaf yang sedang mereka jalankan adalah wakaf tanah atau bangunan, bukan wakaf uang. Ini mungkin satu pemahaman yang perlu disosialisasikan.

Tabung Wakaf Indonesia, salah satu jejaring Dompet Dhuafa Republika, adalah salah satu lembaga penerima wakaf uang yang memiliki reputasi nasional. Wakaf uang yang mereka jalankan adalah menerima uang yang kemudian disalurkan untuk beberapa produk yang telah mereka sediakan, misalnya, wakaf uang untuk Lembaga Kesehatan Cuma-Cuma, Sekolah Smart Ekselensia, atau Pohon. Dilihat dari modelnya penerimaannya, wakaf ini mirip sekali dengan wakaf uang, bahkan mereka siap memberikan Sertifikat Wakaf Tunai (SWT) bagi mereka yang menyerahkan uang paling kecil 1 juta rupiah. Namun, jika dicermati dari sisi pentasharrufannya, wakaf ini jelas bukan wakaf uang, akan tetapi wakaf bangunan atau sarana atau pohon. Apalagi, jika mengikuti petunjuk undang-undang wakaf, wakaf uang harus melalui LKS PWU dan diinvestasikan dalam produk-produk bank. Kalaulah masih mungkin, undang-undang tersebut masih memberikan kesempatan bagi bank untuk mencari mitra yang dapat mengelola dana wakaf uang tersebut dengan catatan, dalam sekian waktu, dana tersebut dapat memberikan keuntungan dan dapat ditarik kembali dalam bentuk uang rupiah, bukan asset lain. Jika bank memberikan dana wakaf uang ini untuk pendirian apartemen, hotel, atau mal, maka semangat wakaf uang yang telah dirintis oleh A. Mannan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Wa Allah A'lam.

Introduction