Senin, 31 Mei 2010

GAJAH ITU

Sungguh benar, segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT di muka bumi untuk kebutuhan manusia. Sayangnya, saking tamaknya manusia, kerusakan telah terjadi di mana-mana dan nampaknya akan terus berlanjut. Selain itu, perlakukan manusia yang kasar terhadap alam juga tidak terhindarkan. Hutan ditebang, hewan liar dimusnahkan atau dikarantina, hingga pemaksaan kehendak manusia untuk selalu dilayani selalu saja dilakukan.

Kemarin saya dan keluarga jalan-jalan ke kebun binatang Mangkang Semarang. Memang, tak dipungkiri, ada perasaan senang ketika dapat menyaksikan hewan-hewan hutan dari dekat meskipun harus dihalangi dengan jeruji besi atau kaca. Juga, saya bisa menyaksikan atraksi naik gajah. Anak-anak kecil begitu bangga dapat menunggangi gajah, ibarat Tarsan yang mereka saksikan di televisi. Tetapi, ada satu perilaku pawang gajah yang memiriskan hati. Ia dengan gampangnya memukuli kepala gajah setiap memberikan istruksi. Misalnya, ia memerintahkan gajah untuk berhenti atau berjalan. Palu besi ia ketokkan di dahi gajah besar itu. Untungnya si gajah sudah paham aba-aba yang dimaksud. Dengan begitu, para mengunjung taman margasatwa itu dapat dimanjakan dengan wisata naik gajah.

Pertanyaannya, adakah sikap yang lebih lembut yang dapat dilakukan sang "sopir" gajah itu selain mengeksploitasi fisik gajah untuk ditunggangi? Memang, sang gajah diberi makan yang cukup, seperti pucuk tebu dan ubi. Tetapi, saya merasakan bahwa gajah yang semestinya merdeka di alam bebas harus menahan sakit akibat pukulan bertubi-tubi yang bisa memecahkan batok kepalanya. Saya sempat melihat sejumlah pengunjung yang merasa kasihan menyaksikan kenyataan itu. Mudah-mudahan masih ada cara yang lebih santun untuk melayani sang gajah setelah hewan itu memberikan pengorbanan maksimal untuk kepentingan manusia. Wa Allah a'lam.

Sabtu, 29 Mei 2010

NASIB ANAK YATIM

Betapa hati tak teriris
Mendengar anak yatim itu menangis
Meraung seakan tak rela ditinggal pergi
Ayahnya yang kini menghadap ilahi

Jumat, 28 Mei 2010

BERHENTILAH MENGGUNJING...


Setiap harinya, manusia tidak lepas dari pergaulan dengan berbagai jenis karakter orang di sekelilingnya. Aneka watak dan kebiasaan yang berbeda seringkali memicu timbulnya masalah. Sebagai contoh, kebiasaan di meja makan atau berpakaian, tentu satu sama lain tidak dapat disamakan dan sering menimbulkan cemoohan. Nah, sayangnya tidak semua orang berani menunjukkan rasa ketidaksetujuannya di depan orang yang bersangkutan. Bahkan, karena hatinya tidak cocok, tak jarang mereka bercerita kesana kemari dengan "bumbu-bumbu penyedapnya" sehingga kesalahan yang sesungguhnya kecil dan dapat dinetralisasi dengan cepat malah menjadi runyam dan berbuntut panjang. Andai saja mereka bertemu dan saling berbicara dari hati ke hati, tentunya persoalan yang timbul dari keduanya akan dapat diselesaikan dengan mudah.

Dalam kasus lain, ketika sekumpulan orang berkumpul di suatu tempat dan bercengkrama, topik menarik yang sering mereka bicarakan adalah seputar kekurangan orang lain. Misalnya, si A itu orangnya tidak pernah senyum, galak, dan sombong. Kemudian, si B selalu ribut dengan istrinya di rumah karena banyak hutang. Lalu si C, jarang bergaul dengan orang lain karena kuper dan gaptek. Begitulah, semua orang yang ada di sekelilingnya selalu dalam posisi salah dan rendah seolah-olah kedua orang yang sedang "ngasani" itu lebih mulia dan lebih tinggi derajatnya dari orang lain. Percakapan yang isinya gunjingan itu ternyata hanya akan menyakitkan hati para korbannya. Dalam al-Qur'an surat al-Hujurat: 12, Allah telah menyindir para penggunjing itu ibarat orang-orang yang gemar memakan daging saudaranya yang sudah mati. Jijik bukan?

Bunyi surat al-Hujurat: 12 selengkapnya adalah "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), Karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang." Ayat di atas mengajari kita untuk mengurangi rasa buruk sangka. Buruk sangka atau su'udhan kadang diperlukan untuk berhati-hati. Contohnya, ketika kita sedang naik bis umum, lalu ada orang yang dengan sengaja mendekati kita sambil melirik tas kita, kita perlu waspada dengan segar mengamankan barang bawaan agar tidak dicopet oleh orang tidak dikenal. Rumah kita juga perlu dikunci di malam hari agar tidak mengundang potensi orang lain untuk berbuat jahat.

pelajaran lain yang bisa kita petik dari ayat di atas adalah kita tidak diperkenankan untuk mencari-cari kesalahan orang lain. Memang, jujur saja, membicarakan kekurangan orang lain itu terasa 'sedap' sekali. Kita seolah-olah menang dan lebih unggul. Padahal, belum tentu orang yang sedang kita korek kekurangannya itu lebih buruk dari kita. Bisa jadi, untuk menutupi kekurangan kita, kita kemudian begitu getol dan semangat membongkar aib orang lain. Sungguh naif bukan? Padahal, sekali kita memaparkan keburukan orang lain, itu berarti kita berinvestasi suatu saat orang lain akan dengan bebas mengorek keburukan kita. 'Ngrasani' orang akan dibalas 'dirasani' orang. Masuk akal bukan?

Selanjutnya, Allah SWT mengingatkan kita untuk tidak bergunjing. Menggunjing orang akan berakibat fatal. Orang yang sebenarnya baik-baik saja tetapi karena kita pergunjingkan akan rendah harga dirinya dan bisa jadi akan hancur karirnya. Lebih bahaya lagi, kekurangan yang kita gembor-gemborkan adalah hanya fitnah belaka. Ini tentu lebih kejam dari pada pembunuhan. Perumpamaan makan bangkai saudara sendiri merupakan sindiran tegas atas kebiasaan orang membicarakan keburukan orang lain. Dalam perumpaan lain yang telah Allah tunjukkan kepada Nabi Muhammad SAW saat isra' mi'raj, para penggunjing itu seperti dua orang yang saling mencakar, memukul dan menyakiti. Oleh sebab itu, di akhir ayat al-Hujurat di atas, Allah mengajak kita untuk bertaubat atas kebiasaan buruk kita. Semoga kita diampuni atas dosa dan kesalahan kita akibat kebiasaan mengorek keburukan orang dan menggunjingnya di depan orang banyak. Astaghfirullahal Adzim. Wa Allah a'lam.

Kamis, 27 Mei 2010

MENYONGSONG MATAHARI


wahai matahari...
Sinar hangatmu selalu kunanti
Dalam dinginnya pagi
Selepas malam yang sunyi

Dalam cahayamu
Kukalungkan sejuta harapan
Dalam pancaranmu
Kurajut segudang impian

Karenanya
Dengan sabar kutunggu hadirmu
Di setiap jengkal waktu
Sejak dewi malam erat memelukmu
Kulalui pilunya gelap sendirian tanpamu

Kuyakin akan kesetiaanmu
Tiada ragu sedikitpun dalam kalbu
Esok hari ku kan songsong cintamu
Menikmati lagi lembut sapamu
Hingga senja mengajakmu
Kembali ke ruang peraduanmu

MENEMBUS API

"Tolong...tolong...," suara keras memekik di tengah malam. Perempuan tua itu berlari tergopoh-gopoh dengan nafas terengah. Ia mencari perlindungan dari kejaran kobaran api mulai melalap rumahnya. Ia tidak sempat lagi membangunkan cucunya yang terlelap.

"Pak...Pak...Bu...api...api... cucu saya...toloooong..." suara itu kian menghiba. Para tetangga mulai berdatangan. Asap tebal membumbung bersama si jago merah yang terus menjilat membabat habis isi rumah.

Gus Muh terbangun oleh suara gaduh di luar rumah. Ia terkejut dan langsung lari menuju kerumunan orang. Ia mendekati Mbah Tikah yang terus menangis meraung-raung menyaksikan rumahnya yang kian tak berbentuk.

"Gus...tolong cucuku...ada di dalam...Guuuss.... "

"Lho, ...." tanpa berpikir panjang Gus Muh menerjang kobaran api untuk mencari Wanto yang belum juga bangun. Bisa jadi ia mulai pingsan akibat asap hitam yang dihirup.

"Ati-ati,Gus...!" teriak orang-orang yang sejak tadi tidak ada yang berani masuk rumah.

Dengan berdoa dan berpasrah diri, Gus Muh dengan sigap menggeledah kamar-kamar sambil mencari Wanto. Cukup lama ia di dalam. Orang-orang mulai khawatir atas keselamatan Gus Muh. Yuk Ning yang baru tahu kalau suaminya menceburkan diri di dalam jilatan api berteriak histeris.

"Kaannng, cepat keluar.....Kang..." teriaknya berkali-kali. Namun belum juga Gus Muh keluar. Api makin merajalela. Harapan akan keselamatan Gus Muh dan Wanto kian menipis. Mobil pemadam kebakaran belum juga datang. Tangisan kian menjadi.

Tiba-tiba. Seorang laki-laki sambil menggendong bocah kecil terhuyung-huyung keluar dari api. Pakaiannya compang-camping terjilat bara.

"Panas...panas...tolong..." Laki-laki yang tidak lain adalah Gus Muh jatuh pingsan. Wanto yang sejak tadi sudah tidak sadar diri langsung dipapah oleh Kang Jalil yang menyongsong keluarnya Gus Muh. Gus Muh langsung dibopong orang-orang untuk diberi bantuan penyelamatan.

"Kang...jangan tinggalkan aku, Kang..." Yuk Ning tak bisa menerima kenyataan. Gus Muh kian kritis. Luka bakar merata di sekujur tubuhnya.

Selasa, 25 Mei 2010

FLUKTUASI IMAN

Kata pepatah, iman itu kadang bertambah dan kadang pula berkurang. Untuk itu, siraman rohani untuk menyeimbangkan kebutuhan jiwa menjadi penting. Ketika seseorang hanya mengandalkan rasio-logisnya untuk mengejar materi duniawi, ia suatu saat akan merasa kehilangan dan terasing. Hatinya akan berontak akibat tidak dipenuhinya asupan religi dalam dirinya. Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa dalam otak manusia, ada sebuah titik yang akan berdenyut ketika sentuhan agama membasuh hatinya. Semakin sering titik ini berdetak, semakin sadar orang itu akan kehadiran tuhannya. pada gilirannya, titik ketuhanan (God Spot) ini akan memberikan efek tenang dan tentram bagi pemiliknya yang rajin merawatnya. Nah,ketika titik ini dibiarkan, maka semakin suram pula kondisi jiwanya sehingga ia akan dengan mudah melakukan tindakan negatif semakin membuat dirinya terperosok jauh ke jurang kehinaan. dengan demikian, keseimbangan kebutuhan jasmani dan ruhani harus dijaga sepanjang masa.

Demikian, setidaknya intisari ceramah menyejukkan yang disampaikan oleh Ustad Nurodin malam ini. Sang ustad yang low profile ini menceritakan sejumlah pengalamannya selama menangani konseling di PPPA. Ada seorang ibu berpenghasilan tinggi yang mengeluh atas perilaku suaminya yang kini tidak lagi setia padanya. Ia merasa tertekan dengan tingkah laku suaminya yang sekarang lebih memilih wanita lain ketimbang dirinya. Ada pula kisah orang-orang yang berlimpah harta sehingga tiap hari jutaan rupiah hanya dihabiskan untuk pesta makan dan hiburan. Hotel dan rumah makan mewah menjadi tempat mangkalnya. Entah dari mana uang itu, yang jelas mereka tidak merasa kesulitan untuk menjalankan hobinya. Sayangnya, gaya hidup yang jauh dari nilai-nilai agama tidak membuat mereka kian bahagia. Ada saja ganjalan hati yang selalu berontak untuk ditasi. Itulah, satu ruang dalam kalbu yang hilang. mereka seakan terasing di tengah hiruk pikuknya dunia.

Pesan moral yang menjadi inti pengajian adalah bahwa manusia harus sadar ketika dirinya berada di titik nadir keagamaannya. Kondisi keberagamaan seseorang menurut Ustad Nurodin terbagi dalam tiga bagian. Bagian pertama adalah kondisi religiusitas biasa. Seseorang akan senang ketika ia tahu apa itu agama dan bagaimana ia dapat melaksanakannya. Fase ini bisa disebut sebagai fase integrasi. Dorongan batin untuk tahu ajaran agama cukup kuat namun belum mampu memahami secara sempurna. Bagian ini biasanya akan diteruskan dengan fase berontak atau fase disintegrasi. Maksudnya adalah bahwa kondisi keberagamaan seseorang yang belum maksimal mendorong orang tersebut untuk ingin lepas dari belenggu agama. Ia sering mempertanyakan arti penting kehadiran agama dalam hidupnya. Ia pun mulai merasa bosan dengan simbul-simbul agama dan ingin menikmati kebebasan dunianya sendiri. Ia ingin membuktikan bahwa tanpa agama, ia bisa hidup dan meraih bahagia. Pada fase ketiga,--sayangnya tidak semua orang berhasil mencapainya,--adalah tahap reintegrasi. Bagi mereka yang mendapat hidayah, ia akan sadar akan kekhilafannya dan memohon ampunan Tuhannya akan kebodohan yang selama ini dijalaninya. Ia benar-benar tobat dan ingin memperbaiki jalannya. Inilah kelompok orang-orang yang beruntung. Mereka bisa masuk ke dalam kelompok hamba-hamba terpilih yang dipercaya mengemban amanat kemajuan agama haq, din al-Islam.

Kesimpulannya, menjaga hati agar senantiasa dipenuhi dengan nilai-nilai agama merupakan sebuah keniscayaan. Hati yang bersih, tulus, dan selalu bersandar kepada ALlah SWT akan memudahkan kita untuk mencapai kebahagiaan yang hakiki. Semoga kita semua berhasil memasuki fase ketiga, yakni reintegrasi, untuk selalu menyadari kekhilafan kita sehingga pintu taubat selalu terbuka lebar buat kita. Amin. Wa Allah A'lam.

Senin, 24 Mei 2010

BELA SUNGKAWA UNTUK ISTRI BJ HABIBIE


Duka menyelimuti kediaman pak Habibie. Mantan presiden ketiga Indonesia yang merupakan salah satu tokoh jenius dunia ini kehilangan istri yang sangat dicintainya. Ibu Ainun Habibie merupakan wanita dibalik kesuksesan sang profesor. Semoga ruhnya mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT. Amin.

Meski pernah menyandang status Ibu Negara saat suaminya, Prof Dr Ing Ir Bacharuddin Jusuf Habibie, dr Hasri Ainun Habibie tetap tampil low profile. Hasri menjadi Ibu Negara dari tahun 1998 hingga 1999.

Hasri Ainun lahir di Semarang, 11 Agustus 1937. Dia merupakan anak ke empat dari delapan bersaudara keluarga H Mohammad Besari yang beralamat di Jalan Ranggamalela 21 Bandung. Nama Hasri Ainun kurang lebih berarti mata yang indah. Hasri Ainun kuliah di Fakultas Kedokteran di Jakarta

Hasri pernah bekerja di Rumah Sakit Cipto mangunkusumo, Jakarta. Tinggalnya saat itu di Asrama Belakang RSCM di Jalan Kimia.

Hasri menikah dengan BJ Habibie pada tanggal 12 Mei 1962, berbulan madu di Kaliurang Yogyakarta, Bali dan dilanjutkan di Ujung Pandang. Dari pernikahannya itu, Hasri dikaruniai dua orang anak, yaitu Ilham Akbar dan Thareq Kemal.

Pada tanggal 24 Maret 2010, Hasri masuk ke rumah sakit Ludwig-Maximilians-Universitat, Klinikum Gro`hadern, Munchen, Jerman dan telah menjalani sembilan kali operasi. Empat dari sembilan operasi tersebut merupakan operasi utama sedangkan sisanya merupakan eksplorasi (sumber Kompas Online, 24 Mei 2010).

ONE DAY OFF, PERLUKAH?

Dulu, sewaktu saya mengikuti kursus bahasa di IALF Bali, saya pernah disarankan oleh sang tutor, Lis Hunt, untuk selalu membuat planning kegiatan, mulai harian, mingguan hingga bulanan. Perencanaan itu dimaksudkan agar keseluruhan waktu saya tertata rapi dan terisi oleh sejumlah aktifitas yang bermanfaat. Misalnya, pada hari Senin, saya harus membaca buku A untuk mendalami skill A dari pukul sekian ke sekian. Besoknya, Selasa, saya juga membuat agenda kegiatan untuk latihan membuat karangan mini dengan panduan buku B selama sekian jam. Begitu seterusnya sehingga selama satu minggu, saya mempunyai jadwal kegiatan yang jelas. Selain itu, saya harus konsisten dengan jenis program sekaligus target yang akan dicapai. Jika ada suatu halangan, saya harus menjadwal ulang kegiatan yang tertunda itu pada minggu berikutnya. Menariknya, jadwal tersebut harus ditunjukkan ke tutor untuk mendapat arahan dan masukan. Dengan demikian, waktu kursus yang terbatas dapat saya gunakan dengan maksimal.

Ada satu hal yang tidak boleh tidak harus saya cantumkan dalam jadwal kegiatan saya, yakni one day off. Apa itu? One day off adalah konsep libur satu hari penuh tanpa memikirkan beban studi atau pekerjaan yang sedang dijalankan. Itu artinya saya harus menuliskan satu hari kosong dalam jadwal saya. Tidak boleh ada kegiatan membaca, menulis, atau diskusi pada hari itu. Biasanya hari yang disarankan adalah hari Sabtu atau Minggu. Berhubung di tempat kursus pada hari Sabtu masih ada kegiatan pilihan, seperti nonton film bareng atau nonton TV channel asing, maka tidak ada pilihan kecuali hari Minggu untuk ditulis sebagai one day off. Dulu, saya sedikit berontak dengan konsep itu. Bagi saya yang saat itu sedang semangat-semangatnya belajar (wah wah wah sombong nih), one day off rasanya tidak perlu. Saya ingin menjadikan hari-hari saya penuh dengan kegiatan belajar meskipun tidak seluruhnya. Misalnya, pagi olah laga hingga siang, namun sore hingga malam harus belajar, entah membaca buku, mendengar kaset, atau mengerjakan tugas-tugas yang tertunda. Saya sering menggunakan hari Minggu pagi untuk latihan soal-soal yang mungkin bisa muncul di ujian akhir. Pokoknya, saya tidak ingin menyesal di kemudian hari hanya gara-gara konsep one day off.

Tetapi, kini, ada pergeseran gaya pikir dalam diri saya. Konsep one day off mulai terngiang kembali. Ketika aktifitas harian saya begitu padat, tidak lagi hanya memikirkan diri sendiri seperti saat kursus di Bali, nampaknya keinginan untuk punya hari khusus kosong dari semua kegiatan rutin mulai terasa. Sebagai contoh, bulan ini termasuk salah satu bulan yang paling sibuk sepanjang sejarah hidup saya. Saya harus mengatur waktu kapan harus memikirkan tugas kuliah, tugas kantor, tugas keluarga, hingga tugas masyarakat. Semua menuntut saya untuk bisa dilaksanakan dengan jeli dan cermat. Dalam tugas kuliah, saya harus mempersiapkan konsep proposal yang harus dikonsultasikan dengan pembimbing. Dalam hal kerja, saya harus merencanakan sebuah pelatihan besar yang akan melibatkan banyak pihak. Selain itu, dalam keluarga, saya mempunyai tugas untuk mengurus berbagai hal terkait dengan perpindahan tempat yang akan segera saya lakukan. Pusing dan lelah sudah biasa menghampiri saya. Oleh sebab itu, saya ingin sekali menikmati satu hari yang bebas dari semua beban hidup yang memenuhi kepala saya. Ternyata saya butuh one day off. Saya ingin menikmati satu waktu untuk memikirkan diri saya sendiri. Saya ingin memanjakan diri saya sendiri selepas bekerja keras untuk orang lain.

Hari minggu kemarin benar-benar berkesan bagi saya. Sejak datang dari Malang pukul 6 pagi, saya langsung gunakan waktu untuk bercanda dengan anak-anak saya. Mereka tentu kangen karena sudah hampir dua minggu berturut-turut saya pergi meninggalkan mereka. Lalu, sehabis sarapan, saya mengajak mereka untuk sekedar jalan-jalan di sekitar perumahan. Saya beri kesempatan mereka untuk bermain dan belanja sesuai dengan keinginan mereka. Siang hari saya istirahat di rumah tanpa memikirkan pekerjaan sedikitpun. Rasanya saya juga ingin mematikan telepon seluler. Tetapi daripada dimatikan, mendingan saya gunakan untuk menelepon saudara dan keluarga jauh untuk menanya kabar. Saya tidak ingin diganggu oleh tugas-tugas hari Senin yang pasti sudah menunggu. Akhirnya, saya merasakan betapa one day off diperlukan untuk me-recharge energi yang sudah terkuras habis pada minggu lalu untuk siap menuntaskan pekerjaan minggu yang akan datang. Semoga pengalaman ini bermanfaat. Wa Allah A’lam.

Jumat, 21 Mei 2010

BERKUNJUNG KE RUMAH KAKEK


Saya termasuk beruntung bahwa hingga saat ini saya masih mempunyai seorang kakek yang setia menemani cucu-cucunya. Kemarin, saya berkunjung ke rumah kakek di Nganjuk. Saat ini beliau tinggal bersama Bulek Nik. Betapa senangnya kakek melihat saya datang. Tak berhenti-hentinya kakek bersyukur masih dapat melihat saya lagi. Beberapa bulan yang lalu, kakek memang pernah berharap saya datang menjenguknya. Namun, karena saya masih ada tugas di Semarang, baru kali ini harapan itu terpenuhi.

Kakek adalah sosok bersahaja yang religius. Pendidikan pesantren yang pernah dikenyam saat muda begitu membekas dalam kehidupannya. Beliau tidak pernah hidup berfoya-foya meskipun anak keluarga terpandang. Bahkan, untuk menghidupi keluarganya, beliau rela menjadi petani biasa yang harus bekerja keras mengolah sawahnya sendiri. Ibu saya yang dikirim ke pondok tidak jarang harus menahan diri ketika kiriman tidak datang pada waktunya. Kakek perlu banting tulang membiayai sekolah ibu dan harus mengantarkan bekal ke pondok dengan mengayuh sepeda tuanya. Kini, hampir seluruh putra-putri kakek telah sukses dalam karirnya. Saatnya kakek menikmati hari-harinya dengan lebih banyak ibadah. Beliau tidak lepas dari membaca al-Qur'an setiap hari.

Ada sejumlah pelajaran yang dapat saya petik dari kakek. Pertama, kesederhanaan. Kedua, kesabaran. Ketiga, istiqamah, dan terakhir tawakkal. Kesederhanaan kakek mengajarkannya untuk tidak malas bekerja. Ia tidak pernah malu melakukan apa saja untuk mempertahankan hidup asalkan halal. Kesabarannya juga luar biasa. Ia mengalami banyak cobaan yang sangat berat, namun tetap dijalaninya dengan penuh kesabaran dan ketabahan. Justru, dengan ujian itu, kakek semakin giat beribadah. istiqamah adalah hal lain yang dimiliki kakek, Ia rutin menghidupkan mushalla yang ada di sebelah rumahnya hinga akhirnya beliau tidak bisa lagi berjalan jauh seperti sekarang. Tiga tahun lalu, beliau masih mampu melakukan rutinitasnya berkunjung ke anak-anaknya setiap bulan. Ia tidak perlu ditemani oleh siapapun meskipun usianya sudah lebih dari 80 tahun. Pandangan matanya masih tajam setajam ingatannya. ia tidak lupa nama-nama cucunya dan bahkan sering bercerita tentang kawan-kawannya dulu. Semua dituturkan dengan lugas dan runtut. Terakhir, kakek selalu mengajarkan kepada kami untuk selalu bersandar kepada Allah SWT. Hidup ini perlu dijalani dengan tabah dan tawakkal karena semua sudah menjadi kehendak-Nya. Tidak ada seorangpun yang bisa merubah ketentuan Allah jika memang sudah ditakdirkan. Oleh sebab itu, dekat dengan Allah adalah suatu keniscayaan agar hati kita tetap tenang dan tentram.

Kamis, 20 Mei 2010

MENGHITUNG HARI

Menghitung hari
Detik demi detik
Membangun mimpi
Secarik demi secarik

Kadang terkapar
Kadang terhempas
Kadang sadar
Kadang lepas

Punggung melenguh
Mata mengaduh
Tubuh melepuh

Ingin diam
Ingin tenang
Dalam sekam

Tapi
Bisakah

Tiada kata
Kecuali...
Bangkit
Bangkit dan
Bangkit...

Rabu, 19 Mei 2010

DIKERJAI PAK HAJI


Selama di Malang, biasanya saya menginap di kantor. Di sana sudah ada kasur busa dan bantal empuk pemberian takmir masjid kampus. Namun, tadi malam saya ingin menginap di rumah saya yang sudah lama tak berpenghuni. Itung-itung sambang. Meskipun sudah lama saya tinggalkan, kondisi rumah nampak terawat dan bersih. Itu tidak lepas dari peran Mbak Warlin, tetangga sebelah, yang setia menjaga rumah saya selama ini. Ditemani suasana Malang yang sejuk, saya dapat tidur lelap hingga terdengar adzan subuh.

Ada pengalaman menarik pagi ini. Saat adzan subuh berkumandang, saya biasanya bergegas menuju masjid yang berada agak jauh dari rumah. Di sana saya akan bertemu dengan para jamaah yang sudah lama akrab karena saya dulu kos di sekitar masjid itu. Pak Jo dan bu Sum—pemilik kos tempat saya dulu tinggal--yang rajin ke masjid biasanya sangat senang melihat saya datang. Mereka sudah saya anggap sebagai orang tua saya di Malang. Namun, pagi ini saya ingin punya pengalaman lain. Saya tidak ke masjid itu, tetapi ke mushalla dekat rumah. Kabarnya mushalla itu milik pak haji Muslimin, salah satu tokoh masyarakat yang kaya. Saya memang tidak pernah ikut jamaah di situ sebab merasa tidak nyaman dengan label mushalla keluarga tersebut.

Dengan sedikit ragu, saya memberanikan diri masuk mushalla itu. Di sana sudah ada pak haji dan bu haji yang sedang mendirikan shalat qabliyah subuh. Dengan tenang, saya ikut menjalankan shalat pengiring itu. Tak lama kemudian, pak haji memegang mikrofon dan membaca iqamat. Saya lalu berdiri dan menunggu beliau menuju ruang pengimaman. Tanpa saya duga, saya dipersilakan untuk menjadi imam. Saya yang tidak pakai songkok ini sempat kaget. Namun, karena dipaksa, saya pun menjalankan tugas tersebut (untungnya saya sering ditembak oleh kawan-kawan Jatisari Elok untuk memimpin shalat, jadi sedikit terbiasa dengan suasana under pressure…hehehe). Saya harus segera menata hati bahwa saya sedang shalat bersama pak Haji yang bertradisi nahdhiyyin kental. Saya harus ingat untuk menyelipkan bacaan qunut dan siap memimpin wirid ( Wah, padahal selama di Semarang, tradisi itu sudah jarang saya lakukan. Untungnya masih hapal..hehehe, jadi nggak malu-maluin).

Setelah saya berhasil menunaikan tugas dadakan itu, saya coba memperhatikan jamaah yang hadir waktu itu. Ternyata di sana ada para tokoh yang biasa memimpin pengajian dan tahlil. Saya pernah melihat mereka dulu sewaktu saya aktif mengikuti pengajian malam Jumat. Namun, jelas mereka tidak mengenal saya karena saya termasuk penduduk baru di kampung itu. Wah, gimana kesan mereka kepada saya yang kurang sopan ini, mengimami tanpa kopiyah. Songkok merupakan salah satu piranti wajib pakai saat shalat. Tapi, sudahlah, itu bukan kehendak saya, tetapi keinginan pak haji. Setelah bersalam-salaman saya pun meninggalkan mushalla itu dengan lega. Wah, asyik juga pagi-pagi dikerjai pak haji. Saya berharap, suatu saat nanti, saya bisa lebih dekat menjalin silaturrahim dengan keluarga pak haji sehingga saya lebih mudah diterima di masyarakat. Amin.

Selasa, 18 Mei 2010

ARTI KEHADIRAN BUAH HATI


Gus Muh merebahkan badannya yang lelah di atas dipan lusuh di serambi rumah. Sejak pagi tadi ia sudah mondar-mandir mengantar bahan bangunan Bos Jono ke luar kota. Kini di sela waktu luangnya menjelang ashar, ia ingin meluruskan punggungnya yang baru sembuh dari terkilir, biar tidak kumat lagi.

Bertumpu bantal kecil, matanya menerawang langit-langit rumahnya yang mulai keropos. Maklum, rumahnya sudah berumur dua puluh lima tahun, setua usia perkawinannya dengan Yuk Ning. Ia ingat betul betapa susahnya membuat rumah. Untuk beli tanah saja ia harus pinjam sana-sini. Lalu saat membangun pondasinya, ia harus merelakan motor tuanya dijual. Padahal motor itu merupakan kenangan terindah saat ia masih bujang.

Satu persatu gambar memori tampil memenuhi pikiran Gus Muh. Ia kadang tersenyum mengingat lakon hidupnya yang bergelombang: kadang pasang, kadang surut. Episode mengejar cinta Yuk Ning pun tak ketinggalan, wuuuiihh penuh perjuangan berliku. Ia harus bersaing meraih simpati gadis pujaannya itu dengan para jejaka kampung yang mengandalkan kekayaan orang tuanya. Untungnya, Yuk Ning tetap setia memilih dirinya yang dianggap lebih dewasa dan mapan. Andaisaja Yuk Ning tahu kalau dirinya kelak tenggelam dalam judi dan mabok, mungkin putri sesepuh masyarakat itu tentu tidak sudi menerima lamarannya. Untungnya, kini ia sudah tobat dan mulai menjalani lembaran baru, sehingga Yuk Ning tidak ngenes lagi dengan pilihan hatinya.

Dukungan istrinya itu benar-benar tulus. Masa susah itu hampir usai. Ia begitu bahagia atas kesetiaan istrinya. Bahkan ia dapat menemukan arti cinta yang sesungguhnya dari istrinya itu.

"Kok ngelamun wae, tho Kang?" suara Yuk Ning membuyarkan pikirannya.

"E...e.., nggak, aku cuma pingin istirahat aja di sini, sambil ditemani angin semilir.." jawab Gus Muh menutupi kekagetannya.

"Kang, ngomong-ngomong, aku kadang ngiri sama tetangga yang mau mantu. Itu lho, Kang Karyo, anak perempuannya dilamar tentara. Andaisaja anak kita, Sarah, masih hidup, tentu kita juga akan mantu ya, Kang!"

Gus Muh kian terhenyak. Tak biasa-biasanya istrinya mengungkit masa lalu. Masa pahit itu pernah mencabik-cabik jiwanya. Pikiran Gus Muh kian kacau. Ia tidak bisa berkata sepatah kata pun. Matanya berkaca-kaca.

Sambil tersenyum ia menghibur istrinya. "Sudahlah, Dik. Yang lalu biarlah berlalu. Anak kita memang ditakdirkan berusia pendek. Ia kembali ke pangkuan gusti Allah yang menciptakannya. Kita hanya dititipi, jadi kalau diambil sama yang punya, kita harus ikhlas..."

"Sebenarnya aku sudah melupakannya kok Kang. Cuma kadang-kadang aku tidak tahan menyaksikan orang-orang begitu gembira ngunduh mantu, lalu punya cucu, lha kita..."

"Dik, gusti Allah itu paling tahu mana yang terbaik untuk hamba-Nya. Mungkin Dia akan memberikan kebahagiaan kepada kita dengan cara lain."

Sarah, anak sematang wayangnya meninggal di usia dua tahun. Batita yang lagi lucu-lucunya itu harus kehilangan nyawanya karena kehabisan cairan akibat diare berkepanjangan. saat itu, dikiranya cuma diare biasa sehingga cukup diberi oralit dan ramuan tradisional. Sewaktu akan dilarikan ke rumah sakit, anak kecil itu sudah tak tertolong. Kepergiannya benar-benar membuat shock Gus Muh dan Yuk Ning. Nyesel banget. Tapi apalah artinya penyesalan, nasi sudah basi.

Bertahun-tahun kemudian Gus Muh merindukan kehadiran anak lagi. Tapi rupanya, sang Maha Kuasa belum berkenan menitipkan keturunan padanya. Oleh sebab itulah, dulu Gus Muh sering menghabiskan waktunya di luar rumah bersama kawan-kawannya sesama sopir untuk menghibur hatinya. Ada marah, ada kesal, ada dendam, tapi itu semua ternyata tidak menyelesaikan masalahnya. Ia tetap tidak melahirkan keturunan.

Itulah sebabnya, tak jarang Gus Muh geram kepada para orang tua yang tega membunuh anaknya. Ada pula yang membuang anaknya di pasar atau bahkan di saluran got. Padahal, zaman bukan lagi masa Fir'aun atau Musa. Coba mereka mengerti arti penting seorang anak, tentu mereka tidak akan sampai hati menyia-nyiakan titipan-Nya. Seperti dirinya, betapa rindu kalbunya akan kehadiran buah hati. Ia pasti akan memperjuangkan kesejahteraannya sampai titik darah penghabisan. Tapi sayang, ia harus rela mengubur mimpi itu.

MANFAAT BERWUDLU

Wudlu merupakan kegiatan ritual yang wajib dilakukan oleh seorang muslim yang hendak melakukan ibadah, khususnya shalat. Wudlu adalah simbul kesucian sebelum menemui sang Khaliq. Anggota tubuh tertentu mendapat sapuan dan bilasan air yang memberikan kesegaran dan mencerminkan kebersihan lahir batin.

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Prof Leopold Werner von Ehrenfels, seorang psikiater dan sekaligus neurology dari Austria, terungkap bahwa wudlu memiliki efek yang menakjubkan. Dalam proses berwudlu, pusat-pusat syaraf yang paling peka antara lain sebelah dahi, tangan, dan kaki mendapat guyuran air segar. Dalam proses ini, wudlu dapat menghubungkan serta mengaktifkan pusat-pusat syaraf penting sehingga aktifitas tubuh manusia dapat berjalan normal. Oleh sebab itu, Prof Werner merekomendasikan agar kita selalu membiasakan berwudlu, bahkan ia pun tidak segan menyarankan agar aktifitas wudlu menjadi milik seluruh umat manusia seantero jagad raya. Nah, mau nunggu apalagi, ayo lestarikan wudlu kita...

Senin, 17 Mei 2010

KE MALANG LAGI

Sebenarnya, saya masih ingin tinggal di rumah beberapa hari. Kondisi fisik belum fit setelah mengikuti PDO di Bali minggu lalu. Flu berat belum juga beranjak. Tetapi, karena panggilan tugas, saya harus merelakan waktu istirahat untuk kembali bekerja di kampus tercinta, UIN Malang. Minggu ini, saya dan kawan-kawan merencanakan sebuah agenda besar, yakni pelatihan nadzir wakaf se kota Malang. Persiapannya sudah satu bulan ini dilakukan, jadi saat ini tinggal menunggu waktu pelaksanaannya saja. Tanggal yang dipilih adalah 22 Mei.

Minggu, 16 Mei 2010

MANFAAT CATATAN

Setiap hari kita akan menghadapi sejumlah aktifitas beragam. Terkadang, kita dapat melalui hari dengan santai karena tidak terlalu banyak rencana yang akan kita kerjakan. Namun, tidak jarang pula kita bingung sebab terlalu banyaknya agenda yang harus kita wujudkan. Nah, untuk menyiasati penuhnya otak agar tidak 'heng', ada baiknya mengikuti tips menarik, yakni menuliskan semua rencana dan unek-unek dalam selembar kertas atau dalam buku agenda. Dengan begitu, otak kita tidak akan kesulitan mengingat setiap detail program yang kita canangkan. Proses mengingatnya juga lebih cepat karena loadingnya tidak terlalu berat. Gimana, setuju, kan?

Sabtu, 15 Mei 2010

MAN JADDA WAJADA

Kalimat di atas dapat diartikan sebagai "siapapun yang mau bersusah payah, niscaya ia akan berhasil." Secara sekilas kita akan mudah menangkap satu pesan bahwa kita tidak boleh putus asa, mudah menyerah, apalagi stress berat. Kita harus tetap berusaha dan berdoa sehingga Allah SWT akan memberikan yang terbaik untuk kita.

Jumat, 14 Mei 2010

ANEKA TANTANGAN BAGI YANG MAU KELUAR NEGERI

Umumnya, seseorang akan kagum dan bangga ketika mendengar salah satu keluarga atau temannya akan berangkat ke luar negeri. Apalagi jika seluruh biaya perjalanannya didanai oleh sebuah lembaga donor terkemuka. Sebagai contoh, ada sejumlah kawan saya yang terpilih untuk mengikuti program doktor di Amerika. Mereka akan berangkat pertengahan tahun ini. Mereka terdiri dari para dosen terbaik dari kampus-kampus terkenal. Namun, apakah mereka tidak mempunyai masalah besar ketika akan meninggalkan negeri ini?

Ternyata, hampir dipastikan bahwa mereka 100% bermasalah. Mengapa? Banyak hal yang harus mereka pikirkan dan kerjakan sebelum berangkat ke Amerika untuk studi yang lamanya lebih dari 3 tahun. Mereka harus mampu mengkomunikasikan dengan pimpinan kampus, kolega hingga keluarga yang akan ditinggalkan, khususnya suami/istri dan anak-anak. Mereka tentu dihadapkan kepada dua pilihan: membawa keluarga atau meninggalkan keluarga. Membawa keluarga berarti harus siap untuk membawa bekal dana yang cukup serta mental baja. Ketika pilihannya adalah meninggalkan keluarga, ini berarti harus memcari orang yang dapat menggantikan posisinya sebagai bapak/ibu dari putra-putrinya. Belum lagi persoalan ijin pimpinan, pengurusan paspor, visa, cek kesehatan, hingga masalah adaptasi di negeri orang yang memiliki empat musim ekstrim. Intinya, ternyata problematika yang mereka hadapi sedemikian banyak rumit sehingga membutuhkan pemikiran dan pengorbanan yang tidak sedikit.

Kemarin, saya menemui salah satu rekan yang saat ini sedang bingung menentukan langkah selanjutnya. Ia adalah seorang perempuan dengan dua anak yang masih balita. Anak pertamanya berusia tiga tahun sedang anak keduanya berumur tujuh bulan. Saat ini suaminya sedang bertugas di Inggris dan dalam waktu dekat ia tidak mungkin mengandalkan suaminya. Kalau ia bawa kedua anaknya ke Amerika, tidak ada orang yang bisa membantu karena ijin imigrasi hanya untuk suami dan anak-anaknya. Ia tidak bisa membawa ibunya apalagi bibi atau pembantu. Namun, jika ia tinggalkan, ia tidak tega karena anaknya masih butuh asinya. Rumit bukan?

Itulah, ternyata Allah SWT memberikan ujian sesuai dengan kadar kemampuan hamba-Nya. Kawan saya yang tadi nampaknya akan memilih meninggalkan dua buah hatinya dalam pengasuhan ibunya. Ia harus rela mengorbankan masa kecil anak-anaknya demi mencapai cita-cita. Nanti suatu saat, pengorbanan yang mahal itu akan memberikan hadiah berharga untuk diri dan keluarganya. Semoga.

Kamis, 13 Mei 2010

GOOD BYE...BALI...

Acara tadi malam menutup seluruh rangkaian kegiatan Pre-Departure Orientation (PDO) Fulbright yang berlangsung selama dua hari. Saya merasa senang karena seluruh aktifitas dapat saya lakukan dengan baik tanpa kendala. Saya juga dapat bertemu dengan para Fulbrighter (para penerima beasiswa Fulbright)seluruh Indonesia dari berbagai macam program--dari tingkat diploma, master, doktor, riset yunior, riset senior, spesialis, program dikti, program freeport, hingga guru bahasa Indonesia-- yang jumlahnya sekitar 150 orang. Sayangnya, untuk program riset disertasi, peserta yang lolos hanya dua orang; saya yang mewakili IAIN Semarang dan Gidion, wakil dari UGM. Selain itu, pengalaman bertemu dengan para profesor Amerika yang sedang melakukan riset di Indonesia cukup berkesan. Mereka siap membantu saya sewaktu-waktu jika saya membutuhkan.

Acara PDO kali ini semakin menarik dengan kehadiran Anis Baswedan, Rektor Paramadina dan salah satu tokoh muda berpengaruh di dunia. Ia memberikan ceramahnya sambil berpesan kepada para Fulbrighter agar menggunakan kesempatan emas menimba ilmu di Amerika demi kemajuan bangsa Indonesia. Ia yakin bahwa pengalaman berharga ini akan bermakna jika kami mampu memanfaatkan waktu dengan baik selama studi. Ia juga menekankan pentingnya networking. Dengan berkomunikasi dengan berbagai pelajar dari seluruh dunia, kami dapat membangun jaringan luas yang dapat bermanfaat baik untuk pengembangan diri sendiri, kampus, dan bahkan negara.

Hari ini tidak ada acara. Seluruh peserta mulai pulang sejak pukul 5 pagi. Teman saya satu kamar, mas Gidion yang berasal dari yogya, harus siap-siap meninggalkan penginapan dari pukul 4 tadi.Ia harus berkumpul di lobi bersama para peserta dari Yogya sebelum pukul 5. Sekarang ia sudah meluncur ke bandara dan segera bisa melakukan aktifitas seperti sedia kala. Adapun saya, penerbangan ke Semarang dijadwalkan siang hari. Dengan demikian, pagi ini saya masih bisa menikmati matahari terbit di pantai Sanur.

Bali, I have to say Good Bye...

Selasa, 11 Mei 2010

PANTAI SANUR


Sebelum berangkat, saya sudah mendapat informasi kalau nanti saya akan menginap di Inna Grand Bali Hotel yang berlokasi di Sanur. Berhubung saya belum pernah menginap di hotel itu, saya tidak tahu pasti apakah lokasinya dekat dengan pantai Sanur atau tidak. Satu hal yang penting, saya berpeluang untuk menikmati kembali salah satu keindahan ciptaan Allah di sebuah lokasi yang terkenal di Bali. Memang, saya pernah berkunjung ke tempat itu, tapi jujur, saya sudah lupa detail panoramanya. Namun, ada satu kekhawatiran di hati, jangan-jangan saya tidak sempat ke sana karena acara yang harus saya ikuti benar-benar padat. Tapi, sudahlah, saya hanya berharap bisa berkunjung ke tempat itu, namun bila tidak, saya juga tidak akan menyesal. Toh, itu bukan tujuan utama.

Saat turun dari bis jemputan, saya disambut ramah oleh petugas Fulbright di pintu masuk hotel. Saya pun dipersilakan menuju meja registrasi untuk mengambil perlengkapan peserta orientasi. Kemudian, saya menemui petugas receptionist untuk check in. Setelah itu, saya diantar oleh seorang room boy menuju kamar penginapan. Sambil berjalan, saya bertanya ke pengantar itu tentang lokasi pantai Sanur. Subhanallah, tak disangka, pantai Sanur itu berada tepat di sebelah hotel. Jadi, saya bisa berkunjung ke pantai itu karena memang penginapan saya berada di pinggir pantai.
Saya kaget sambil terharu. Dulu, saat saya berlibur ke Sanur, saya sempat heran saat melihat ada hotel yang lokasinya tepat di pinggi pantai. Ternyata, alhamdulillah, hotel bitang lima itu kini menjadi tempat bermalam saya. Dengan begitu, saya dapat menyaksikan suasana pantai Sanur hanya dua menit berjalan kaki.

Senin, 10 Mei 2010

KETEMU LAGI, BALI...!


Hari ini, saya harus bangun pagi agar dapat mengejar pesawat yang akan mengantar ke Bali. Pukul 3 saya sudah terjaga. Saya langsung mandi dan sarapan...(mirip sahur ya...). Setelah meyakini semua telah terbawa, saya pun berangkat menuju bandara tepat pukul 4. Wah, lumayan menantang...jalan-jalan menyusuri kebun karet di pagi buta.

Sesampai di bandara, saya parkirkan motor sambil pesan ke petugas bahwa saya akan kembali ke Semarang pada hari Kamis malam. Berhubung menginap, kunci motor saya diminta si petugas parkir itu untuk keperluan relokasi motor ke tempat yang aman di malam hari. Setelah beres, saya langsung menuju mushalla yang berada di ujung gedung bandara. Saya patut bersyukur karena tidak ada halangan selama perjalanan sehingga saya masih punya waktu untuk shalat sebelum check in. Padahal, seminggu yang lalu, ban motor sempat kempes lho...

Seusai shalat, saya menuju pintu masuk. Di pintu ini semua barang termasuk telepon genggam harus disensor oleh sinar X. Saya yakin bahwa barang-barang saya akan lolos karena saya kan bukan bandar narkoba (hehehe). Setelah itu, saya harus menuju counter Lion Air untuk check in. Koper saya harus rela dimasukkan bagasi karena pesawat yang akan mengantar saya tergolong kecil. Padahal biasanya, kalau saya naik Sriwijaya atau Batavia Air, koper kecil saya biasanya saya bawa masuk kabin. Keuntungannya adalah saya bisa cepat meninggalkan bandara karena tidak harus ngantri menunggu barang di ruang pengambilan. Paling tidak bisa hemat 30 menit-lah.

Sebelum masuk ruang tunggu, saya harus melintasi kounter pajak bandara. Biaya yang harus saya keluarkan sebesar Rp 25.000,-. Beda halnya kalau saya berangkat dari Jakarta. Airport taxnya lebih besar, yakni Rp 40.000,-. Nah kalau dari Bandara Malang, jauuuuuuhh lebih murah, cuma Rp 6.000,-. Ini disebabkan oleh status bandara Malang yang tergolong baru dan numpang di pangkalan udara milik angkatan udara.

Setelah menunggu sekitar satu jam, petugas bandara mengumumkan bahwa pesawat udara dengan tujuan Denpasar akan segera berangkat. Pesawat ini tergolong paling awal terbang sesaat setelah pesawat dengan tujuan Jakarta lepas landas. Seluruh penumpang berdiri dan antri di pintu sensor keluar untuk diperiksa tiket airport tax dan tiket boardingnya. Kemudian, kami berjalan kaki menuju pesawat Lion yang parkirnya agak jauh di ujung bandara.

Perjalanan menuju Bali memakan waktu sekitar 3 jam. Rinciannya adalah 1 jam untuk menempuh jarak Semarang-Surabaya, 1 jam untuk transit di Surabaya, dan 1 jam lagi untuk waktu tempuh Surabaya-Denpasar. Asyik juga perjalanan saya kali ini. Sang pilot memberi tahu ke seluruh penumpang bahwa kami akan melintasi puncak gunung Semeru dan Bromo. Wow, subhanallah, indah sekali, puncak gunung yang menjulang dengan sejumlah awan putih yang ditemani sinar matahari pagi. Belum lagi saat melihat panorama indah yang disajikan oleh hamparan daratan dan bentangan lautan. Keramaian kota, keheningan hutan, dan kesejukan area persawahan benar-benar menyejukkan mata. Jalan-jalan seperti jalur semut yang ramai. Aliran sungai ibarat tali benang yang diurai berliku. Ombak lautan laksana hamparan emas yang berkilau oleh terpanaan sinar. Pokoknya, keindahan alam kali ini sungguh terpampang di depan mata. Kalau perjalanan malam atau saat mendung, tentu panorama itu tidak akan tampak.

Tiga jam telah berlalu. Pesawat mendarat dengan sempurna di Bandara Ngurah Rai, Denpasar. Kami turun bergantian lalu menuju bus transit yang akan mengantarkan ke pintu keluar. Di sana, para petugas dari Fulbright sudah menunggu. Saya pun masuk mobil jemputan untuk diantar ke tempat penginapan. Alhamdulillah, akhirnya saya kembali lagi ke Bali setelah tujuh tahun yang lalu sempat tinggal di Denpasar selama 6 bulan. Kita ketemu lagi, Bali...I miss U so much....!!! Weleh-weleh...

Sabtu, 08 Mei 2010

MENCURI ILMU DI TOKO BUKU

Siapa mau jadi pencuri? Saya yakin, tak ada seorang pun yang bangga ketika dirinya digelari sebagai pencuri. Meskipun begitu, ada fasilitas bagus yang memberikan pelayanan gratis bagi para pecinta ilmu, yakni toko buku. Seseorang yang gemar berkunjung ke toko buku dapat dipastikan akan mendapat siraman ilmu baru tanpa harus merogoh saku. Ia cukup berkeliling dan berdiri sejenak pada rak buku yang diminati untuk membaca isi buku yang menarik perhatiannya. Ia tak perlu was-was atau ragu karena memang pada era sekarang para pembaca di toko buku diberikan fasilitas lengkap agar mereka krasan berlama-lama di toko itu. Mereka bahkan dimanjakan dengan ruangan ber-AC, tempat duduk yang empuk, dan suasana yang nyaman. Alhasil, pencurian ilmu di toko buku justru menjadi misi toko buku itu. Nah, kalau begini caranya, para pencuri ilmu akan merasa bangga karena mendapat dukungan 100% dari pemilik toko. Semakin banyak para pencuri ilmu (bukan pencuri buku lho) datang, pengusaha toko semakin senang. Pencurian semacam ini sangat diharapkan oleh semua pihak dan pasti dijamin halal.

So, siapa mau jadi pencuri ilmu? Saya pun tak keberatan.

Jumat, 07 Mei 2010

CEK KESEHATAN DI PRODIA

Sejak bulan lalu, saya mempunyai program besar yang belum terselesaikan hingga awal bulan ini, yakni cek kesehatan. Saya sebenarnya agak malas berurusan dengan laboratorium karena biayanya pasti mahal. Tetapi, karena hal ini merupakan salah satu syarat untuk imigrasi guna riset di negeri Paklik Sam, saya akhirnya harus nurut.

Pertama-tama, saya berkonsultasi dengan dokter keluarga. Menurut saran sang dokter, saya harus menjalani serangkaian tes kesehatan untuk melengkapi isian formulir. Tes tersebut bisa dilakukan di rumah sakit atau di laboratorium swasta. Sejauh pengalaman saya, pelayanan laboratorium rumah sakit pemerintah tergolong pas-pasan plus prosedur yang berbelit. Oleh sebab itu, atas saran seorang kawan, saya pun memutuskan untuk melakukan cek kesehatan di Prodia Semarang yang letaknya di sekitar Simpang Lima.

Waktu sampai di lokasi, saya agak terkejut, ternyata pengunjung Prodia cukup banyak hingga antri ke luar ruangan. Namun, meskipun agak ragu, saya akhirnya mendaftarkan diri. Selang beberapa saat, tiba giliran saya. Saya cukup senang karena meskipun pasien yang daftar sangat banyak, ternyata para pegawainya pun tidak sedikit. Saya mendapat pelayanan yang bagus dari mereka, mulai pengambilan sampel darah, rekam jantung, hingga rongsen. Rasanya tidak lebih dari setengah jam, semuanya telah beres. Saya berkesimpulan bahwa memang lembaga-lembaga yang berlabel swasta biasanya sangat mengutamakan pelayanan prima sehingga para pelanggan akan merasa nyaman dan terkesan, ya..seperti saya. Jadi, meskipun harus mengeluarkan biaya agak lebih, namun hati menjadi puas dan plong....(ini bukan promosi lho...hehe)

Selasa, 04 Mei 2010

DASYATNYA SEBUAH DOA

Sejak tahu bahwa sang istri mengandung calon anak kedua, pak Ari semakin gigih berdoa supaya anaknya nanti lahir sehat, normal, dan kelak menjadi anak yang berguna. Hari-harinya diisi dengan berbagai kegiatan ritual agar semakin dekat dengan Allah SWT. Ia yakin, apapun yang ia minta kepada Tuhan Yang Maha Agung tentu akan terkabul dengan mudah jika ia giat beribadah.

Menginjak bulan keenam, dokter yang selama ini memeriksa istrinya memberitahukan kepada pak Ari bahwa posisi bayi dalam kandungan sungsang. Ini berarti bayi itu kemungkinan besar akan lahir melalui operasi cesar. Mendengar berita itu, hati pak Ari seperti disambar petir. Pikirannya melayang kepada sejumlah uang yang harus ia persiapkan untuk operasi itu. Padahal, saat ini kondisi keuangannya sedang seret.

Selama ini, ia sudah memohon dengan sungguh-sungguh agar sang bayi tak bermasalah. Namun ternyata Allah berkehendak lain. Ingin rasanya ia berontak. Tapi ia sadar, apalah artinya putus asa. Ia pun akhirnya berpasrah diri dan bertekad meneruskan doanya dengan cara yang lebih khusyu'.

Pak Ari memutuskan untuk menambah kegiatan spiritualnya. Berkat ajakan kawannya, ia turut serta program mujahadah kubra yang dilaksanakan di Masjid Agung setiap malam Jumat. Dalam iringan dzikir itu, Pak Ari berkali-kali menitikkan air mata pengaduan atas kegalauan pikirannya. Di tengah kesedihannya itu, ia tetap menyematkan satu harapan bahwa Allah SWT pasti mendengarkan rintihan hamba-Nya dan pasti akan memberikan jalan terbaik untuk keluarganya.

Selang beberapa minggu, ketika usia kandungan istrinya menginjak bulan kedelapan, Allah menunjukkan kekuasaan-Nya. Bayi yang semula divonis akan lahir dengan cara cesar, ternyata saat itu posisinya berbalik normal, tidak sungsang lagi. Betapa gembira hati Pak Ari. Ia pun sujud syukur atas kebesaran kekuasaan Allah SWT. Ia kian pantang menyerah untuk mengisi waktunya dengan bermunajat kepada-Nya agar persalinan istrinya dapat berlangsung lancar tanpa kendala. Dengan begitu, ia tidak lagi terbebani oleh besarnya dana yang dibutuhkan untuk keperluan itu.

Pada bulan kesembilan, pertumbuhan bayi tetap terjaga. Seperti perkiraan, bayi itu akhirnya lahir normal sesuai dengan harapan Pak Ari. Pak Ari tidak dapat menyimpan rasa harunya. Tangisnya meledak seiring dengan terdengarnya tangis bayinya yang baru lahir. Dalam kebahagiaan itu, ia semakin percaya akan kekuatan sebuah doa. Jika doa dilantunkan dengan hati ikhlas dan penuh kesungguhan, niscaya Allah akan memberikan pertolongan dengan segala kemudahan. Persis dengan nasehat salah satu gurunya bahwa Allah akan memberikan seribu satu jalan keluar bagi mereka yang bertakwa kepada-Nya. Wa Allah a'lam.

TERKILIR


Agak tumben, Gus Muh pagi ini tidak ikut berjamaah shalat subuh. Ia masih terlelap dalam tidurnya. Sewaktu ia membuka mata dan ingin bangun,punggungnya terasa sakit sekali, seperti mau putus. Mungkin ia terkilir atau keseleo.

“Dik, tolong aku, punggungku sakit banget…!” teriaknya. Yuk Ning yang sejak sebelum subuh sudah sibuk di dapur lari mendekati suaminya.

“Ada apa tho, Kang?”

“Entahlah, kemarin aku hanya bantu ngangkat kayu ke truk bos Jono dan nggak apa-apa. Tapi sekarang tulang-tulangku terasa patah. Aku nggak bisa duduk nih.” Yuk Ning berusaha tenang. Ia membantu suaminya untuk bangun dari tidurnya.

“Aduh..aduh…pelan dong…!” rintih Gus Muh. Yuk Ning hanya tersenyum. Dipandanginya wajah suami tercintanya dengan penuh kasih sayang. Baginya, Gus Muh adalah batu permata yang tak pernah pudar sinarnya. Gus Muh begitu berharga. Sakit punggung yang saat ini diderita gus Muh bukanlah kali pertama. Kalau ia kelelahan mengangkat beban berat, sakit tulang punggungnya pasti kumat. Makanya, Yuk Ning tidak kaget kalau pagi ini Gus Muh mengalami hal serupa.

“Kang, ayo saya antar ke kamar mandi, wudhu dulu, lalu shalat ya, Kang! Nanti saya panggilkan Mbok Nah agar urat-urat di punggung diluruskan kembali.” Biasa memang, Yuk Ning mengandalkan bantuan Mbok Nah, tukang urut tradisional di kampungnya untuk meringankan rasa sakit yang diderita suaminya.

“Aku ternyata makin tua aja, ya, Dik! Dulu, aku bisa angkat apa saja dan nggak ada masalah. Tapi sekarang, dikit-dikit sakit, dikit-dikit ambruk. Yah, tapi aku harus bersyukur, aku masih diberi umur panjang sehingga bisa menemanimu…!” Yuk Ning tersanjung. Suaminya kian sayang padanya. Padahal, ia belum bisa menjadi istri sempurna. Gus Muh tidak pernah menuntut macam-macam. Ia berusaha menerima kondisi apa pun istrinya.

“Kang, hidup ini kan selalu berputar. Kadang senang, kadang susah, kadang sehat, kadang sakit, itulah ujian gusti Allah untuk kita, apakah kita sabar atau malah ingkar,” tutur Yuk Ning menenangkan.

Gus Muh tersenyum lega. Istrinya ternyata kian tegar menghadapi pasang surut kehidupan. Ia tak salah mencintai wanita yang hingga kini tetap setia melayaninya. Ia kian mampu melihat sekuntum hikmah di setiap penggal pengalaman pahit yang ia kenyam.

“Allah memang luar biasa,” bisiknya dalam hati.

Senin, 03 Mei 2010

BAN BOCOR


Dulu, saat saya tinggal di Malang, hampir tiap bulan motor saya harus berurusan dengan tukang tambal. Tentu dapat diduga, ban dalam roda motor berlubang akibat tertusuk paku atau aus. Saya sering was-was setiap melalukan perjalanan jauh semisal ke Jombang. Saya khawatir, jika tiba-tiba ban motor mengalami kebocoran, apalagi, bila sedang melintasi kawasan kota Batu yang masih penuh dengan hutan. Itulah sebabnya, saya selalu berhati-hati dan berdoa sepanjang jalan agar saya terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.

Semenjak saya tinggal di Semarang, belum satu kali pun ban motor saya kempes. Itu mungkin berkat berbagai saran para mekanik yang selalu saya patuhi, seperti kondisi ban harus selalu penuh dan menghindari jebakan lubang yang biasa ditemui di jalan. Bersama keluarga, saya bisa berkeliling kota Semarang hingga ke tepi gunung Gonoharjo. Alhamdulillah, saya dapat lakukan semua tanpa kendala.

Berhubung saya tidak pernah lagi bertemu tukang tambal ban, saya kadang merasa heran, kok bisa ya motor saya tidak pernah bocor lagi, padahal dulu meskipun ban baru saja diganti, tetap saja saya harus waspada kalau-kalau ban kempes secara tiba-tiba. Itu artinya saya harus selalu membawa uang setiap saya pergi. Padahal, saya terkadang hanya pergi sebentar dan tidak membawa uang serupiah pun. Untuk itu, saya siasati dengan menyimpan sejumlah uang di bawah jok, agar saya tidak panik saat mengalami musibah.

Seminggu terakhir, ada perasaan aneh, saya merasa was-was jangan-jangan ban motor saya akan kehabisan angin. Saya pun selalu mengontrol tekanannya agar perjalanan saya aman. Hari ini, ternyata Allah SWT memberikan kesempatan saya untuk bersilaturrahmi lagi dengan tukang tambal. Ban belakang motor saya agak goyang sewaktu saya dan keluarga melintas di Jalan Pemuda. Saya memperlambat jalan sambil mencari tukang tambal. Untungnya, tak terlalu jauh dari lokasi, saya bisa menemukan tukang tambal itu. Karena saya anggap hanya kekurangan angin, saya meminta sang tukang untuk memompa saja.

Saya pun meneruskan perjalanan. Tak berapa lama, motor kembali goyang. Saya yakin kalau ada yang tidak beres dengan ban dalam roda. Akhirnya, saya memutuskan untuk mampir ke tukang tambal lain yang beroperasi di pinggir jalan. Saya patut bersyukur karena saya tidak kesulitan mencari tukang tambal di Semarang ini. Saya meminta sang tukang untuk membongkar roda motor. Benar, ternyata ada lubang kecil yang harus ditutup agar kondisi ban kembali pulih. Setelah menunggu beberapa saat, saya pun bisa melanjutkan perjalanan pulang ke rumah.

Dari kisah di atas, saya mengambil satu pelajaran bahwa Allah benar-benar Maha Adil. Ketika saya lama tidak berhubungan dengan para tukang tambal, akhirnya hari ini saya diberi fasilitas untuk menemui mereka kembali. Melalui tangan saya, Allah mengirimkan rezeki untuk mereka. Ternyata, meskipun saya sudah berhati-hati menjaga kondisi motor namun ketika Allah berkehendak lain, saya pun harus mengikuti keputusan-Nya. Di sini ada keseimbangan, ada relasi timbal balik antara para pemilik motor dengan para tukang tambal. Jika tidak ada ban bermasalah, niscaya rezeki para tukang itu akan terbatas. Sebaliknya, jika tidak ada tukang tambal, maka para pengendara motor yang punya masalah dengan bannya akan kesulitan meneruskan perjalanan mereka. Indahnya kehidupan ini apabila kita saling membantu dan saling berbagi. wa Allah a'lam.

Sabtu, 01 Mei 2010

HAPPY BIRTHDAY, MY BOY...


My Dearest boy...
We are delighted to say...
Congratulation and Happy birthday..
to you...my son

Today...
The first of May...
You reach the third year of your life...
Grow fast my love...
Go up faster...
Take the star...
Stay in the sky...

Your smile is happiness
Your laugh is gladness
Ease your sadness
Be in cheerfulness

Your are my dream forever
To keep my hope and prayer

SELAMAT UNTUK LAUNCHING BULETIN DAN LAZIS

Malam ini, Mushalla Nurul Huda Jatisari Elok telah berhasil melaunching Buletin dan Lazis. Selamat kepada Segenap Pengurus Ta'mir Mushalla dan Pengelola Lazis. Semoga semangat dan perjuangan kita selalu mendapat pertolongan dan ridha Allah SWT.

Sungguh, Allah selalu menolong hamba-Nya selama hamba itu bersedia menolong sesama saudaranya.

Mabruk, bi idznillah wa fi aunillah...insya Allah....

GENERASI DAMBAAN UMAT


Islam merupakan agama yang sempurna, sebuah agama yang dibawa oleh Rasulullah, Muhammad SAW. Islam harus ditegakkan di muka bumi ini. Oleh sebab itu, umat Islam membutuhkan generasi penerus yang selalu siap menjaga panji-panji Islam di seluruh penjuru dunia.

Generasi muda adalah dambaan setiap umat. Generasi muda adalah penerus cita-cita. Tanpa mereka, sebuah bangsa akan hancur dan tertinggal oleh bangsa lain. Oleh sebab itu, peran serta generasi muda selalu dinanti-nantikan.

Bangsa ini tentu membutuhkan seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang baik tentu akan lahir dari masyarakat yang baik. Seorang pemimpin harus memiliki pandangan yang arif dan bijaksana dalam mengambil sikap. Oleh sebab itu, sosok pemimpin harus memiliki ilmu yang cukup, wawasan yang luas, dan mampu memberikan teladan bagi pengikutnya. Pendidikan menjadi sebuah keniscayaan. Kita sebagai calon pemimpin bangsa di masa depan, harus rajin belajar, menuntut ilmu tanpa lelah dan putus asa. Kita harus mampu memberikan pengabdian terbaik untuk bangsa dan agama kita. Rasulullah SAW pernah bersabda:
شُبَّانُ ْاليَوْمِ رِجَالُ اْلغَدِّ
Artinya: “Anak muda sekarang adalah pemimpin masa depan.”

Hadis di atas memberikan motivasi kepada kita bahwa kita kaum muda saat ini adalah calon-calon pemimpin umat di masa mendatang. Mereka yang sekarang memimpin tentu akan dibatasi oleh waktu. Mereka akan berhenti dan kita akan menggantikan mereka. Tanpa kita, mereka pasti akan kehilangan semangat karena apa yang telah mereka lakukan saat ini akan sia-sia.

Kita sebagai generasi dambaan memiliki sejumlah posisi penting. Di antaranya adalah:
Pertama, kita harus menjadi generasi yang sholeh. Anak soleh merupakan investasi masa depan bagi orang tua. Kita sebagai putra-putri bangsa patut menata diri kita sehingga kita akan menjadi aset terbesar bagi umat Islam. Ketika orang tua kita telah meninggal dunia, doa kitalah yang selalu mereka nantikan. Seperti hadis Rasulullah SAW yang berbunyi:
إِذَا مَاتَ ابْنُ أَدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاثٍ, صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ, أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ, أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ
Artinya “Apabila seseorang meninggal dunia, maka terputuslah segala amal perbuatannya kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, dan anak shaleh yang mendoakannya.”

Hadis ini menunjukkan bahwa ketika datang ajal seseorang, maka masa beramalnya telah habis. Tinggallah ia menanti hitungan perbuatan amalnya, yang baik dan yang buruk. Ia tidak lagi dapat menambah amal baiknya. Kesempatan itu baru akan terbuka ketika orang tersebut mempunyai tiga jenis investasi, antara lain adalah anak sholeh. Oleh sebab itu, kita harus menjadi anak sholeh yang selalu mendoakan kedua orang tua kita. Kita berdoa semoga mereka mendapat kasih sayang dan ampunan Allah seperti kasih sayang mereka kepada kita sewaktu kita masih kecil.

Kedua, kita harus mampu menjadi pemimpin yang adil dan bijaksana. Orang tua kita selalu memohon kepada Allah agar kita menjadi pemimpin umat yang kokoh dan gigih. Mereka senantiasa memanjatkan doa seperti diajarkan al-Qur’an:
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا
Artinya, “Ya Allah, berilah kami anak-anak yang dapat menjadi penyejuk hati kami, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa.”
Doa ini sangat dalam maknanya. Orang tua kita berharap dalam doa itu agar kita menjadi orang-orang pilihan yang mampu menjadi teladan bagi orang-orang di sekitar mereka. Sungguh betapa bahagainya mereka ketika kita, putra-putrinya, mampu menjadi generasi dambaan, generasi yang dapat dibanggakan.

Demikian, ulasan tentang posisi kita sebagai generasi yang dinanti. Semoga kita mempu mengemban tugas mulia menjadi pemimpin bangsa di masa depan.

Introduction