Siapa yang tidak panas telinga plus hatinya ketika mendapat kritik tajam nan menggelegar? Pastilah hati menjadi ciut, pandangan mata tertutup kabut, dan semangat pun langsung surut. Segala usaha nampaknya sia-sia belaka. Percuma cucuran keringat, tak ada gunanya banting tulang, dan mubazir begitu saja perjuangan berdarah-darah. Pahit dan getir tak terkira rasanya. Mereka yang punya kebiasaan merendahkan memang begitu puas ketika korbannya kelimpungan dan jatuh tersungkur oleh cemoohannya. Namun, haruskah kita terkapar oleh hujatan kritik yang mengancurkan itu?
Jelas jawabannya adalah TIDAK.....!!!!!!!! (dengan huruf besar dan tanda seru seribu...). Mengapa demikian? Pastinya, lidah yang tak bertulang itu hanya ingin melihat kita tak berdaya. Mereka akan sorak-sorai karena berhasil menenggelamkan mimpi-mimpi kita yang dengan susah-payah kita bangun sedepa demi sedepa. Tentu, sikap mereka ini tak lain dan tak bukan karena dilandasi oleh rasa iri yang merupakan 'tanda tak mampu'. Bagi mereka yang bijak, tentunya saat melihat rekannya berhasil di satu bidang, ia akan 200% mendukungnya meskipun dirinya tidak mampu mencapainya, bukan malah menghujat dan mencampakkan kawannya itu. Jika tetap saja dengki, kedua-keduanya tidak akan merasakan manisnya kesuksesan. Mereka berdua hanya akan menjadi manusia biasa yang datar-datar saja hidupnya jika tidak malah keduanya hancur lebur.
Agar peristiwa yang merobek-robek kalbu itu tidak berefek panjang, para pejuang tangguh harus bermental baja. Ia tidak boleh putus asa ketika gelombang kritik menderanya. ia harus terus berjalan ke depan walau hembusan angin menerpanya. Ia harus kokoh tanpa goyang walau gempa kedengkian meluluhlantakkan pertahanan jiwanya. Ia harus tetap menjulang menatap langit sambil menunggu pertolongan kekuatan adidaya dari sang pencipta alam semesta. Ia tahu, dalam jalur perjuangan, proses menjaga hati agar istiqamah begitu pahit. Hampir dapat dikatakan bahwa "every process is awful and messy." Bukankah tak ada orang yang peduli dengan ulat dan kepompong? Bukanlah tak ada seorang pun yang suka makan tepung? Tapi ketika kempompong telah berubah jadi kupu-kupu dan tepung telah matang menjadi donat, hampir semua orang akan berduyun-duyun untuk berburu dan menikmatinya. Itulah gambaran betapa 'jahatnya' sebuah proses. Jika seseorang tidak kuat mentalnya, ia tidak akan mampu mencapai titik kulminasi penciptaan dirinya. Ia hanya akan tetap menjadi ulat yang menjijikkan dan tepung yang terasa hambar selama-lamanya. Oleh sebab itu, bagi kita yang merasa dalam tahap "menjadi', tentunya sabetan ujung pedang kritik dan ancaman yang menghunjam ke pembuluh nadi tak akan bisa menghentikan begitu saja langkah kita untuk menuju puncak penciptaan yang penuh kejayaan.
Akhirnya, sudah menjadi konsekuensi hidup, banyak orang yang tak sepenuhnya mendukung dan peduli dengan nasib yang sedang kita alami. Senyuman sinis dan picingan mata penghinaan tak jarang dialamatkan kepada para pejuang yang sedang melalui 'proses menjadi'. Semoga saja, kita diberi kekuatan untuk tetap bisa meluruskan pandangan ke depan karena ada satu impian yang ingin kita tunjukkan kepada dunia bahwa 'aku pun bisa melakukannya'. Okay, tetap semangat Bro....
Minggu, 28 November 2010
Jumat, 26 November 2010
HUJAN ES...WIH...SEREM...
Saya tak membayangkan bagaimana rasanya melihat hujan es. Musim dingin yang kian menggigil ini diperparah dengan suasana hari yang selalu mendung dan temperatur yang terus menurun. Hidup dalam suhu udara di bawah nol menjadi menu harian. Baju selembar sudah tidak mungkin dipakai. Setiap hari harus mengenakan minimal dua lapis pakaian dan satu jaket tebal. Celana jeans sudah mulai dipensiunkan karena ternyata kain jenis itu malah membuat kulit kian terasa dingin. Untungnya saya membawa beberapa celana kain katun sehingga jika dilapisi dengan kostum "long john" badan terasa lebih hangat. Tutup kepala juga tidak boleh ketinggalan. Selain pakai jaket yang berpenutup kepala, topi bayi jumbo juga harus dikenakan. Kalau tidak, hembusan angin bisa langsung menusuk pori-pori. Plus, sarung tangan juga tidak boleh ketinggalan jika tidak ingin telapak tangan jadi pucat pasi.
Kemarin, saya tidak berani keluar kamar. Dalam berita yang disiarkan weather channel, Iowa City akan mendapat jatah hujan batu es hari itu. Saya yakin, udara pasti lebih dingin dari biasanya. Akhirnya saya menunggu di ruangan sambil memantau seperti apa hujan es. Sekitar pukul 1 siang, tiba-tiba terdengar suara gemuruh jadi jauh. Kian lama suara itu kian dekat. Akhirnya, suara seperti kerikil berjatuhan di atas genting kian memekakkan telinga. Saya pun buru-buru keluar dan ternyata, gumpalan-gumpalan es berhamburan dari langit. Subahanallah, benar-benar hujan es. Saya tak bisa berlama-lama memunguti pecahan es kecil itu di luar. Udara memang tak bisa diajak kompromi. Untungnya heater di apartmen sudah normal. Jika tidak, saya mungkin harus berdiri di depan kompor listrik untuk mendapatkan kehangatan, persis seperti yang saya lakukan saat heater belum berhasil dinyalakan.
Hari ini, cuaca diperkirakan agak bersahabat. Matahari terbit di antara gumpalan awan putih yang memanjang. Saya coba memberanikan diri untuk berangkat ke kampus meskipun hari ini adalah hari libur bertepatan dengan perayaan Thanksgiving. Saat menyusuri jalan, suasana senyap sekali. Hanya satu dua mobil yang lewat dan beberapa orang membawa anjing keliling kampung. Toko-toko yang biasanya dipenuhi pengunjung mendadak sepi. Bahkan, mal yang berada di depan kampus pun tutup. Aneh sekali rasanya, kota Iowa seperti kota mati di hari besar ini. Kok bisa ya? Mungkin mereka merayakan thanksgiving bersama keluarga di luar kota atau lebih senang membenamkan diri di rumah daripada keluar dengan konsekuensi terhempas oleh angin dingin.
Perayaan Thanksgiving hari ini akan diselenggarakan di rumah Margee. Mas Eri akan menjemput saya di kantor. Saya barusan beli kue pecan pie di toko John's yang hanya buka dua jam saja hari ini. Kue itu biasa dihidangkan bersama ayam kalkun di pesta hari ini. Ya, biar tidak malu, masak setiap acara makan-makan tidak pernah ikut nyumbang hidangan. hehehe
Kemarin, saya tidak berani keluar kamar. Dalam berita yang disiarkan weather channel, Iowa City akan mendapat jatah hujan batu es hari itu. Saya yakin, udara pasti lebih dingin dari biasanya. Akhirnya saya menunggu di ruangan sambil memantau seperti apa hujan es. Sekitar pukul 1 siang, tiba-tiba terdengar suara gemuruh jadi jauh. Kian lama suara itu kian dekat. Akhirnya, suara seperti kerikil berjatuhan di atas genting kian memekakkan telinga. Saya pun buru-buru keluar dan ternyata, gumpalan-gumpalan es berhamburan dari langit. Subahanallah, benar-benar hujan es. Saya tak bisa berlama-lama memunguti pecahan es kecil itu di luar. Udara memang tak bisa diajak kompromi. Untungnya heater di apartmen sudah normal. Jika tidak, saya mungkin harus berdiri di depan kompor listrik untuk mendapatkan kehangatan, persis seperti yang saya lakukan saat heater belum berhasil dinyalakan.
Hari ini, cuaca diperkirakan agak bersahabat. Matahari terbit di antara gumpalan awan putih yang memanjang. Saya coba memberanikan diri untuk berangkat ke kampus meskipun hari ini adalah hari libur bertepatan dengan perayaan Thanksgiving. Saat menyusuri jalan, suasana senyap sekali. Hanya satu dua mobil yang lewat dan beberapa orang membawa anjing keliling kampung. Toko-toko yang biasanya dipenuhi pengunjung mendadak sepi. Bahkan, mal yang berada di depan kampus pun tutup. Aneh sekali rasanya, kota Iowa seperti kota mati di hari besar ini. Kok bisa ya? Mungkin mereka merayakan thanksgiving bersama keluarga di luar kota atau lebih senang membenamkan diri di rumah daripada keluar dengan konsekuensi terhempas oleh angin dingin.
Perayaan Thanksgiving hari ini akan diselenggarakan di rumah Margee. Mas Eri akan menjemput saya di kantor. Saya barusan beli kue pecan pie di toko John's yang hanya buka dua jam saja hari ini. Kue itu biasa dihidangkan bersama ayam kalkun di pesta hari ini. Ya, biar tidak malu, masak setiap acara makan-makan tidak pernah ikut nyumbang hidangan. hehehe
Senin, 22 November 2010
BUDAYA HALLOWEEN DAN THANKSGIVING
Tiga minggu lalu, tepatnya 30-31 October, orang Amerika merayakan Halloween. Saya termasuk kuper dalam masalah ini. Pura-pura tidak tahu kalau ada Halloween, saya menghabiskan waktu di rumah saja. Tapi, karena mendengar banyak orang keluar malam dan memakai kostum aneh-aneh, saya jadi penasaran. Berkat undangan Margee dan mobilnya Harry, saya bisa melihat suasana malam haloween di sekitar Iowa City.
Haloween ternyata merupakan perayaan hantu-hantu bergentayangan di malam hari. Aneka pakaian dikenakan oleh anak-anak, remaja, mahasiswa bahkan orang tua. Mereka bertingkah laku seperti para roh yang berkeliaran bebas mengganggu manusia. Malaikat pencabut nyawa, kerangka berjalan, drakula, rambut gimbal atau badut kartun memenuhi jalanan. Anak-anak kecil yang dicorengi mukanya dengan aneka warna membuat suasana menjadi angker. Serunya, setiap rumah memasang minimal dua labu besar yang diukir seperti kepala tengkorak di halaman. Belum lagi lampu-lampu hias yang dibuat temaram sehingga kesan seram dapat menonjol.
Keramaian Halloween bisa dibilang mirip lebaran di Indonesia. Setiap keluarga berkunjung ke tetangga dengan kostum menyeramkan. Di rumah Margee, saya jadi tahu bahwa para tamu, terutama anak-anak, harus disuguhi permen atau kue kecil yang dimasukkan ke keranjang mereka. Ucapan "trict or treat" menjadi kalimat penyambut tamu, yang artinya mau ditunjukkan sebuah permainan tebak-tebakan atau langsung diberi permen. Sayangnya, banyak anak yang tak peduli dengan ucapan itu tapi mereka langsung saja menyerbu nampan permen yang beraneka ragam.
Nah, minggu ini, Amerika kedatangan lagi hari besar yang tak populer di Indonesia, yakni Thanksgiving. Awalnya saya kira kegiatan ini merupakan acara berbagi hadiah, ternyata tidak. Jumat lalu saya diundang oleh International Office kampus untuk memperingati Thanksgiving. Ternyata acaranya adalah makan malam bersama dengan menu utama ayam kalkun (Turkey). Ayam besar ini disandingkan dengan beberapa jenis bubur dan selai. Ya, rasanya lumayan, cuma agak aneh saja terutama selai yang rasanya asem pahit dan manis. Di samping itu, setiap orang mendapat sepotong kue dan air putih rasa jeruk nipis. Dalam acara ini, saya bisa berkumpul dengan para peneliti dan tamu kampus yang datang dari berbagai penjuru dunia. Kebetulan saya duduk dekat dengan peneliti dari Cina dan Jepang. Kami bertukar cerita tentang negeri masing-masing.
Thanksgiving sebenarnya jatuh pada hari Kamis depan (25 Nov). Saya sudah siap menghadiri acara ini di rumah Margee. Margee nanpaknya sudah menyiapkan hidangan ayam kalkun yang beratnya hampir 13 kilogram. Wah, sudah tidak sabar nih makan Turkey lagi. O ya, satu hal lagi, minggu ini kampus Iowa (dan nampaknya seluruh Amerika) libur satu minggu penuh untuk memperingati Thanksgiving. Orang Amerika sangat senang di liburan ini karena mereka dapat menikmati berbagai potongan diskon cuci gudang dari toko-toko ternama, sperti Best Buy dan Target, khususnya pada hari Jumat depan yang mereka sebut sebagai black Friday. Aneh-aneh saja ya budaya mereka....
Haloween ternyata merupakan perayaan hantu-hantu bergentayangan di malam hari. Aneka pakaian dikenakan oleh anak-anak, remaja, mahasiswa bahkan orang tua. Mereka bertingkah laku seperti para roh yang berkeliaran bebas mengganggu manusia. Malaikat pencabut nyawa, kerangka berjalan, drakula, rambut gimbal atau badut kartun memenuhi jalanan. Anak-anak kecil yang dicorengi mukanya dengan aneka warna membuat suasana menjadi angker. Serunya, setiap rumah memasang minimal dua labu besar yang diukir seperti kepala tengkorak di halaman. Belum lagi lampu-lampu hias yang dibuat temaram sehingga kesan seram dapat menonjol.
Keramaian Halloween bisa dibilang mirip lebaran di Indonesia. Setiap keluarga berkunjung ke tetangga dengan kostum menyeramkan. Di rumah Margee, saya jadi tahu bahwa para tamu, terutama anak-anak, harus disuguhi permen atau kue kecil yang dimasukkan ke keranjang mereka. Ucapan "trict or treat" menjadi kalimat penyambut tamu, yang artinya mau ditunjukkan sebuah permainan tebak-tebakan atau langsung diberi permen. Sayangnya, banyak anak yang tak peduli dengan ucapan itu tapi mereka langsung saja menyerbu nampan permen yang beraneka ragam.
Nah, minggu ini, Amerika kedatangan lagi hari besar yang tak populer di Indonesia, yakni Thanksgiving. Awalnya saya kira kegiatan ini merupakan acara berbagi hadiah, ternyata tidak. Jumat lalu saya diundang oleh International Office kampus untuk memperingati Thanksgiving. Ternyata acaranya adalah makan malam bersama dengan menu utama ayam kalkun (Turkey). Ayam besar ini disandingkan dengan beberapa jenis bubur dan selai. Ya, rasanya lumayan, cuma agak aneh saja terutama selai yang rasanya asem pahit dan manis. Di samping itu, setiap orang mendapat sepotong kue dan air putih rasa jeruk nipis. Dalam acara ini, saya bisa berkumpul dengan para peneliti dan tamu kampus yang datang dari berbagai penjuru dunia. Kebetulan saya duduk dekat dengan peneliti dari Cina dan Jepang. Kami bertukar cerita tentang negeri masing-masing.
Thanksgiving sebenarnya jatuh pada hari Kamis depan (25 Nov). Saya sudah siap menghadiri acara ini di rumah Margee. Margee nanpaknya sudah menyiapkan hidangan ayam kalkun yang beratnya hampir 13 kilogram. Wah, sudah tidak sabar nih makan Turkey lagi. O ya, satu hal lagi, minggu ini kampus Iowa (dan nampaknya seluruh Amerika) libur satu minggu penuh untuk memperingati Thanksgiving. Orang Amerika sangat senang di liburan ini karena mereka dapat menikmati berbagai potongan diskon cuci gudang dari toko-toko ternama, sperti Best Buy dan Target, khususnya pada hari Jumat depan yang mereka sebut sebagai black Friday. Aneh-aneh saja ya budaya mereka....
Jumat, 19 November 2010
KEPANASAN SAAT HEATER TAK BISA PADAM
Kemarin malam, saya dapat pengalaman baru. Di saat nyenyak tidur sekitar pukul 1, saya terbangun karena kepanasan. Udara dalam kamar benar-benar beda dari biasanya. Saya kaget ketika melihat penunjuk temperatur, lebih dari 90 derajat Fahrenheit. Itu berarti sekitar 30 derajat Celcius, mirip udara di Jakarta di bawah terik matahari. Saya langsung membuka pintu dan jendela untuk mengeluarkan hawa yang menggerahkan badan itu.
Saya jelas tidak bisa tidur lagi. Dalam kondisi heater yang terus memancarkan udara panas dan hawa dingin dari luar melalui pintu, saya tidak berani memejamkan mata karena khawatir heater akan meledak atau ada orang masuk dari pintu yang terbuka. Dalam kegalauan, saya berusaha menenangkan diri sambil mencari cara untuk mematikan heater. Berjam-jam saya berpikir keras untuk mencari solusi masalah ini.
Beberapa tombol pengurang panas sudah satu putar tapi hasilnya nihil. Suasana kian mencekam. Mesin pengendali suhu tetap tidak berfungsi. Akhirnya, dengan tekad bulat setelah hari menjelang pagi, saya coba membuka penutup heater itu dan melihat kalau-kalau ada instruksi untuk mematikan mesin. Walau wajah dan badan diterpa hawa panas heater, saya tetap berusaha mencari tombol-tombol di dalam mesin itu kalau-kalau ada yang bisa diputar. Alhamdulillah, berkat sebuah petunjuk kecil di bawah heater gas itu, saya bisa mematikan mesin itu dengan memutar sebuah knop putih di sekitar saluran gas ke arah off. Oh, betapa senangnya saya setelah seperti 'terbakar' selama lebih dari lima jam.
Setelah matahari mulai muncul, saya mencoba menelepon pemilik kosan. Beberapa kali saya coba, tetapi tidak juga berhasil. Saya pun mengirim pesan singkat yang memberitahukan bahwa alat kontrol heater di ruang saya tidak berfungsi sehingga tidak bisa padam secara otomatis. Beruntung, beberapa saat kemudian, sang pemilik kosan menelepon sambil menanyakan kondisi saya. Ia kemudian berjanji akan menghubungi petugas teknisi yang ahli di bidang saluran gas dan heater.
Siang kemarin si petugas datang dan memeriksa kondisi heater. Dengan cekatan ia memutuskan untuk mengganti alat kontrol suhu udara sehingga nanti ketika suhu sudah sesuai dengan keinginan dapat mati dengan sendirinya. Akhirnya, alhamdulillah, malam ini saya sudah tidak khawatir lagi dengan situasi kamar yang kini telah nyaman kembali. Wow, petualangan belum berakhir juga rupanya. hehehe
Saya jelas tidak bisa tidur lagi. Dalam kondisi heater yang terus memancarkan udara panas dan hawa dingin dari luar melalui pintu, saya tidak berani memejamkan mata karena khawatir heater akan meledak atau ada orang masuk dari pintu yang terbuka. Dalam kegalauan, saya berusaha menenangkan diri sambil mencari cara untuk mematikan heater. Berjam-jam saya berpikir keras untuk mencari solusi masalah ini.
Beberapa tombol pengurang panas sudah satu putar tapi hasilnya nihil. Suasana kian mencekam. Mesin pengendali suhu tetap tidak berfungsi. Akhirnya, dengan tekad bulat setelah hari menjelang pagi, saya coba membuka penutup heater itu dan melihat kalau-kalau ada instruksi untuk mematikan mesin. Walau wajah dan badan diterpa hawa panas heater, saya tetap berusaha mencari tombol-tombol di dalam mesin itu kalau-kalau ada yang bisa diputar. Alhamdulillah, berkat sebuah petunjuk kecil di bawah heater gas itu, saya bisa mematikan mesin itu dengan memutar sebuah knop putih di sekitar saluran gas ke arah off. Oh, betapa senangnya saya setelah seperti 'terbakar' selama lebih dari lima jam.
Setelah matahari mulai muncul, saya mencoba menelepon pemilik kosan. Beberapa kali saya coba, tetapi tidak juga berhasil. Saya pun mengirim pesan singkat yang memberitahukan bahwa alat kontrol heater di ruang saya tidak berfungsi sehingga tidak bisa padam secara otomatis. Beruntung, beberapa saat kemudian, sang pemilik kosan menelepon sambil menanyakan kondisi saya. Ia kemudian berjanji akan menghubungi petugas teknisi yang ahli di bidang saluran gas dan heater.
Siang kemarin si petugas datang dan memeriksa kondisi heater. Dengan cekatan ia memutuskan untuk mengganti alat kontrol suhu udara sehingga nanti ketika suhu sudah sesuai dengan keinginan dapat mati dengan sendirinya. Akhirnya, alhamdulillah, malam ini saya sudah tidak khawatir lagi dengan situasi kamar yang kini telah nyaman kembali. Wow, petualangan belum berakhir juga rupanya. hehehe
Kamis, 18 November 2010
KENAPA KOK ADA TANTANGAN TERUS YA?
Sudah hampir lima bulan tinggal di kampung Om Obama, rasanya saya tidak pernah berhenti dihadapkan pada situasi yang memeras otak dan tenaga. Pusing kadang-kadang. Tidak hanya soal akademik terkait dengan penelitian yang nggak beres-beres, tapi juga soal teknis hidup yang aneh-aneh... Pingin sekali bisa jalan-jalan santai tanpa memikirkan tugas dan kewajiban. Atau tidur panjang seharian....Kapan ya? Lho kok jadi ngeluh ya....hehehe
Saya bukannya ingin mengeluh, tapi saya kadang prihati pada diri saya sendiri. Mungkin karena Tuhan saking sayangnya, maka saya diberi berbagi "kegiatan" biar tidak nganggur. Untuk Minggu ini tantangannya adalah telepon internasional saya diblokir. Saya tidak bisa lagi berkomunikasi ria dengan keluarga. Mengapa? Panjang cerita.
Begini awalnya. Saat saya berada di Virginia, ada transaksi bank di rekening yang bukan saya pelakunya. Pertama adalah potongan Amazon sebesar $79 dan kedua adalah Rebtel (calling card online untuk telepon internasional) sebanyak $10. Saya kaget dan langsung mengontak bank via email. saya khawatir jangan-jangan ada orang usil yang telah menghacker nomor PIN saya saat saya sedang transaksi online. Panjang prosesnya untuk bisa menarik dana saya yang sudah terdebit. Dengan aneka usaha, akhirnya saya bisa mendapatkan uang itu kembali setelah saya urus administrasinya sekembali saya ke Iowa.
Nah, minggu ini, Rebtel saya diblokir. Saya tidak tidak bisa lagi mengontak nomor-nomor Indonesia. Sedih banget deh, jadi semakin sepi. Sebagai gantinya, saya minta keluarga yang menepon ke Amerika. Tapi, mau tidak-mau saya harus bisa menyelesaikan blokir telepon itu. Saya merasa agak heran, baru saja saya isi $25, tiba-tiba langsung macet. Ada apa ini?
Seperti biasa, saya harus sibuk-sibuk mencari data kontak Rebtel di website. Saya hanya mendapatkan alamat email, tanpa nomor telepon. Saya pun mengirim email dan tidak juga dapat balasan. Saya pun mengirim lagi dan memperjelas komplain saya. Hari Senin lalu, datang pemberitahuan bahwa saya punya htuang $10. Lho kok? Ternyata dengan beberapa kali korespondensi, dana yang dulu saya tarik dari bank dengan asumsi ada transaksi di laur pengetahuan saya itu kini menjadi hutang. Hemmm, saya pun protes. Tapi, jawabannya adalah bahwa pemotongan $10 itu sebenarnya untuk pembayaran pulsa yang sudah saya pakai beberapa waktu sebelumnya, Jadi pemotongannya terlambat. Wah, saya jadi malu nih...hehehe
Saya pun ke bank untuk mengklarifikasi masalah ini. Pihak bank siap akan membantu untuk pembatalan laporan saya dulu (dispute). Tapi, ternyata, berusan saya dapat email dari bank bahwa saya sudah tidak bisa lagi membatalkan dispute itu. Saya harus mengurus ke Rebtel secara langsung untuk proses pembayaran hutang saya. Wah, saya jadi pening nih, kok ribet banget ya? Zaman modern yang katanya serba cepat tapi ternyata perlu prosedur yang rumit....ya...jalani aja deh... Itung-itung tambah pengalaman...hehehe
Saya bukannya ingin mengeluh, tapi saya kadang prihati pada diri saya sendiri. Mungkin karena Tuhan saking sayangnya, maka saya diberi berbagi "kegiatan" biar tidak nganggur. Untuk Minggu ini tantangannya adalah telepon internasional saya diblokir. Saya tidak bisa lagi berkomunikasi ria dengan keluarga. Mengapa? Panjang cerita.
Begini awalnya. Saat saya berada di Virginia, ada transaksi bank di rekening yang bukan saya pelakunya. Pertama adalah potongan Amazon sebesar $79 dan kedua adalah Rebtel (calling card online untuk telepon internasional) sebanyak $10. Saya kaget dan langsung mengontak bank via email. saya khawatir jangan-jangan ada orang usil yang telah menghacker nomor PIN saya saat saya sedang transaksi online. Panjang prosesnya untuk bisa menarik dana saya yang sudah terdebit. Dengan aneka usaha, akhirnya saya bisa mendapatkan uang itu kembali setelah saya urus administrasinya sekembali saya ke Iowa.
Nah, minggu ini, Rebtel saya diblokir. Saya tidak tidak bisa lagi mengontak nomor-nomor Indonesia. Sedih banget deh, jadi semakin sepi. Sebagai gantinya, saya minta keluarga yang menepon ke Amerika. Tapi, mau tidak-mau saya harus bisa menyelesaikan blokir telepon itu. Saya merasa agak heran, baru saja saya isi $25, tiba-tiba langsung macet. Ada apa ini?
Seperti biasa, saya harus sibuk-sibuk mencari data kontak Rebtel di website. Saya hanya mendapatkan alamat email, tanpa nomor telepon. Saya pun mengirim email dan tidak juga dapat balasan. Saya pun mengirim lagi dan memperjelas komplain saya. Hari Senin lalu, datang pemberitahuan bahwa saya punya htuang $10. Lho kok? Ternyata dengan beberapa kali korespondensi, dana yang dulu saya tarik dari bank dengan asumsi ada transaksi di laur pengetahuan saya itu kini menjadi hutang. Hemmm, saya pun protes. Tapi, jawabannya adalah bahwa pemotongan $10 itu sebenarnya untuk pembayaran pulsa yang sudah saya pakai beberapa waktu sebelumnya, Jadi pemotongannya terlambat. Wah, saya jadi malu nih...hehehe
Saya pun ke bank untuk mengklarifikasi masalah ini. Pihak bank siap akan membantu untuk pembatalan laporan saya dulu (dispute). Tapi, ternyata, berusan saya dapat email dari bank bahwa saya sudah tidak bisa lagi membatalkan dispute itu. Saya harus mengurus ke Rebtel secara langsung untuk proses pembayaran hutang saya. Wah, saya jadi pening nih, kok ribet banget ya? Zaman modern yang katanya serba cepat tapi ternyata perlu prosedur yang rumit....ya...jalani aja deh... Itung-itung tambah pengalaman...hehehe
Langganan:
Postingan (Atom)