Kematian Mbah Surip (4/8/09) cukup mengejutkan banyak pihak. Penyanyi yang sedang naik daun melalui lagunya “Tak Gendong Kemana-mana” nampaknya memiliki penggemar dari berbagai kalangan. Bahkan, presiden pun menyempatkan untuk menyampaikan ucapan bela sungkawa. Seperti apakah Mbah Surip?
Pria nyentrik asal Majokerto bukanlah penyanyi muda profesional yang memang dicetak untuk menjadi seorang artis. Usianya yang sudah berkepala enam bisa jadi untuk ukuran umum bukan merupakan masa keemasan. Meraih popularitas di usia senja jarang sekali terjadi di kalangan selibritis. Justru, ketika seseorang berstatus kakek biasanya akan menarik diri dari keramaian untuk mempersiapkan diri menjalin lebih intensif hubungannya dengan sang pencipta mengingat usia hidup semakin menipis. Hal yang terjadi untuk Mbah Surip justru sebaliknya. Di kala orang-orang sepantarannya menikmati masa pensiun dan menimang cucu, ia malah menemukan momen tepat untuk menjadi seorang selibritis. Lagu-lagunya yang santai dan sederhana mendapat apresiasi di kalangan pecinta musik indonesia sehingga ia harus keliling Indonesia untuk menggelar promosi album dan konser. Alhasil, tubuhnya yang sudah tidak muda lagi merasakan kelelahan yang serius sehingga membuatnya tutup usia. Sayang memang, tapi Tuhan punya kehendak yang tak dapat dikendalikan oleh siapapun.
Sebagian kelangan menilai bahwa kepergian Mbah Surip yang begitu cepat disebabkan oleh pola hidupnya yang kurang sehat. Rokok yang terus sambung-menyambung di bibirnya dipadu dengan kopi hitam sekitar 20 gelas sehari dianggap menjadi pemicu utama serangan jantung. Ditambah lagi, kegiatannya yang mendadak padat tanpa dibarengi istirahat yang cukup membuat fisiknya ambruk. Oleh sebab itu, popularitas yang kurang diimbangi dengan gaya hidup sehat bisa membuat seseorang kehilangan segala impiannya.
Mbah Surip yang sudah lama terjun di bidang musik sejak menjadi pengamen jalanan di ibu kota sebenarnya sedang menikmati hasil kerja kerasnya di akhir usianya. Lagunya sudah mengalirkan uang sekitar 5 milyar dalam waktu yang kurang dari satu semester. Jadwal manggung yang padat, baik on air maupun off air, berpeluang untuk terus meningkatkan jumlah rupiah yang diterimanya. Ia bak tokoh musik yang sudah lama ditunggu penggemarnya. Jadilah ia sebagai idola baru di kancah blantika musik tanah air.
Terlepas dari takdir Tuhan yang mengharuskannya berhenti berkarir, ada beberapa pelajaran berharga yang dapat kita petik dari panggung kehidupan Mbah Surip.
1. Istiqamah dalam bekerja. Mbah Surip adalah sosok sederhana yang memiliki cita-cita tinggi. Walau ia bukan penyanyi yang terkenal di saat muda, ia tetap berkarya melalui album-album sederhananya yang dijual di pinggir jalan. Ia mungkin tidak menyangka kalau setelah lebih dari sepuluh tahun, lagu-lagunya akan dikenal luas seperti sekarang. Bahkan namanya bisa melebihi popularitas Mbah Marijan yang berani melawan opini publik saat Gunung Merapi meletus. Istiqamah dalam satu karir seringkali membuat seseorang akan mendapat berkah atas ketekunannya. Kemiskinan dan kehinaan yang pada satu saat dialami akan berubah menjadi kekayaan dan kemuliaan di waktu yang lain asalkan istiqamah, teguh dalam pendirian yang positif. Mbah Surip yang tidurnya menggelandang di emperan toko dan sering berurusan dengan petugas trantib DKI Jakarta kini dielu-elukan banyak orang. Semoga saja, semangat yang tak kunjung padam dalam ditiru oleh generasi muda saat ini.
2. Nyentrik. Dandanan Mbah Surip yang agak aneh di samping gaya tertawanya yang agak ekstrim membuatnya mudah dikenali. Rambut gimbalnya yang dikepang panjang menjadi ikon dirinya dalam beraksi. Ditambah lagi, lagu-lagunya yang menyuarakan gaya hidup masyarakat menengah ke bawah menjadi daya tarik tersendiri. Ini berarti ia memiliki orisinalitas yang tinggi. Dengan demikian, untuk menjadi terkenal, seseorang harus mempunyai jati diri yang khas dan kreatif sehingga mampu menyedot perhatian masyarakat.
3. Hidup seimbang. Masyarakat yang merasa terhibur oleh lagu dan lagak Mbah Surip tentu kaget dengan meninggalnya artis baru ini. Rasanya tidak rela kalau orang yang menjadi favoritnya menghembuskan nafas terakhir begitu cepat tanpa didahului oleh berita sakitnya. Setidaknya, jika pernah diberitakan sakit, psikologi masyarakat sudah siap jika tiba-tiba sang idola menghadap sang Khalik. Mbah Surip yang biasanya santai dalam hidup yang jauh dari kesibukan yang padat mendadak menjadi artis papan atas. Konsekuensinya, ia tidak lagi bisa mengontrol dirinya dan mengatur waktunya untuk sekedar istirahat. Walau ia selalu tampil ceria dengan gaya tertawa khasnya, ia tidak dapat menyembunyikan fakta bahwa tubuhnya butuh melepas lelah. Belum lagi pola konsumsi Mbah Surip yang tidak seimbang. Oleh sebab itu, belajar dari kematian Mbah Surip, satu hal yang harus diperhatikan adalah perlunya hidup seimbang, tidak hanya berkaitan hanya soal fisik, tapi juga masalah kejiwaan. Jiwa yang gersang dengan fisik yang kurang tertata akan memudahkan seseorang mengalami gangguan kesehatan yang fatal. Salah satu yang bisa dilakukan adalah mendekatkan diri kepada sang pencipta melalui agama.
Terakhir, apapun yang terjadi terhadap Mbah Surip, kita patut berdoa semoga amal Mbah Surip diterima di sisi-Nya. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar