Hidup di dunia ini memang tidak mudah. Tiap-tiap manusia memiliki nasibnya sendiri: ada yang kaya raya namun ada yang miskin papa. Kondisi ini memang cukup memprihatinkan, apalagi pemerataan kekayaan belum nampak benar. Tak aneh jika profesi mengemis masih menjadi salah satu pilihan.
Fatwa MUI Sumenep tentang haramnya mengemis belum lama ini sempat menjadi kontroversi. Mensos, Aburizal Bakrie mendukung keputusan ini. Mengemis di satu sisi adalah salah satu profesi yang sangat menjanjikan bagi sebagian orang, karena mengemis dapat mendatangkan rezeki secara langsung dan relatif mudah. Pada sisi lain, mengemis dianggap tindakan yang dapat mengganggu ketertiban umum. Apalagi, saat meminta sedekah orang disertai dengan sedikit ancaman. Hal ini tentu menjadi wajar jika mengemis dihukumi haram.
Saat menentukan suatu hukum, ulama tentu tidak dengan gegabah. Banyak pertimbangan syara' yang harus dijadikan pijakan. Selain itu, pijakan sosiologis tentu tidak boleh diabaikan. Efek dari lahirnya suatu fatwa sudah pasti akan menjadi salah satu unsur penentu ketentraman masyarakat. Dengan demikian, MUI Sumenep yang mengeluarkan fatwa haramnya mengemis dianggap telah membuat pertimbangan-pertimbangan matang tentang positif dan negatif dari munculnya fatwa tersebut.
Pada tataran praktis, kekuatan fatwa memang tidak akan sedasyat kekuatan undang-undang. Ia hanya menjadi salah satu pengisi kekosongan hukum untuk menjawab problema kontemporer. Masyarakat boleh menjalankan dan juga bisa mengabaikan. Namun, bagi sebagian masyarakat yang taat kepada ulama, munculnya fatwa merupakan bentuk aturan yang harus dijalankan. Hanya kemudian, kedewasaan masyarakat dalam menyikapi suatu produk hukum akan menentukan efektif tidaknya suatu fatwa. Jangankan fatwa, hukum yang berupa undang-undang pun tak jarang hanya menjadi dokumen tertulis ketika tidak mendapat dukungan dari masyarakat. Alhasil, fatwa MUI Sumenep tentang haramnya mengemis tinggal menunggu waktu. Jika masyarakat peduli, fatwa itu akan efektif. Namun jika tidak, fatwa itu akan mengalami nasib serupa dengan fatwa-fatwa lain yang awalnya kontroversial namun kemudian ditinggalkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar