Sabtu, 17 September 2011

ENAKNYA JADI MANUSIA PEMAAF

Hidup berdampingan di dalam komunitas heterogen tak jarang memunculkan sekian banyak masalah. Perbedaan agama, aliran dalam agama, hingga perbedaan suku dan ras kerap kali memicu permusuhan. Awalnya mungkin hanya bercanda atau sekedar tak sama dengan sekitar, namun bila disulut terus-menerus maka  persoalan kecil akan bisa menimbulkan malapetaka besar di masyarakat yang lebih luas.

Alangkah indahnya jika masyarakat kita mempunyai imun untuk kesabaran. Sabar memang mudah dilidah namun sulit untuk dilakukan. Meskipun begitu, sabar sudah terbukti manjur untuk meredam gejolak amarah dalam dada dan mendinginkan suasana. Apa yang akan terjadi jika kita bertengkar dengan tetangga dekat? Apa pula yang akan kita alami bila kemudian kita beradu fisik hingga berlumuran darah? Ah, rasanya sia-sia hidup ini jika hanya digunakan untuk memperuncing masalah-masalah kecil yang sebenarnya akan mudah teratasi dengan sedikit menahan diri.

Menahan diri efektif dalam mengatur volume emosi kita. Saat kemarahan meluap, ada baiknya kita berwudhu untuk menenangkan pikiran. Kalau masih juga belum berhasil, mungkin kita sejenak rehat dari hiruk pikuk kehidupan kita yang memenatkan. Kita bisa menghela nafas sambil menatap langit yang luas nan biru. Di sana ada keteduhan yang dipancarkan Tuhan melalui makhluk-Nya yang setia melindungi segenap insan di bumi. Sinar matahari sebagai sumber energi kehidupan begitu istiqamah memancarkan cahaya kepada siapapun, tak peduli ingkar atau iman kepada sang Khalik. Ia tidak emosi ketika ada manusia yang menyekutukan Tuhan atau bahkan tak percaya adanya Tuhan. Matahari tetap menahan diri dan tunduk patuh dengan sunnatullah yang ditetapkan untuknya. Andai kiranya kita bisa meneladani sikap sang raja siang itu, niscaya kita akan tetap berjalan ke depan tanpa harus terbebani dengan emosi yang bergejolak akibat huru-hara persoalan di sekitar kita.

Ada satu hal lagi yang patut ditekankan di sini selain tahan emosi, yakni keluasan hati untuk memaafkan. Kata maaf bisa bermakna permohonan peleburan kesalahan. Ilustrasinya, maaf itu seperti ombak yang meratakan  istana pasir di pantai. Bangunan yang dibuat dari pasir itu lenyap tak tersisa dan tak berbekas karena kembali jadi hamparan pasir seperti semula. Bila maaf hanya sekedar melenyapkan kesalahan seperti kerja penghapus terhadap tulisan pensil di kertas, maka maaf itu akan tetap memberikan bekas yang tak mungkin terurai. Maaf dalam kategori ini masih bersifat semu, hanya bersalaman tangan tapi belum bersalaman hati. Andai kita bisa memaafkan kesalahan orang lain seperti gelombang di pantai, tentu hidup ini akan terasa nikmat dan selalu segar. Ingatan kita hanya akan dipenuhi oleh pandangan-pandangan khusnuzhan terhadap orang lain. Kita patut meneladani sifat Allah yang Maha Pengampun dan Maha Lembut terhadap hamba-Nya.

Mari kita jadikan diri kita sebagai anggota masyarakat yang pemaaf. Mari kita hilangkan semua dendam dalam hati. Rasa dendam hanya akan membuat wajah kita merah padam. Kerutan muka kita akan semakin nampak sehingga usia kita bisa jadi  tak akan panjang. Hidup damai dengan hati bersih tanpa dendam akan membuat hidup ini penuh gairah dan penuh warna. Senyum akan lebih menentramkan daripada wajah muram nan menyeramkan. hehehe. Setuju, kan?


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Introduction