Jika
menilik kembali kisah kurban nabi Ibrahim dan nabi Ismail, kurban memiliki
beberapa syarat. Di antaranya adalah pelaku harus memiliki niat yang ikhlas dan
kesadaran ketuhanan yang tinggi. Ketika syarat ini tidak ada, maka pengurbanan
apapun yang dilakukan seseorang, ia pasti menginginkan imbalan yang setara atau
bahkan lebih besar dari pada apa yang ia kurbankan. Seharusnya, “berdagang amal”
kali ini adalah dengan Allah SWT. Jadi, keuntungannya berorientasi akhirat,
bukan dunia belaka. Syarat berikutnya adalah bahwa benda yang dikurbankan merupakan benda
yang dicintai atau bahkan benda yang
paling berharga. Ibrahim sangat mencintai Ismail. Namun, demi cintanya kepada
zat yang lebih agung, barang yang dicintainya pun diserahkan untuk meraih cinta
hakiki. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kehidupan, perbuatan baru dikatakan
berkurban ketika apa yang menjadi daya pikat dan kekuatan kita diserahkan untuk
kepentingan dan kemaslahatan umat yang lebih tinggi tanpa pamrih. Sikap ini kian
hari kian langka seiring dengan maraknya perdagangan pekerjaan yang dimotori
oleh watak kapitalisme. Untuk itu, semangat berkurban hendaknya dimulai dari
diri kita dengan menjadikan apa yang kita cintai sebagai washilah untuk
menggapai cinta dari tuhan yang menciptakan. Bukankah kekayaaan atau jabatan yang
kita miliki hanyalah sementara? Suatu saat semua yang kita banggakan akan
hilang lenyap. Oleh sebab itu, mumpung masih bisa, selagi ada waktu, ruh
berkurban hendaknya menjadi nafas kita dalam menjalankan kehidupan ini.
Semangat
berkurban merupakan salah satu ajaran yang dapat diwujudkan dalam berbagai segi
kehidupan, termasuk dalam penegakan hukum. Indonesia merupakan negara hukum
namun tidak dipungkiri banyak ditemukan penyimpangan-penyimpangan hukum yang
melukai hati masyarakat. Baru-baru ini muncul kasus pengangkatan pejabat negara
yang pernah dipidana korupsi. Para tahanan tertentu juga banyak yang masih
menikmati fasilitas hidup mewah. Mengapa ini terjadi? Salah satunya ruh kurban
belum masuk secara mendalam ke relung-relung kehidupan. Masih banyak orang yang
mementingkan diri sendiri, keluarga atau golongan. Hukum masih berpihak ke
kelompok kuat baik dari sisi jabatan atau kekayaan. Peradilan belum memberikan
rasa adil yang sebenar-benarnya. Untuk itu, jika ruh kurban dapat diterapkan
dalam kehidupan senyatanya seperti kurban Ibrahim yang tulus tanpa pamrih, maka
manusia dapat menyembelih sifat “kehewanan”nya yang suka serakah dan menang
sendiri. Hukum dan peradilan akhirnya bisa menjadi pelindung sekaligus penjaga
kehidupan semua orang tanpa kecuali.
Dalam
hukum, pengorbanan yang penting antara lain dengan menjalankan hukum sesuai dengan
rasa keadilan masyarakat. Peradilan harus bebas intervensi dari orang lain. Hukum
harus tegak di atas semua golongan tanpa kecuali. Juga, hukum dibuat bukan
hanya melayani segelintir orang yang ingin kepentingannya terlindungi. Banyak
hukum di Indonesia yang muncul hanya karena keinginan sekelompok orang untuk
mendapat legitimasi, seperti perda-perda yang bernuansa sara atau diskriminasi.
Hal ini tentu sangat urgen di tengah situasi masyarakat yang sering tidak yakin
tentang kepastian hukum dan keadilan hukum.
Hakim
harus memutus perkara dengan hati nurani karena keputusannya tidak hanya
berkorelasi dengan para pihak yang bersengketa tetapi dengan sang pencipta yang
selalu mengawasinya. Kesadaran robbani inilah yang akan mampu menahan seseorang
untuk berbuat curang dan hanya memenangkan ego dan hawa nafsunya. Hal ini juga
berlaku untuk para penegak hukum lainnya, seperti aparat kepolisian dan KPK.
Mereka harus jujur dan rela melaksanakan kewajiban dengan tulus tanpa harus
takut menghadapi siapapun. Jika suatu saat mereka meninggal dalam rangkaian
tugas, mereka harus yakin bahwa mereka tergolong orang-orang yang mati syahid.
Jadi,
kurban bukan sebuah serimonial tahunan belaka. Semangat kurban harus diaplikasikan
dalam kehidupan nyata kita di mana pun kita berada. Semoga perayaan kurban
tahun ini menjadi momen penting kita untuk menegakkan kebenaran dan keadilan tanpa
pamrih dan tanpa tebang pilih. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar