Kamis, 01 November 2012

INTERNET, SMARTPHONE, DAN PERGAULAN BEBAS

Hampir semua orang yang sudah pernah menjelajahi dunia internet pasti merasakan manfaatnya yang luar biasa. Sebelum adanya internet, informasi begitu sulit didapat dan kalaupun bisa masih perlu usaha keras dan biaya yang cukup tinggi. Sebagai akademisi, saya mengakui bahwa pekerjaan saya sangat terbantu dengan adanya internet. Saya sering mencari informasi tentang berbagai hal yang berkaitan dengan profesi dan keahlian saya. Buku-buku, jurnal, artikel, dan tulisan-tulisan lepas banyak bertebaran di dunia maya yang dilengkapi gambar full color. Belanja online, pesan tiket hingga komunikasi langsung via webcame sudah menjadi menu harian yang tak asing bagi banyak orang. Jagat hiburan pun mudah didapat dan gratis pula melalui game online maupun situs penyedia film. Pendeknya, internet bukan hal asing dan kian menjadi kebutuhan pokok di era globalisasi ini.
Akses internet kini semakin mudah dan murah. Dulu, seseorang yang ingin mengakses internet harus berjalan dulu ke warnet dan dengan sabar menghadapi antrian panjang dan biaya yang cukup mahal. Kini, telah hadir ponsel pintar atau smartphone dengan harga kacang goreng yang dapat ditemukan di mana-mana. Banjirnya produk-produk luar negeri yang murah meriah menyebabkan telepon genggam sudah biasa dikonsumsi anak-anak pra sekolah sekalipun. Telepon rumah banyak yang diputus dan beralih ke telepon mobile. Internet pun tidak kalah seru. Hampir setiap telepon telah dilengkapi gadget untuk akses internet. Tawaran bonus dari provider semakin memanjakan para netter. Akhirnya, akses informasi semakin mudah dan sangat murah.
Permasalahannya kemudian, apakah teknologi canggih itu hanya memberikan dampak positif saja? Ternyata tidak. Kemajuan teknologi selalu bersifat value free. Ia bersifat netral dan dapat digunakan untuk apa saja tergantung si pemiliknya. Dulu, sebelum adanya televisi, pro kontra hadirnya teknologi gambar jarak jauh itu kerap muncul dan bahkan hingga sekarang. Begitu pula saat internet menjadi tren gaya hidup manusia modern. Perbedaan pendapat selalu saja bermunculan. Permasalahannya adalah apakah semua orang akan menyikapi perkembangan teknologi itu dengan baik dan akan memanfaatkan semua fasilitas itu untuk kebaikan hidup? Pasti jawabnya sangat klasik: tergantung orangnya.
Internet yang kini dengan mudah dapat diakses via ponsel pintar telah banyak membuat resah banyak kalangan. Setidaknya penelitian dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika  pada 2011 yang melibatkan 1.800 pelajar di Los Angeles berusia 12-18 menunukkan bahwa smartphone dapat memicu pergaulan bebas para remaja (www.kompas.com, 31 Okt 2012). Mereka bisa mencari pasangan via internet dan melakukan pergaulan bebas tanpa ikatan pernikahan. Miris bukan?
Menurut saya, smartphone bagi orang dewasa sangat bermanfaat. Tetapi, bila disalahgunakan oleh mereka yang belum dewasa dan hanya mencari kesenangan belaka, maka internet yang diakses melalui ponsel pintar dapat memicu kriminalitas baru seperti perdagangan anak, penipuan, dan pergaulan bebas. Anak-anak yang hidup di pedesaan tak kalah mahirnya menggunakan smartphone. Kasus hamil di luar nikah tak jarang diawali dengan komunikasi via telepon dengan orang tak dikenal dan informasi-informasi tanpa sensor yang dapat diakses via handphone di dalam kamar tertutup. Bonus pulsa dan internet gratis semakin menyuburkan perilaku negatif bagi orang-orang yang tak dapat menguasai hawa nafsunya. Prihatin memang, tapi sekali lagi ini merupakan tantangan untuk anak-anak kita dan generasi penerus bangsa yang harus siap mental menghadapi arus informasi yang kian menggila tanpa batas.
Untuk mengantisipasi hal ini, saya mempunyai beberapa usulan. Pertama, hendaklah orang tua selalu menjalin komunikasi dengan anak-anak sambil menjelaskan plus minus smartphone. Banyak orang tua yang malu ketika anaknya dibilang anak jadul karena teleponnya tidak ada video atau akses internet. Bagi saya, handphone bagi anak remaja masih sebatas berfungsi untuk alat komunikasi. Jadi, jika mereka ingin mengakses internet cukup melalui komputer yang ada di ruang terbuka yang dapat dikontrol oleh orang tua.
Kedua, pendidikan agama telah terbukti menjadi filter mujarab bagi anak-anak agar mereka memiliki rasa bersalah ketika melakukan perbuatan buruk. Perasaan selalu diawasi oleh zat yang maha agung dan  adanya pertanggungjawaban atas segala perbuatan kelak di akhirat layak untuk ditanamkan sejak dini. Meskipun ini terdengar klise, tapi bagi saya tak ada yang bisa mengatur diri seseorang kecuali dirinya sendiri. Sebanyak apapun pengawasan, sesering apapun nasehat, kalau tidak dibarengi dengan kesadaran robbani kehidupan ini akan semakin hancur. Tidak hanya dalam hal akses internet yang tidak sehat, kehidupan ini secara luas juga akan rusak bisa manusia hanya mengikuti hawa nafsunya yang cenderung mengajak kepada keburukan. Korups misalnya akan tetap tumbuh subur selama manusia tidak memiliki kesadaran robbani. Jadi, pendidikan agama yang mengajarkan budi pekerti luhur tetap masih nomor satu untuk perbaikan moralitas dalam kehidupan.
Demikian, sekilas unek-unek senja yang cukup menggundahkan saya. Semoga ada manfaatnya. Salam hangat!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Introduction