Kamis, 10 Desember 2009

KEIKHLASAN SEORANG PEMIMPIN

Setiap orang adalah pemimpin, setidaknya pemimpin untuk diri sendiri. Dalam konteks sosial lebih luas, kita mengenal kepala rumah tangga, ketua RT, ketua RW, kepala desa, camat hingga presiden. Mereka adalah orang terpilih untuk mewakili anggotanya, dari yang hanya beberapa orang hingga jutaan manusia. Pemimpin harus berani bertanggung jawab atas segala keputusannya dalam mengatur dan menata mitra kerjanya. Semua itu menuntut kerja keras dan pengorbanan yang luar biasa demi teraihnya kesuksesan.

Menjadi pemimpin sering didambakan orang. Nampaknya, ketika dipilih menjadi pemimpin, kehormatan dan kenikmatan akan mengalir dengan mudah. Misalnya, ketika menjadi karyawan biasa, haji cuma pas untuk makan sebulan. Rasanya tidak bisa jika kemudian mengharap banyak untuk dapat rekreasi, menginap di hotel, atau beli pakaian bermerk. Tapi, ketika mulai menjabat, entah itu kepala seksi, kepala bagian, lebih-lebih direksi, orang-orang di sekitar nampaknya dengan sendirinya menaruh hormat dan aneka fasilitas menjadi hak sang pejabat itu. Kemana-mana diantar sopir pribadi, pakaian selalu rapi dan necis, makanan tumpah ruah dengan aneka hidangan. Pendeknya, surga dunia mulai terasa. Tak ayal, jika kemudian berbagai cara dilakukan orang untuk menduduki jabatan, mulai dari pasang spanduk, mengunjungi kiayi, hingga mendatangi rumah-rumah penduduk untuk menebar amplop 'kerjasama'. Bahkan kalau perlu memanipulasi data perolehan suara dan menyuap pemegang kuasa. Inilah suatu fenomena yang tak asing kita dengan dalam kehidupan ini.

Padahal, jika kemudian kita sadari dengan tulus arti sebuah kepemimpinan, sungguh sulit kita dapat menunaikan amanah yang dibebankan. Contoh kecil dalam lingkup keluarga. Memimpin istri dan anak-anak bukanlah perkara enteng. Setiap hari seorang suami memiliki kewajiban untuk menafkahi keluarga dalam bentuk sandang, pangan, papan, plus pendidikan, kesehatan, ketentraman, hiburan dan semacamnya. Jika tidak dilakukan dengan ikhlas, tentu beban berat itu akan menimbulkan stres berkepanjangan yang dapat berakibat fatal. Depresi dan kematian mendadak akibat beban keluarga banyak kita jumpai, tidak hanya dalam keluarga tidak mampu, tapi juga dalam keluarga berada. Ini menunjukkan kebahagiaan seseorang tidak selalu dapat diukur dari jumlah harta yang dimiliki, namun dari pengaturan hati yang lapang dan ikhlas dalam mengemban tugas mulia itu.

Pada tataran yang lebih luas, pemimpin kampus misalnya, tentu memiliki tanggung jawab yang lebih besar. Ia tidak hanya memperhatikan keluarga pribadinya tapi harus memikirkan seluruh penghuni kampus yang jumlahnya ribuan. Ia harus pandai mengatur diri dan membagi tugas dengan para pembantu dan koleganya agar seluruh kegiatan kampus dapat berjalan dengan lancar dan sukses. Kita sadar, bahwa tidak seluruh pemimpin kampus berhasil dalam mengemban amanah warganya, banyak yang didemo dan bahkan diturunkan dengan paksa. Tapi, di sisi lain, ada beberapa pemimpin dielu-elukan dan diharapkan untuk tetap memimpin karena dinilai berhasil membawa kemajuan. Pemimpin semacam ini memang tidak banyak. Mereka yang telah berhasil pada tahap ini tentu telah melewati berbagai fase pematangan dan pendewasaan yang panjang. Tapi, setidaknya ada beberapa karakter mereka yang dapat disampaikan di sini.

Pertama, pemimpin sukses umumnya memiliki kepribadian yang kokoh dan pantang menyerah. Ia tidak akan puas dengan satu program, karena ia akan memunculkan ide baru untuk terus digelindingkan. Sikap istiqamah ini telah banyak membawa mereka menjadi pribadi yang tangguh dalam melewati masa-masa kritis karena dalam dirinya tertanam keyakinan bahwa keberhasilan telah menunggu di gerbang sana.

Kedua, pemimpin harus memberikan contoh yang baik untuk mitra kerjanya. Sulit kiranya seorang pemimpin akan ditaati jika apa yang ia katakan tidak sejalan dengan apa yang ia kerjakan. sebelum memaksa mitranya melakukan suatu perbuatan, ada baiknya sang pemimpin menunjukkan bahwa ia pun bisa menjalankannya. Teladan yang baik akan mudah dicontoh daripada hanya kata-kata saja. tatkala menyarankan orang, ia akan mudah menunjukkan maksud sarannya.

Terakhir, pemimpin harus ikhlas. Ini adalah kunci utamanya. Jika ia melakukan tugasnya karena pamrih sesuatu, entah jabatan akan naik, atau dipuji kolega, tentu hasilnya tidak sebaik ketika ia mengerjakan dengan tulus ikhlas. Memberi contoh orang lain bukan berarti agar ia menuai penghormatan, tapi ia ingin agar semua orang jadi baik. Dengan begitu, ia akan termotivasi untuk terus berkarya dengan mengabdikan diri untuk sang pencipta. Hanya karena Allahlah suatu perbuatan akan membuahkan hasil maksimal dan bertahan abadi. Wa Allah A'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Introduction