Apa sih teori itu? Pertanyaan sederhana ini ternyata seringkali membuat kita gelagapan menjawabnya. Sebenarnya, makna dasar dari teori adalah pokok pikiran atau buah renungan dari seseorang yang umumnya dituangkan dalam bentuk tulisan. Teori si A, sebagai contoh, adalah pendapat si A yang dapat ditemukan dalam sebuah karyanya. Si A mengajukan sebuah konsep tentang terjadinya hukum dalam masyarakat. Teori si A ini akan menjadi perbicangan banyak ilmuwan baik yang setuju maupun yang menolaknya.
Mengapa harus mengenal teori? Teori sebenarnya tidak harus kita ketahui. Namun, dalam sebuah proses mencari ilmu, ternyata berbagai ahli telah mendahui kajian kita sehingga mereka telah lebih awal menunjukkan pikiran-pikirannya. Nah, karena kita bukan sama sekali manusia baru, maka kita perlu mengapresiasi pikiran-pikiran lama kemudian kita menjelaskan posisi kita, baik setuju, menolak, atau merevisinya. Inilah alasan utama tentang perlunya kita menelaah buku, jurnal, atau data-data tertulis lainnya sehingga kita tidak terlepas dari diskusi keilmuan yang sudah dibangun oleh orang-orang sebelum kita.
Apakah teori harus sama dengan apa yang kita kaji? Sebaiknya, teori yang kita angkat memiliki kedekatan ilmu dengan kajian kita. Tetapi, bila kita kesulitan memperoleh pendapat orang yang berada dalam jalur kita, kita bisa menggunakan teori lain yang memiliki kedekatan bahasan. Misalnya, saat kita membahas tentang otentisitas al-Qur'an, lalu kita tidak mendapatkan bahan bacaan tentang hal itu, kita bisa melacak pembahasan orang tentang otentisitas bibel atau injil. Lalu, kita mengembangkan teori tersebut sebagai bahan untuk bertanya lebih lanjut tentang otentisitas al-qur'an. Begitulah seterusnya.
Lebih lanjut, ada sebagian pakar yang mengatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, keberadaan teori tidak terlalu dibutuhkan. Kita hanya menemukan data di lapangan lalu membangun teori baru tanpa perlu mempertimbangkan pendapat pakar-pakar sebelumnya. Namun, dalam kenyataannya, kita tidak bisa berjalan sendiri sebelum ada orang lain yang menuntun langkah kita. Oleh sebab itu, keberadaan teori menjadi mutlak dibutuhkan. Lalu, langkah yang lebih sempurna dari sebuah penelitian kualitatif lapangan adalah ketika kita bisa mereview seluruh diskusi para pakar di bidang kajian kita dan menunjukkan posisi kita di antara bangunan diskusi mereka. Labih baik lagi, apabila kita mampu menawarkan konsep baru atau dikenal dengan men-challenge teori lama dan menunjukkan teori kita yang kuat dengan dukungan argumen yang mendalam dan masuk akal. Di sinilah posisi seorang ilmuwan dalam melahirkan teorinya.
Dilihat dari derajat popularitasnya, teori bisa diklasifikasikan ke dalam dua golongan: teori besar dan teori kecil. Teori besar adalah sebuah pendapat atau pikiran seseorang yang diakui banyak orang dan menjadi rujukan di setiap diskusi. Misalnya, teori Weber tentang hubungan agama dan kapitalis akan selalu disebut orang tatkala membahas tentang bisnis berbasis religi. Adapun teori kecil adalah pendapat para penulis tertentu yang belum dianggap populer oleh banyak kalangan. Hanya perlu ditekankan di sini, bahwa teori besar selalu lahir dari teori-teori kecil yang awalnya belum dikenal. Dengan berjalannya waktu, teori kecil itu menjadi diakui banyak kalangan sebagai salah satu pijakan untuk pengembangan keilmuan.
Akhirnya, teori merupakan buah pikiran seseorang terkait dengan sesuatu. Skala teori ada yang besar dan ada pula yang kecil. Setiap teori besar selalu bermula dari teori yang kecil. oleh sebab itu, jangan pernah takut untuk berteori, siapa tahu teori kita akan populer di masa mendatang. Tapi, ada satu catatan, jangan asal berteori, bangunlah teori dengan dukungan data yang kuat sehingga kita bisa memberikan alternatif penjelasan baru tentang sesuatu yang belum dipikirkan orang sebelumnya.Semoga...
Happy new hijriah year, hopefully this year we can achieve our target's and blessed by Allah SWT. Amiin.
BalasHapusThank you, Mas Yas...Happy Islamic New Year for you too...May Allah Keep and Bless us Forever...Amin...
BalasHapus