Minggu, 30 September 2012

SENI MEDIASI: KETRAMPILAN UNIK BAGI SANG PENDAMAI

Satu minggu penuh saya mengikuti training Mediasi yang dilaksanakan oleh Maliki Mediation Center (M2C) Malang. Sungguh lelah badan saya karena harus masuk ruangan dari pukul 07.00 pagi hingga pukul 05.00 sore. Untungnya, para trainer yang datang dari Walisongo Mediation Center (WMC) Semarang pandai membawa suasana sehingga waktu berlalu begitu cepat dan ilmu bermanfaat pun didapat. Awalnya saya agak khawatir bahwa materi yang akan disampaikan akan sama dengan pengetahuan umum yang bisa dipelajari dari kehidupan biasa tapi ternyata beda. Banyak teknik mediasi yang belum saya ketahui sebelumnya namun baru saya rasakan pentingnya saat menjalani pelatihan ini. Alhasil, saya puas dan gembira dengan skil baru yang kini memenuhi otak saya.

Pada jam-jam awal dana hari pertama, saya tak mendapat kesan apa-apa. Acara serimonial pembukaan berjalan biasa saja. Perkenalan para trainer juga tak terlalu istimewa. Bahkan, materi perdana tentang definisi konflik, sumber-sumber konflik, dan cara mengatasi konflik sudah sangat mafhum karena saya biasa membaca dan bahkan sering terlibat konflik, baik dalam sekala kecil maupun besar. Namun, ketika masuk hari kedua, saya baru merasa mendapat tantangan. Saat itu, sang trainer meminta kami membuat analisis tentang kasus konflik yang ada di sekitar kami. Saya dan kawan-kawan satu kelompok kecil menentukan satu topik hangat tentang perebutan masjid antara golongan NU dan Muhammadiyah. Nah, kali ini kami ditugasi untuk membuat model analisis yang dipetakan dalam beberapa ragam diagram. Pertama, kami membuat analisis konflik komunal ini dalam bentuk concept mapping. Lalu masalah yang sama harus diuraikan dalam bentuk conflict onion. Tugas terakhir adalah menuangkan konflik itu dalam bentuk conflict tree. Di sinilah, titik awal saya kagum dengan ilmu mediasi. Kami yang ditraining untuk menjadi mediator profesional harus mampu memetakan masalah secara obyektif dan cerdas. Obyektif mengandung arti bahwa kami harus mampu lepas dari atribut pribadi saat menghadapi fenomena konflik. Cerdas berarti kami harus jeli dan teliti memetakan masalah sehingga hubungan antara para pihak yang berseteru, unsur masyarakat yang terlibat, dan garis koneksi harus tertuang dengan lengkap. Dari gambar-gambar tersebut, sang mediator dapat memberikan jalan tengah yang "win-win solution" sehingga konflik bisa diatasi tanpa ada pihak yang merasa kalah. Inilah inti sari mediasi yang memberikan fasilitas bagi para pihak yang bersengketa untuk menemukan jalan keluar yang damai dan memuaskan.

Hari-hari berikutnya, saya dan kawan-kawan dilatih memerankan beberapa tokoh, dari para pihak yang bersengketa, mediator, co-mediator, dan observer. Dari pengalaman latihan langsung inilah saya melihat bahwa skil seorang mediator sangat menentukan berhasil tidaknya ia mengatasi masalah. Beberapa ketrampilan dasar yang harus dimiliki seorang mediator antara lain adalah kemampuannya menurunkan ketegangan konflik, menangkap akar masalah, mengembangkan sejumlah opsi solusi, dan membuat akta kesepakatan.

Pertama, skil yang dibutuhkan untuk menurunkan ketegangan konflik antara lain adalah sikap empati dan gaya bahasa yang menyejukkan. Untuk itu, mediator harus meluangkan waktu yang cukup dan pikiran yang jernih saat menerima para pihak yang bersengketa. Selain itu, gaya bahasa yang soft dan kemampuan memparafrasekan setiap kalimat negatif menjadi kalimat positif menjadi sebuah keniscayaan. Parafrase merupakan ketrampilan menangkap inti kalimat yang diucapkan oleh para pihak yang sedang emosi lalu ditransfer ke dalam  bahasa yang halus dan menenangkan. Hal ini jelas tidak mudah dan butuh latihan berkali-kali sehingga menjadi satu skil yang menyatu dalam kehidupan.

Ketrampilan yang kedua adalah menangkap akar masalah. Saat kedua belah pihak mengungkapkan masalahnya, sang mediator harus memiliki skil mendengarkan dengan baik. Ia harus bersikap ramah dan mencatat hal-hal penting yang menjadi kerisauan para pihak. setelah itu, ia harus pandai membuat kesimpulan tentang posisi masing-masing dan menentukan poin-poin tuntutan kedua belah pihak. Misalnya, pihak satu menginginkan bercerai sedangkan pihak kedua ingin mempertahankan keluarga. Dari keduanya akan diketahui akar masalah yang melandasi perseteruan itu, contohnya masalah kurang kasih sayang.

Ketiga adalah ketrampilan memberikan pilihan-pilihan solusi. Kecerdasan mediator di sini akan diuji. Saat ia mampu menemukan akar masalah konflik tersebut, ia harus mampu membuat pilihan-pilihan solusi yang variatif sehingga kedua belah pihak akan menemukan titik temu kepentingan. Sebagai contoh, pihak suami sering keluar kota karena sang isteri kurang sabar dalam mengurus keluarga. Adapun sang isteri tidak bisa mengurus keluarga dengan baik karena uang belanja kurang dan suami jarang memberikan pujian. Nah, solusi yang ditawarkan bisa bermacam-macam, antara lain suami perlu memberikan uang belanja lebih banyak dan rela memberikan pujian kepada sang isteri sedangkan sang isteri perlu hemat dan lebih telaten mengurus keluarga. Jika kedua sepakat dengan pilihan ini, masalah konflik dapat diatasi dan perceraian dapat dihindari tanpa ada pihak yang dirugikan.

Terakhir, mediator perlu menuangkan kesepakatan para pihak dalam sebuah akta perdamaian. Akta ini akan menjadi landasan bagi kedua pihak seusai mediasi. Setiap poin harus dibacakan kepada kedua belah pihak sehingga setiap orang paham dengan kesepakatan yang dibuat. Di bagian akta perdamaian itu dibubuhkan tandatangan para pihak dan mediator.

Dari ketrampilan mediasi ini, saya berkesimpulan bahwa untuk menjadi pendamai ulung, dibutuhkan kesabaran yang ekstra, kemampuan komunikasi yang handal, dan kecerdasan yang mumpuni. Seni mediasi ini sangat bermanfaat tidak hanya untuk mengatasi konflik besar di masyarakat, tetapi juga sangat berguna untuk menyelesaikan konflik kecil dalam keluarga dan bahkan untuk konflik batin yang terjadi dalam diri sendiri. Salam damai dan semoga bermanfaat!

   

Minggu, 23 September 2012

MENGAPA PILIH ISLAM?

Pertanyaan sata satu bule beberapa hari lalu masih saja menggelayuti pikiranku. Bagiku, pertanyaan prinsip mengapa seseorang harus ber-Islam perlu dirumuskan dengan jelas dan tepat. Jika tidak, bukan hanya akan membuatku malu, tetapi justru akan menjatuhkan citra Islam yang sudah sering dilecehkan orang, termasuk oleh pemeluknya sendiri.

Menjadi seorang Muslim memang merupakan pilihan hidup. Mau jadi kristen, hindu, buda, atau ateis pun adalah hak setiap orang. Kemerdekaan semacam ini tak ada yang berhak mengatur apalagi menghalangi. Ini adalah satu anugerah yang diberikan sekaligus tanggung jawab yang sangat berat. Betapa tidak! Bila salah ambil jalan, bisa berabe sepanjang hidup dunia akhirat!

Untuk menentukan agama, perlu dilihat dulu sejarah agama itu dan bagaimana ia dikembangkan. Ajaran-ajarannya juga perlu ditelaah. Agama manakah yang mempunyai keaslian kitab hingga sekarang? Agama manakah yang pembawanya dipilih sebagai manusia terbaik? Agama manakah yang memiliki hukum yang lengkap? Agama manakah yang mengajak untuk menjaga keseimbangan hidup antara hidup di dunia dan hidup di akhirat? Agama manakah yang mengajari untuk toleransi, demokrasi, dan sejumlah etika dunia modern yang kini kian berkembang? Agama manakah yang paling bisa beradaptasi tanpa membuat konfrontasi? Itu semua jawabannya ada dalam Islam. Islam yang sempurna dan Islam yang sesungguhnya, bukan Islam yang dibuat-buat oleh pemeluknya yang kemudian terkesan sangar, seram, dan kejam. Sudah saatnya kita menunjukkan Islam yang indah dan menyejukkan. Islam yang asli bukan Islam sesuka hati.

Jumat, 21 September 2012

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERBASIS TERNAK JANGKRIK DI SUMBER PUCUNG

I. PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Sebuah pepatah Arab populer mengatakan bahwa “remaja hari ini adalah pemimpin bangsa hari esok”. Kalimat bijak ini memberikan penegasan bahwa masa depan sebuah bangsa dapat diprediksi  dengan cara melihat kondisi para pemuda saat ini. Dalam konteks Indonesia, dapat disimpulkan bahwa ketika para remaja bangsa ini mempunyai kekuatan fisik, mental, dan spiritual yang kokoh, niscaya kehidupan negara Indonesia beberapa tahun mendatang akan kuat, makmur, dan sejahtera. Sebaliknya, bila kondisi remaja saat ini lemah fisik dan mental serta  miskin spiritual, rasanya sulit Indonesia dapat memenangkan persaingan global yang kiat ketat. Oleh sebab itu, perhatian terhadap kehidupan remaja merupakan salah satu langkah tepat untuk mengantarkan bangsa ini menjadi bangsa yang diperhitungkan dalam percaturan internasional.
Sebenarnya, telah banyak program pemerintah yang diluncurkan untuk pemberdayaan masyarakat di berbagai wilayah, termasuk di daerah tertinggal. Bantuan langsung tunai, kredit usaha kecil, hingga pendidikan gratis untuk program wajib belajar 9 tahun (pelajar SD dan SMP) sudah sering terdengar. Namun sayang, dalam tataran praktik, berbagai penyimpangan acapkali terjadi yang disebabkan oleh beragam alasan. Oleh karena itu, tidak sedikit remaja yang hidup dalam kondisi memprihatikan dan terjebak dalam lingkaran kemiskinan. Mereka menjadi generasi yang tidak hanya miskin ketrampilan untuk bertahan hidup, tetapi juga miskin ilmu pengetahuan dan keagamaan. Untuk mengurai masalah tersebut, dirasa perlu untuk diadakan pembinaan dan pemberdayaan masyarakat khususnya remaja miskin oleh insan akademika, seperti UIN Maliki Malang.
 Salah satu lokasi yang layak mendapat pembinaan dan pendampingan adalah Desa Sumberpucung, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang. Desa yang berada di perbatasan Malang dan Blitar ini dapat digolongkan sebagai masyarakat miskin dan marginal, khususnya di bidang keagamaan dan ekonomi. Minimnya penduduk yang berpendidikan tinggi, banyaknya remaja putus sekolah, membludaknya pengangguran, dan tingginya angka kriminalitas merupakan beberapa tolok ukur lemahnya pemahaman mereka tentang agama dan langkanya semangat wirausaha. Oleh sebab itu, pengabdian ini difokuskan kepada peningkatan pemahaman keagamaan yang dirangkai dengan kegiatan pembinaan wirausaha di bidang ternak jangkrik.
Dipilihnya kegiatan pembinaan keagamaan berbasis wirausaha ternak jangkrik berdasarkan beberapa alasan. Pertama, pembinaan agama melalui wadah wirausaha dirasa lebih mudah menuai hasil ketimbang pendidikan agama yang dilakukan secara formal dan terstruktur. Pendekatan mental spiritual dapat dilakukan sambil lalu ketika mereka mengikuti kegiatan pembinaan wirausaha. Dengan cara ini, tujuan pengokohan aspek keagamaan akan mudah tercapai bersamaan dengan meningkatnya kesadaran mereka untuk hidup mandiri tanpa adanya paksaan.
 Kedua, ternak jangkrik di desa Sumberpucung kini mulai kelihatan hasilnya. Usaha yang dirintis sejak satu tahun yang lalu oleh Sudjani, pensiunan TNI, saat ini telah memproduksi sebanyak 2 kwintal setiap kali panen. Hal ini memberi inspirasi bagi remaja miskin putus sekolah dan remaja pengangguran Sumberpucung untuk bergabung mengembangbiakkan jangkrik. Mereka yakin bisa beternak jangkrik karena binatang ini mudah dalam hal budidaya dan pemeliharaannya dengan biaya yang tidak besar.
Ketiga, Sumberpucung berpeluang sebagai sentra jangkrik untuk wilayah Malang Raya. Selain untuk pakan burung dan ikan, saat ini jangkrik telah diolah menjadi kripik yang suatu saat nanti dapat menjadi komoditas ekspor yang menjanjikan. Selain itu, selama ini, jangkrik yang beredar di Malang Raya masih berasal dari Tulung Agung dan Kediri. Padahal, kalau dilihat dari sisi potensi alam, Malang lebih layak menjadi pusat jangkrik karena dukungan suhu yang sejuk. Jangkrik tidak tahan hidup di udara terlalu panas atau terlalu dingin. Oleh sebab itu, udara segar di Sumberpucung merupakan aset berharga sebagai penunjang kesuksesan budidaya jangkrik. 
Kegiatan pengabdian di Sumberpucung dapat dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Setelah penguatan keagamaan dan wirausaha, masyarakat Sumberpucung dapat menjadi tempat pembinaan keluarga sakinah dan keluarga sadar hukum. Hal ini didasarkan kepada kenyataan bahwa tingkat perceraian di masyarakat ini masih tergolong tinggi di samping perkawinan bawah umur yang masih marak. Selain itu, pendampingan untuk para wanita Pekerja Seks Komersial yang berada di lokalisasi RT 29 perlu dilakukan dengan cara pemberian keterampilan praktis sesuai bakat dan minat mereka sebagai penopang hidup.
B.     Kondisi Masyarakat Sumberpucung
Pengabdian kepada masyarakat yang telah dilakukan mengambil tempat di desa Sumberpucung, kecamatan Sumberpucung, kabupaten Malang. Sumberpucung merupakan sebuah desa mayoritas penduduknya terdiri dari kalangan masyarakat kelas bawah dengan sumber penghasilan tidak menentu. Beberapa karakter masyarakat Sumberpucung berdasarkan observasi dan wawancara yang telah dilakukan adalah sebagai berikut.
1.      Hampir 50 persen masyarakatnya hanya berpendidikan SD dan SMP.  Sumber daya yang rendah ini tentunya sulit untuk berkembang kecuali jika mendapat pendampingan yang terus-menerus dengan metode yang ringkas, padat, dan aplikatif.
2.      Jumlah remaja putus sekolah dan pengangguran sangat banyak. Lebih dari 70 anak putus sekolah dan 150 pengangguran di desa ini.  Fakta ini merupakan sebuah keprihatinan tersendiri karena minimnya ketrampilan yang mereka miliki. Akibatnya, mereka sulit mendapatkan pekerjaan yang layak untuk menopang kehidupannya.
3.      Tradisi mabuk, judi, sabung ayam, pelacuran, dan berbagai kejahatan sudah menjadi bagian hidup mereka. Hal ini tentu tidak mudah dirubah kecuali dimulai dengan penguatan pemahaman keagamaan dan pemberian berbagai ketrampilan yang dapat menunjang untuk hidup mandiri. Selain itu, masyarakat Sumberpucung terbiasa pinjam uang ke rentenir yang berkedok koperasi. Mereka akhirnya  kian terpuruk dalam kemiskinan yang berlipat ganda.M
Sumberpucung merupakan salah satu kecamatan di kabupaten Malang yang memiliki 7 desa, 17 dukuh, 53 RW, dan 261 RT. Jumlah penduduknya sekitar 55.500 orang dengan jumlah perempuan sedikit lebih banyak dari laki-laki. Masyarakat Sumberpucung merupakan masyarakat yang heterogen dari segi agama, latar belakang sosial, dan ekonomi. 
Dalam penelitian ini, didapat sejumlah fakta tentang kondisi terakhir masyarakat Sumberpucung. Di antaranya adalah:
1.      Ada sekitar 70 kasus putus sekolah dan lebih dari 150 anak remaja menjadi pengangguran.
2.      Kasus perceraian masih tinggi, menurut data 2009, telah terjadi 87 perceraian di sumberpcung
3.      Masih ditemukannya perkawinan di bawah umur dan nikah di bawah tangan
4.      Banyaknya TKI dan TKW dari daerah ini yang sering memicu permasalahan perceraian, perselingkungan, penelantaran anak dan keluarga. Saat ini jumlah TKI dan TWI dari Sumberpucung berjumlah sekitar 80 orang.
5.      Lokalisasi di RT 29 berdampak buruk terhadap kehidupan keberagamaan remaja dan masyarakat umum. Jumlah PSK di lokalisasi ini tidak kurang dari 30 orang.
Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat Sumberpucung mempunyai dua masalah besar. Pertama adalah kemiskinan spiritual keagamaan. Pendidikan agama nampaknya bukan hal penting di masyarakat ini. Masjid dan mushalla tidak banyak ditemukan. Kehidupan masyarakat pedesaan yang tidak tersentuh oleh siraman ruhani menjadikan mereka mengalami kegersangan spiritual. Kedua adalah kemiskinan ekonomi. Kemiskinan ini membuat  mereka menjadi masyarakat kelas bawah yang tidak bisa berkembang menuju masyarakat mandiri. Profesi petani dan pedagang musiman saat ini kian tidak bisa diandalkan untuk menopang kebutuhan keluarga. Oleh sebab itu, pembinaan wirausaha yang dapat menghasilkan pemasukan besar layak untuk diterapkan kepada mereka dengan didukung oleh berbagi pihak.
Melihat situasi masyarakat yang demikian, program utama yang dilaksanakan dalam pengabdian ini adalah pembinaan keagamaan bagi remaja miskin dengan menggunakan sarana kewirausahaan ternak jangkrik. Program ini dirasa tepat karena pembinaan keagamaan yang dibarengkan dengan pembinaan kewirausahaan dapat memotivasi para remaja dampingan untuk mengenal agama lebih mendalam sekaligus membekali mereka untuk bisa hidup mandiri. 
Pengabdian ini mengambil 20 remaja miskin sebagai subyek dampingan. Alasan pengambilan remaja miskin sebagai subyek dampingan adalah bahwa remaja miskin dapat dilatih lebih mudah karena mereka berpotensi untuk dibina. Ketika mereka mendapatkan pembinaan ini, mereka dapat memfungsikan diri sebagai generasi yang kuat spiritualnya serta generasi yang bermental entrepreneur sehingga dapat merubah masyarakat dari masyarakat miskin menjadi masyarakat yang mandiri secara ekonomi dan spiritualnya. Selain itu, remaja menjadi jurus yang ampuh untuk memperbaiki situasi keluarga yang minim agama dan miskin sumber kehidupannya. Dengan remaja yang kokoh mental, spiritual, dan ekonominya, masyarakat Sumberpucung akan berpeluang menjadi masyarakat yang kuat dan makmur.

II. PELAKSANAAN
A.    Bentuk Kegiatan
Pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan di desa Sumberpucung merupakan salah satu bentuk implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi. Setiap tenaga pendidikan di kampus harus melakukan pengabdian kepada masyarakat guna memberikan efek positif kepada masyarakat, baik berupa pelatihan, pendampingan, maupun konsultasi. Agar pengabdian ini terlaksana dengan baik, perencanaan yang matang, aplikasi rencana secara sistematis, dan monitoring serta evaluasi yang terstruktur harus dilakukan agar dapat meraih hasil yang diinginkan.
Pengabdian ini berbasis riset. Maksudnya adalah bahwa pengabdian ini mengandalkan hasil-hasil penelitian yang dilakukan sebelum diadakannya kegiatan pengabdian. Dengan strategi ini, kegiatan pengabdian yang dilakukan berorintasi kepada kebutuhan masyarakat yang pada akhirnya mampu memandirikan mereka untuk menghadapi berbagai masalah kehidupan mereka.
Dalam rangka mengubah kondisi masyarakat Sumberpucung yang ’miskin’, baik secara materi maupun moral ini,  digunakan metode PAR (Participatory Action Research). Metode ini dilakukan untuk memahamkan masyarakat Sumberpucung terhadap: a) kelemahan-kelemahan yang dialami dan dimilikinya, b) Keinginan-keinginan masyarakat untuk mengatasi kekurangan dan kelemahannya, c) menyusun strategi dan metode untuk memecahkan permasalahannya dan d) Membantu masyarakat mengatasi, memecahkan, dan menemukan jalan keluarnya.
Metode action research ini digunakan untuk tidak membuat masyarakat dampingan sebagai obyek, tetapi menjadikannya sebagai subyek pengabdian. Masyarakat sendiri yang memahami, menginginkan, dan memecahkan permasalahan yang melilitnya. Posisi tim pengabdian lebih sebagai fasilitator bagi masyarakat untuk mencapai cita-citanya dan memberikan jalan keluar dan merumuskan strategi yang dapat digunakan masyarakat untuk mencari jalan keluar bagi permasalahan mereka. Namun perumusan jalan keluar dan strategi ini tetap melibatkan masyarakat dengan harapan apabila masyarakat mengalami masalah-masalah sosial, mereka bisa memecahkan permasalahan mereka sendiri tanpa bantuan orang lain.
Dengan Participatory Action Research (PAR) ini bermanfaat untuk memfasilitasi dan memotivasi agar masyarakat  khususnya kalangan remaja untuk mampu:
1.      Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan remaja serta problematikanya.
2.      Menemukenali faktor penyebab problem remaja dan alternatif solusinya
3.      Menyusun strategi dan metode yang tepat untuk memecahkan permasalahan remaja.
4.      Menyusun rencana aksi berdasarkan prioritas, dan keberlanjutan program melalui tahapan-tahapan hingga mencapai target yang diharapkan.
Adapun strategi yang digunakan dalam melakukan action research ini adalah menggunakan metode yang dikemukakan oleh O’Brien (2001).
Dalam proses penelitian action research ini ada empat tahapan dalam melakukan penelitian ini, yaitu:
1.      Perencanaan (plan). Perencanaan  ini dilakukan setelah memperhatikan kondisi riil di masyarakat dengan menggunakan analisis SWOT. Dalam menganalisis problematika di masyarakat dan menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang mungkin terjadi di masyarakat ini dilakukan dengan melibatkan masyarakat di Kelurahan Sumberpucung. Perencanaan ini meliputi strategi dan metode dalam memecahkan problematika yang dihadapi oleh masyarakat Sumberpucung.
2.      Tindakan (action). Setelah proses perencanaan dilakukan, masyarakat Sumberpucung mengimplementasikan rencana yang telah dibuat tersebut dengan dibantu dan difasilitasi oleh peneliti.
3.      Pengamatan (observe). Pengamatan dilakukan untuk memperhatikan dan menganalisis keberhasilan, kelemahan, dan kekurangan strategi dan metode yang digunakan dalam menyelesaikan problematika yang terjadi di masyarakat.
4.      Refleksi (reflect). Usaha-usaha yang telah dilakukan dalam memecahkan problematika di masyarakat Sumberpucung tersebut direfleksikan dan dievaluasi, baik kekurangan, kelemahan, dan keberhasilan strategi dan metode dalam memecahkan problematika masyarakat tersebut. Refleksi dan evaluasi ini berujung kepada perencanaan (plan) seperti pada poin pertama untuk menuntaskan problematika masyarakat, baik yang belum tuntas pada tahap pertama atau untuk memecahkan problematika yang baru hingga tercapai masyarakat Sumberpucung yang damai, sejahtera, tentram dan sakinah.
Pengabdian ini telah dilaksanakan sesuai dengan tahap-tahap di atas. Penjabarannya sebagai berikut.
  1.  Tahap pertama: pendataan awal lokasi dan subyek dampingan. Peneliti melakukan survei lapangan dan wawancara untuk mengetahui masalah yang dihadapi oleh masyarakat yang dipilih sebagai lokasi pengabdian, yakni masyarakat Sumberpucung. Dari informasi yang terkumpul, peneliti menyimpulkan bahwa masyarakat Sumberpucung memiliki banyak remaja miskin putus sekolah atau pengangguran yang tidak memiliki pemahaman keagamaan yang cukup dan ketrampilan yang dapat menopang hidup mereka. Oleh sebab itu, peneliti menfokuskan untuk mendesain program kegiatan yang dapat meningkatkan keagamaan remaja itu sekaligus membekali mereka dengan ketrampilan yang nyata.
  2. Tahap kedua: koordinasi dengan pimpinan Pesantren Rakyat al-Amin, Abdullah Sam, untuk membina remaja miskin dari sisi keagamaan. Para remaja itu diajak untuk mengikuti kegiatan pesantren, seperti pengajian rutin, membaca kitab, dan tashih bacaan al-Qur’an. Sebagian remaja bahkan ada yang berminat untuk tinggal di pesantren tersebut.
  3. Tahap ketiga: koordinasi dengan peternak jangkrik untuk pembinaan kewirausahaannya. Sudjani, peternak jangkrik sukses, dimohon untuk bersedia memberikan arahan dalam ternak jangkrik. Para remaja nanti diharapkan untuk belajar teori sekaligus praktik budidaya jangkrik bersama Sudjani.
  4. Tahap keempat: pelaksanaan kegiatan Pelatihan Kewirausahaan Ternak Jangkrik yang dilaksanakan pada tanggal 1 Mei 2011 di aula Pesantren Rakyat al-Amin. Peserta yang hadir berjumlah 20 anak remaja. Dalam kegiatan itu, pada sesi I, Sudjani memberikan materi tentang jangkrik dan permasalahannya hingga tips untuk menjadi peternak jangkrik yang sukses.   Kemudian, pada sesi II, Abdullah Sam memberi siraman rohani sekaligus motivasi untuk menjadi peternak jangkrik yang unggul lahir batinnya. Acara ini sukses digelar dan mendapat apresiasi dari para peserta.
  5. Tahap V: magang di kawasan ternak jangkrik Sudjani. Para remaja yang telah selesai mengikuti pelatihan langsung dibawa ke lokasi peternakan jangkrik yang tidak jauh dari pesantren rakyat al-Amin, hanya sekitar 100 meter. Mereka dapat langsung menyaksikan tempat hunian jangkrik, telur jangkrik, dan anak jangkrik dengan berbagai ukuran. Mereka juga bisa melihat jenis makanan yang diberikan kepada binatang-binatang itu. Wajah-wajah ceria para remaja yang terjun ke lokasi menunjukkan semangat tinggi mereka untuk segera menjadi peternak jangkrik. Mereka magang di lokasi itu selama 2 minggu.
  6.  Tahap VI: pencairan dana bantuan. Untuk menyukseskan kegiatan pengabdian ini, peneliti menggandeng Pusat Kajian Zakat dan Wakaf “eL-Zawa” UIN Maulana Malik Ibrahim Malang untuk memberikan pinjaman modal bagi calon peternak jangkrik ini. El-Zawa bersedia  mengucurkan dana Rp. 10.000.000 untuk 10 anak remaja terseleksi. Pencairan ini dilaksanakan pada tanggal 30 September 2011. 
  7. Tahap VII: pengadaan peralatan kebutuhan untuk ternak jangkrik. Para remaja yang mendapatkan bantuan pinjaman itu langsung membeli perlengkapan yang  dibutuhkan, seperti triplek, kayu, internit, dan karton telur. Mereka membuat beberapa kotak untuk hunian jangkrik.  
  8.  Tahap VIII: Monitoring kegiatan. Peneliti bersama LPM dan eL-Zawa melakukan monitoring terhadap kegiatan budidaya jangkrik ini sekaligus melihat perkembangan keagamaan mereka di pesantren rakyat al-Amin. Berbagai keluhan atau saran dari para peserta ditampung untuk dibuatkan langkah rencana tindak lanjut. Dari diskusi intensif bersama mereka, diperoleh gambaran bahwa mereka senang sekali dengan kegiatan yang sudah dibuat. Mereka mengatakan bahwa kegiatan beternak jangkrik cukup ringan dan menjanjikan. Kelak, mereka ingin menjadi peternak besar yang bisa memproduksi berbagai jenis olahan dari jangkrik. Mereka juga menginginkan pelatihan manajemen keuangan yang lebih aplikatif untuk menjaga keberlanjutan usaha mereka.
  9.    Tahap IX: Pembekalan manajemen keuangan dan pembuatan rencana tindak lanjut. Kegiatan ini merupakan respon langsung dari usulan para remaja tersebut. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada tanggal 8 Januari 2012.  Pembicara yang diundang adalah Ketua LPM, Dr. Hj. Mufidah, M.Ag, yang memberikan arahan tentang pentingnya remaja berdaya dan Dra. Umrotul Khasanah, M.M. yang memberikan pelatihan praktis pembukuan keuangan. Novri, salah satu pengelola Koperasi Mahasiswa, juga dilibatkan dalam kegiatan berbagi pengalaman tersebut. Dari kegiatan ini diharapkan para peserta dapat memahami dan mempraktikkan berbagai langkah untuk menjadi pengusaha sukses.
  1. Sasaran
Kegiatan yang melibatkan para remaja miskin putus sekolah yang berada di desa Sumberpucung ini bertujuan untuk meningkatkan semangat mereka dalam beragama dan berwirausaha.  Remaja adalah calon penerus bangsa di masa depan. Oleh sebab itu, membina remaja, khususnya remaja miskin, merupakan tantangan yang harus dilakukan demi kebangkitan masyarakat di masa yang akan datang.
            Kegiatan yang dilakukan untuk mencapai sasaran tersebut adalah:
1.      Pembinaan mental spiritual di pesantren rakyat al-Amin
2.      Pembinaan kewirausahaan ternak jangkrik  oleh peternak sukses, Sudjani.
3.      Pemberian modal pinjaman tanpa bunga dari Pusat Kajian Zakat dan Wakaf eL-Zawa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
4.      Pembinaan manajemen organisasi dan manajemen bekerja sama dengan Lembaga pengabdian kepada Masyarakat UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Seluruh kegiatan tersebut berjalan dengan baik dan diharapkan mampu menjadi program yang berkelanjutan.
C.    Output dan Outcome
Keluaran konkret (output) yang dari program ini adalah:
1.      terwujudnya remaja miskin memiliki kesadaran untuk meningkatkan diri dalam hal keberagamaan.
2.      terwujudnya remaja miskin yang memiliki kesadaran mandiri dan hidup sejahtera
3.      remaja miskin yang memiliki ketrampilan kewirausahaan yang dipilih melalui bakat dan minatnya.
Pada akhirnya, outcome dari kegiatan ini adalah terbentuknya komunitas remaja yang berdaya dan memiliki aktifitas keagamaan berbasis medan budaya serta membentuk rintisan usaha ternak jangkrik yang terkoordinasi dan terpantau.
D. Deskripsi Proses Kegiatan
1.      Perubahan yang Terjadi
Kegiatan pengabdian ini telah mampu merubah kebiasaan remaja miskin yang didampingi. Remaja miskin biasanya identik dengan semangat kerja yang rendah dan pengetahuan keagamaan yang terbatas. Hal ini juga terjadi pada remaja miskin Sumberpucung. Namun, setelah diadakannya kegiatan pengabdian ini, para remaja yang mengikuti kegiatan sejak awal hingga akhir menunjukkan perubahan sikap yang signifikan. Di antaranya adalah semangat untuk mendalami agama secara lebih baik. Hal ini tidak lepas dari ketekunan pengasuh pesantren rakyat al-Amin dalam membina mental spiritual para santri remaja ini. Kemudian, perubahan penting yang lain adalah adanya semangat untuk hidup mandiri lepas dari orang tua. Mereka memang terlahir dalam keluarga yang serba kekurangan. Namun, berbekal ilmu ketrampilan yang dimiliki serta bantuan pinjaman modal yang mereka terima, mereka bertekad untuk dapat menghidupi diri sendiri dan membantu ekonomi keluarga.  
2.      Pengalaman yang Menarik
Banyak pengalaman yang menarik yang diperoleh selama pendampingan. Di antaranya dijabarkan sebagai berikut.
a.       Sumberpucung merupakan kawasan yang dianggap marginal dan terkenal sebagai pemasok pekerja di lokalisasi. Oleh sebab itu, ketika mengawali program di Sumberpucung, banyak orang yang mencibir program pendampingan yang digagas. Namun, dengan ketekunan dan keseriusan peneliti, pengabdian di Sumberpucung berjalan lancar dan sukses.
b.      Mendampingi masyarakat marginal jelas berbeda pengalamannya dengan mendampingi mahasiswa. Membangun komunikasi dengan mereka memerlukan skil tersendiri. Pengalaman ini tentu berharga untuk bekal sebagai dosen yang memiliki kemampuan komunikasi tak terbatas dan lintas strata sosial.
c.       Budidaya jangkrik masih tergolong asing bagi peneliti. Pengalaman unik menyaksikan ribuan ekor jangkrik dengan berbagai ukuran memberikan kesan tersendiri. Ternyata, binatang yang biasanya ditemukan di lubang-lubang tanah dapat dibudidayakan secara masal.
d.      Kekompakan masyarakat Sumberpucung nampak sekali ketika pelatihan jangkrik diadakan. Dukungan mereka yang luar biasa membuat kegiatan pengabdian ini menjadi ringan dan sukses.
e.       Leadership yang dimiliki pengasuh pesantren rakyat al-Amin kentara sekali. Kepemimpinan dan kharisma yang dimiliki Abdullah Sam, pengasuh Pesantren rakyat al-Amin, membuat warga dan juga santri tunduk dan patuh dengan wejangannya. Masyarakat akan merasa segan bila mereka tidak bisa menjalankan perintah atau saran dari sang ustad. Pengalaman semacam ini perlu sebagai menjadi bekal untuk mengadakan pengabdian di tempat yang lain. 
3.      Faktor  Pendukung
Kesuksesan pelaksanaan pendampingan ini dibantu oleh beberapa faktor pendukung. Di antaranya adalah sebagai berikut.
a.    Dukungan masyarakat yang ingin berubah
Masyarakat Sumberpucung mengakui bahwa ada masalah akut yang mereka hadapi. Kemiskinan tidak hanya membuat mereka kekurangan finansial, tetapi juga kekurangan spiritual. Sadar akan hal itu, mereka ingin berubah ke arah yang lebih baik. Sambutan hangat dari para tokoh masyarakat dan para remaja yang terlibat dalam kegiatan ini menjadi kegiatan pengabdian ini berlangsung lancar dan mencapai sasaran.

b.    Dukungan Pesantren Rakyat Al-Amin
Pesantren rakyat al-Amin yang berada di Sumberpucung memberikan kontribusi yang besar dalam pengabdian ini. Pesantren ini membekali ilmu agama yang cukup bagi para santri remaja miskin ini. Selain itu, pesantren ini siap menjadi tempat bernaung dan mengadu para remaja dalam menjalankan usahanya.
c.    Dukungan pengusaha jangkrik yang sukses
Pelatihan jangkrik hingga pembinaan ternak jangkrik tidak lepas dari peran serta dan dukungan penuh dari peternak jangkrik, Sudjani, yang sudah sukses menjalankan bisnisnya. Dengan ketulusannya, para remaja yang awalnya tidak mempunyai wawasan dan skil beternak jangkrik, kini mereka sudah bisa menjalankan usaha tersebut secara mandiri. Sesekali mereka konsultasi kepada Sudjani untuk memecahkan masalahnya.
d.    Dukungan LPM UIN Maliki Malang
LPM sebagai motor penggerak kegiatan pengabdian kepada masyarakat berjasa dalam membantu menentukan lokasi pengabdian. Menurut data yang dimiliki LPM, Sumberpucung merupakan wilayah marginal yang perlu mendapat sentuhan agama dan ekonomi. Oleh sebab itulah, pengabdian ini dilakukan di Sumberpucung.


e.    Dukungan eL-Zawa UIN Maliki Malang
Selain LPM, eL-Zawa UIN Malang telah berperan penting dalam kesuksesan pengabdian ini. eL-Zawa telah mengucurkan dana sebesar Rp. 10.000.000 untuk para remaja dalam mengawali karirnya sebagai peternak jangkrik.
4.      Hambatan dan Solusi
Hambatan yang dihadapi di antaranya adalah sebagai berikut.
a.    Variasi latar belakang pendidikan
Remaja yang ikut serta dalam kegiatan pengabdian ini memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda. Sebagian ada yang hanya lulusan SD. Ada pula yang hanya lulusan SMP dan putus sekolah. Usia mereka pun bervariasi. Hal ini tentu agak menyulitkan pemateri dalam menyampaikan informasi. Namun, dengan pendekatan yang lebih santai dan langsung praktik, para peserta nampaknya menikmati kegiatan tersebut.  
b.   Jauhnya lokasi
Sumberpucung berada di perbatasan Malang dan Blitar. Untuk mencapai lokasi ini, peneliti harus menyediakan waktu perjalanan sekitar 1-2 jam. Lokasinya yang agak ke dalam dan kondisi jalan yang belum beraspal menjadi tantangan tersendiri. Namun, dengan semangat untuk memberikan manfaat bagi orang lain, peneliti tetap gigih untuk hadir di lokasi dalam berbagai kegiatan yang sudah direncanakan.
c.     Harga jangkrik yang fluktuatif
 Para remaja miskin itu akhirnya kini sudah berhasil memanen jangkrik yang mereka budidayakan. Namun, ada satu kekhawatiran yang mereka rasakan, yakni harga jual jangkrik yang naik turun. Untuk mengatasi hal ini, mereka harus terus beternak sehingga dapat menikmati harga tertinggi sampai harga terendah. Ke depan, mereka tidak hanya fokus kepada produksi jangkrik, tetapi harus sudah memiliki ketrampilan lain untuk mengolah jangkrik, misalnya membuat kripik jangkrik atau kosmetik dari jangkrik. 
d.    Kekurangan Bibit
Bibit jangkrik ternyata menjadi permasalahan tersendiri. Tidak seluruh telur yang dibeli menetas. Selain itu, induk jangkrik memiliki masa produksi yang terbatas. Oleb sebab itu, telur jangkrik tidak selalu tersedia. Solusi yang dilakukan adalah melakukan giliran beternak di antara para remaja itu. Ada yang berternak pada minggu pertama, ada pula yang beternak pada minggu kedua. Begitu seterusnya sehingga semua remaja mendapat bagian untuk praktik beternak di rumah masing-masing.
5.      Keberlangsungan Program
Program ini dapat dijamin keberlangsungannya karena kebutuhan terhadap jangkrik dapat dipastikan akan terus terjadi. Selain itu, dukungan pendanaan dan pembinaan dari eL-Zawa dan LPM dapat menjadikan program yang sudah dilakukan dapat berlanjut di kemudian hari.
Remaja yang sudah berdaya dapat menularkan pengetahuannya kepada remaja miskin lainnya yang dikordinasi oleh LPM dan pesantren rakyat al-Amin.  Dengan demikian, budidaya jangkrik di Sumberpucung akan terus berkembang hingga suatu saat kelak Sumberpucung akan menjadi sentra budidaya jangkrik di Malangraya.
6. Rekomendasi
Kegiatan ini menghasilkan sejumlah rekomendasi sebagai berikut.
a.       Pembinaan remaja miskin memerlukan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, kerjasama yang baik dengan berbagai komponen masyarakat yang mengerti kebutuhan dan situasi kejiwaan remaja perlu untuk selalu dilakukan.
b.       Dalam hal penyediaan dana pendamping untuk wirausaha, kerjasama lebih lanjut dengan lembaga pengelola dana umat yang berbasis bebas bunga perlu untuk diteruskan.
c.       Ketika para remaja sudah berdaya dan mampu menopang hidup mereka, skil mereka perlu untuk terus ditingkatkan agar mereka tetap bisa bertahan hidup dalam situasi dunia yang terus berubah. Oleh sebab itu, bagi pelaksana pengabdian selanjutnya, ketrampilan  lain seperti perbengkelan atau servis handphone bisa menjadi salah satu pilihan.

III. PENUTUP
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang mengambil tema pembinaan keagamaan remaja miskin Sumberpucung dengan fokus pembinaan keagamaan melalui budidaya  jangkrik telah selesai dilakukan. Dukungan semua pihak patut diapresiasi. Remaja miskin yang kini mulai berdaya dengan skil barunya diharapkan mampu meneruskan perjuangan mereka untuk terus mendalami pengetahuan agama sekaligus pengetahuan wirausaha sehingga mereka dapat mandiri dan mampu memberikan manfaat kepada keluarga dan masyarakat sekitarnya.



Introduction