“Ada tiga faktor strategis yang akan menentukan kemajuan Indonesia pada masa depan. Ketiganya adalah kepemimpinan reformatif, good governance, dan kepercayaan.”
(Din Samsudin dalam Kompas, 23 Juni 2009)
A. Pendahuluan
Jika kita bersedia merenungkan sejenak sepenggal kalimat dari tokoh nasional Indonesia di atas, nampak jelas bahwa bangsa kita tidak akan maju tanpa adanya manajemen yang kuat dan kokoh.[1] Salah satu yang menjadi pilar utamanya adalah good governance. Istilah good governance nampak mulai dipakai secara luas sejak runtuhnya rezim Orde Baru pada tahun 1997 yang kemudian diperingati sebagai tonggak dimulainya gerakan reformasi.
Dalam dunia manajemen bisnis, istilah good governance tidak terlalu populer. Terbukti dari beberapa buku manajemen yang berfokus pada bisnis yang sempat ditelaah, sulit kiranya ditemukan pembahasan secara khusus tentang good governance. Dengan mencoba mengadopsi semangat good governance dalam konteks politik, tulisan ini dapat memberikan nilai tambah yang dapat memperkaya wacana manajemen, khususnya manajemen wakaf di Indonesia.
Tulisan ini memaparkan uraian tentang good governance dalam kaitannya dengan manajemen wakaf. Tentu, pada bagian-bagian awal akan diuraikan terlebih dahulu pembahasan seputar definisi good governance, prinsip-prinsipnya dan segala masalah yang terkait dengannya. Kemudian, pembahasan dilanjutkan dengan fokus khusus terhadap sistem informasi yang dinilai sebagai salah satu unsur terpenting terbentuknya good governance. Sistem informasi yang dimaksud adalah sistem informasi yang digunakan oleh lembaga atau organisasi bisnis yang kemudian dicoba untuk disesuaikan dengan lembaga pengelola wakaf. Dengan demikian, secara teoritis, good governance, termasuk di dalamnya sistem informasi yang banyak diadopsi dalam wacana politik akan diarahkan kepada good governance dalam dunia wakaf. Sebagai konsekuensinya, di akhir tulisan ini akan diuraikan tentang aplikasi good governance dalam pengelolaan wakaf secara proporsional.
B. Good Governance
1. Definisi
Secara etimologis, good governance terdiri dari dua kata: good dan governance. Good dalam kamus Oxford karya Hornby (1987: 372) diartikan sebagai memperoleh kualitas yang diinginkan, efisien, kompeten, dan bermanfaat. Adapun Governance menurut Neufeldt (Ed.) dalam Webster’s Dictionary berasal dari kata kerja to govern yang berarti memerintah, mengontrol, dan mengarahkan. Dengan demikian, governance merupakan bentuk kata benda (noun) dari kata to govern yang dapat dimaknai sebagai kegiatan, perbuatan, fungsi, atau kekuatan untuk memerintah (1996: 584).
Good governance secara terminologis banyak memiliki definisi. World Bank misalnya, memberikan pengertian good governance sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha (www.worldbank.org). Definisi ini sekaligus memberikan isyarat bagi suatu lembaga, khususnya negara, untuk memenuhi kriteria tersebut agar tetap mendapatkan dukungan finansial dari masyarakat global di bawah naungan Bank Dunia. Namun secara ringkas, good governance dapat diartikan sebagai pengelolaan pemerintahan yang baik. Kata ‘baik’ di sini maksudnya adalah mengikuti kaidah-kaidah tertentu sesuai dengan prinsip-prinsip dasar good governance. Kata lain yang acapkali disepadankan dengan good governance adalah tatakelola pemerintahan yang amanah sebagaimana disampaikan oleh Muhammad Nazar, Wakil Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam dalam Seminar Series di Kampus Unsyiah (22 Juli 2007).[2]
Dalam konteks pengelolaan wakaf, good governance secara lebih mudah dapat diartikan sebagai pengelolaan wakaf yang amanah sehingga harta wakaf dapat dihimpun, dikelola, dan didistribusikan dengan baik untuk kemaslahatan umat. Berdasarkan pengertian tersebut, dalam tulisan ini pemahaman good governance tidak dikaitkan secara erat dengan pembahasan politik praktis, namun karena istilah good governance dikenal lebih akrab dalam dunia pemerintahan, maka uraian dalam tulisan ini tidak dapat menghindar dari bahasan tersebut. Hanya saja, pembahasan tentang good governance dalam konteks wakaf akan diuraikan dalam porsi tersendiri.
2. Prinsip-prinsip Good Governance
Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip yang menjadi pilar penyangganya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan diperoleh tolok ukur kinerja suatu organisasi, termasuk pemerintah. Baik-buruknya sebuah organisasi bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua unsur dari prinsip-prinsip good governance (www.transparansi.or.id). Prinsip-prinsip tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Partisipasi Masyarakat
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif.
Dalam konteks wakaf, partisipasi masyarakat dapat dilakukan dalam rangka penguatan untuk penghimpunan, pengelolaan, dan pendistribusian benda wakaf. Dalam tahap penghimpunan, lembaga-lembaga swadaya masyarakat dapat memulai untuk menyebarkan informasi yang benar tentang wakaf, menfasilitasi wakif untuk mendapatkan sertifikat wakaf, dan memberikan rasa aman kepada wakif bahwa harta yang diwakafkan akan dijamin kekekalannya. Pada tahap pengelolaan, partisipasi masyarakat dapat dimanfaatkan sebagai mitra nadzir untuk mengelola dan memproduktifkan harta wakaf. Adapun dalam tahap pendistribusian, warga masyarakat dapat dilibatkan untuk ikut serta dalam pemanfaatan hasil wakaf, termasuk penentuan kriteria penerima hasil wakaf.
b. Kepastian Hukum
Aturan hukum mengacu pada proses kelembagaan untuk menyusun, menafsirkan, dan menerapkan hukum serta aturan-aturan lainnya. Ini berarti keputusan yang diambil oleh pemerintah atau organisasi harus memiliki dasar hukum dan dapat melindungi masyarakat dari kesewenang-wenangan.
Kepastian hukum memerlukan pemerintahan yang bebas dari unsur-unsur distortif, melalui korupsi, kolusi, nepotisme atau terjebak dalam kepentingan sempit kelompok tertentu; menjamin hak-hak kepemilikan dan pribadi; serta mencapai stabilitas sosial dalam tahap tertentu. Ini akan memberi kepastian hukum yang penting bagi perusahaan dan masyarakat untuk mengambil keputusan yang baik. Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.
Dalam konteks wakaf, kita sudah memiliki Undang Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf yang memberikan kesempatan bagi semua warga negara, bahkan non muslim, untuk mewakafkan hartanya (pasal 8). Begitu pula dalam pengelolaan wakaf, tidak hanya perorangan, nazhir dapat berupa badan hukum atau organisasi (pasal 9). Ini menjadi pijakan hukum bagi masyarakat Indonesia yang berminat untuk mengekalkan hartanya dalam bentuk wakaf.
c. Peduli pada Stakeholder
Lembaga-lembaga dan seluruh proses organisasi harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan. Demikian pula lembaga wakaf, mereka harus memberikan pelayanan prima kepada para stakeholdernya baik internal maupun eksternal. Perkembangan lembaga wakaf akan stagnan atau bahkan cenderung menurun jika kepedulian kepada stakeholder diabaikan. Kondisi saat ini yang dialami oleh Indonesia dalam pengelolaan wakaf tidak terlepas dari rendahnya perhatian pada poin ini.
d. Efektifitas dan Efisiensi
Proses-proses organisasi haruslah membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin. Efektif lebih berkaitan dengan tercapainya tujuan (fit for service) sedangkan efisien lebih kepada penghematan waktu (Hornby, 1987: 277). Jika tujuan dapat dilakukan dalam waktu singkat untuk mencapai tujuan, berarti organisasi tersebut, termasuk lembaga wakaf, telah memenuhi kriteria efektif dan efisien.
e. Akuntabilitas
Para pengambil keputusan di organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggungjawaban tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan.
Adapun lembaga wakaf dikatakan akuntabel apabila lembaga ini telah meraih kepercayaan masyarakat berkat kerja keras mereka membangun citra dan melaksanakan program-programnya dengan baik. Kemampuan mereka ini menjadikan mereka sebagai lembaga yang terpercaya.
f. Visi Strategis
Para pemimpin organisasi memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata kelola lembaga yang baik demi pembangunan manusia. Mereka peka terhadap segala kebutuhan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya, dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.
Lembaga wakaf yang profesional harus memiliki visi strategis yang jelas sehingga dapat diterjemahkan dalam misi dan tujuan mereka dengan mudah. Jangkauan kerja yang visioner menjadikan lembaga wakaf akan terus bergeliat mengejar impian dalam perencanaan yang matang.
g. Transparansi dan Sistem Informasi Terbuka
Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.
Keterbukaan merupakan aspek yang penting dalam good governance, dan pengambilan keputusan yang transparan penting bagi sektor swasta untuk membuat keputusan serta investasi yang baik. Pertanggungjawaban dan aturan hukum memerlukan keterbukaan dan informasi yang baik sehingga jenjang administrasi yang lebih tinggi, pengawas eksternal serta masyarakat umum dapat melakukan verifikasi terhadap kinerja administrasi organisasi dan kesesuaiannya terhadap hukum (www.transparansi.or.id).
Pemerintah memiliki akses terhadap banyak informasi penting. Penyebaran informasi melalui transparansi dan sistem informasi yang terbuka dapat menyediakan informasi-informasi rinci yang dibutuhkan perusahaan dan masyarakat untuk mengambil keputusan yang baik. Pasar modal, misalnya, tergantung pada keterbukaan informasi.
Dalam hal lembaga wakaf, transparansi menjadi salah satu kunci keberhasilan lembaga wakaf untuk menyedot perhatian dan minat masyarakat dalam berwakaf. Sangat sulit kiranya saat ini suatu lembaga filantropi bisa berkembang tanpa adanya semangat transparansi dalam pengelolaan dananya, termasuk dana yang dihimpun melalui wakaf. Lebih rinci, pembahasan tentang sitem informasi, yang kemudian dikaitkan dengan wakaf akan diulas secara spesifik pada bagian lain dalam tulisan ini tentang sistem informasi.
Lebih lanjut, pembahasan tentang good governance akan lebih menarik jika dikaitkan dengan sistem informasi yang merupakan salah satu prinsipnya. Dengan demikian, sebuah lembaga yang telah dilengkapi sistem informasi yang mantap dan kemampuan beradaptasi dengan lembaga-lembaga kompetitornya akan mampu menciptakan sebentuk good governance yang didambakan. Untuk itu, pembahasan tentang sistem informasi akan diulas berikut ini.
C. Sistem Informasi
1. Definisi
Sistem informasi merupakan kosa kata manajemen yang diadopsi dari bahasa Inggris, yakni information system. Information berakar dari kata to inform, artinya memberikan pengetahuan kepada seseorang (Hornby, 1987: 437). Dengan demikian, information adalah sesuatu atau berita yang disampaikan kepada orang lain. Adapun system adalah kumpulan sesuatu yang bekerja secara bersama-sama dalam hubungan yang teratur (Hornby, 1987: 877). Jadi, secara etimologis, sistem informasi adalah kumpulan kegiatan yang bertujuan untuk memberikan sesuatu pengetahuan kepada orang lain dalam suatu proses tertentu.
Tentang informasi sendiri ada beberapa kriteria yang disampaikan oleh Williams (2001: 235-6). Menurutnya, informasi adalah data yang bermanfaat dan dapat mempengaruhi pilihan dan perilaku seseorang. Informasi akan bermanfaat apabila akurat. Agar menjadi akurat, informasi harus dapat diandalkan dan absah. Contohnya, awak bagian pemeliharaan perusahaan penerbangan tidak dapat melayani dan memperbaiki pesawat jet penumpang kecuali mereka menerima informasi yang akurat dari awak pesawat atau dari sistem informasi pesawat itu sendiri.
Selanjutnya, informasi bermanfaat apabila lengkap. Agar menjadi lengkap, jumlah informasi harus memadai untuk mengidentifikasi masalah dan mulai menentukan pemecahan potensial. Pabrik-pabrik pesawat terbang menyadari pentingnya menyediakan awak penerbangan dan tenaga pemeliharaan dengan lebih banyak informasi mengenai bagaimana pesawat jet mereka beroperasi. Sebagai akibatnya, pesawat-pesawat generasi baru, seperti Boeing 777, berisi 600 sensor komputer yang dapat digunakan oleh perusahaan penerbangan untuk memperbaiki masalah dan membuat jadwal pemeliharaan.
Informasi bermanfaat jika relevan. Informasi relevan bila berhubungan dengan masalahnya sehingga para pengambil keputusan dapat menggunakannya untuk menentukan masalah dan mulai menentukan solusi yang potensial.
Informasi bermanfaat jika tepat pada waktunya. Untuk menjadi tepat pada waktunya, informasi harus tersedia saat dibutuhkan untuk menentukan suatu masalah atau memulai untuk mengidentifikasi pemecahan potensi masalahnya. Jika seseorang berkata,”seandainya aku tahu apa yang akan terjadi…’ maka ini merupakan indikasi bahwa ia dapat memahami pentingnya informasi yang tepat waktu. Bagi perusahaan penerbangan, informasi yang kini dapat diperoleh dari kinerja pesawat terbang, tidak hanya lebih akurat, lebih lengkap, dan lebih relevan, tapi juga lebih tepat waktu. Ketepatan waktu ini sangat berguna untuk meningkatkan peluang menjaga pesawat dalam layanan tepat waktu.
Selanjutnya, secara terminologis, sistem informasi menurut Turban (2006: 49) adalah kegiatan yang meliputi mengumpulkan, memproses, menyimpan, menganalisis, dan menyebarkan informasi untuk tujuan tertentu. Sistem informasi ini tidak harus terkomputerisasi, walaupun kebanyakan memang terkomputerisasi.[3] Sistem informasi juga dapat diartikan sebagai kombinasi teratur apapun dari orang-orang, hardware, software, jaringan komunikasi, dan sumber daya data yang mengumpulkan, mengubah, dan menyebarkan informasi dalam sebuah organisasi. Orang bergantung pada sistem informasi untuk berkomunikasi antara satu sama lain dengan menggunakan berbagai jenis alat fisik (hardware), perintah dan prosedur pemrosesan informasi (software), saluran komunikasi (jaringan), dan data yang disimpan (sumber daya data) sejak permulaan peradaban (O’Brien, 2006: 5). Definisi lain juga ditawarkan oleh Davis (1999/I: 3) yang berpendapat bahwa sistem informasi adalah sebuah sistem manusia/mesin yang terpadu untuk menyajikan informasi guna mendukung fungsi operasi manajemen dan pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi. Sistem ini menggunakan perangkat keras, dan perangkat lunak komputer, prosedur pedoman, model manajemen serta keputusan, dan sebuah database.
Dari pengertian di atas, dapat ditarik beberapa ciri khas sistem informasi, yaitu adanya sekumpulan informasi (input), adanya alat yang dijadikan sarana transfer informasi yang umumnya menggunakan teknologi canggih seperti komputer, dan adanya tujuan yang hendak dicapai, baik untuk maksimalisasi operasi atau pembuatan keputusan. Dengan demikian, sistem informasi menjadi salah satu pilar fital dalam membangun good governance yang sukses.
2. Unsur-Unsur Sistem Informasi Sederhana
Semua sistem informasi menurut Scott (2002: 69) memiliki tiga kegiatan utama, yaitu:
a. Menerima data sebagai masukan (input).
b. Memprosesnya dengan melakukan penghitungan, penggabungan unsur data, pemutakhiran akun (up-dating account), dan lain-lainnya.
c. Memperoleh informasi sebagai keluarannya (output).
Kegiatan ini dapat dilihat dalam gambar berikut.
Pemroses |
Input Keluaran
Gambar 1. Alur Sistem Informasi Sederhana
Prinsip ini berlaku baik untuk sistem informasi manual, elektromekanis, maupun komputer. Sistem informasi secara sederhana dapat menerima dan memproses data, kemudian mengubahnya menjadi informasi. Sebuah sistem pemroses data biasa disebut juga sebagai “sistem pembangkit informasi”; istilah ini lebih tepat karena menekankan pada tujuan sistem informasi manajemen.
3. Urgensi Sistem Informasi
Untuk memberikan gambaran betapa sistem informasi serta teknologi informasi, kasus amazon.com sebagaimana dianalisis oleh O’Brien (2006: 4) dapat dijadikan renungan. Pernyataan Jeff Bezos, pimpinan Amazon, mengenai pentingnya teknologi tentang keberhasilan perusahaannya, terbukti manjur untuk keberhasilan perusahaan dan usaha bisnis lainnya. Seperti Amazon, banyak perusahaan kini bergantung pada situs web internet mereka untuk menarik, menjual, dan melayani banyak pelanggan mereka. Dan seperti juga amazon, sebagian besar bisnis tergantung pada teknologi informasi untuk memberdayakan banyak hal dari bisnis mereka, seperti sistem akuntansi kantor, sistem persediaan gudang, hingga sistem penjualan langsung dan dukungan untuk pelanggan. Banyak manajer dan praktisi saat ini menggunakan data serta informasi yang mereka dapatkan dari sistem informasi mereka untuk membantu mereka dalam membuat keputusan bisnis yang dapat berhasil.
Para praktisi bisnis bergantung pada banyak jenis sistem informasi yang menggunakan berbagai teknologi informasi. Contohnya, beberapa sistem informasi menggunakan alat hardware petunjuk sederhana (kertas dan pensil) dan saluran komunikasi informasi (mulut ke mulut). Akan tetapi, dalam tulisan ini, kita akan berkonsentrasi pada sistem informasi berbasis komputer dan penggunaannya dalam teknologi informasi berikut ini:
a. Teknologi hardware komputer, termasuk mikrokomputer, server berukuran menengah, dan sistem mainframe besar, serta alat-alat input, output, dan media penyimpanan yang mendukung.
b. Teknologi sofware komputer, termasuk software sistem operasi, pencari web (browser), alat pembuat software, dan software untuk aplikasi bisnis perti manajemen hubungan pelanggan dan manajemen rantai pasokan (supply chain management).
c. Teknologi jaringan komunikasi, termasuk media telekomunikasi, prosesor, dan software yang dibutuhkan untuk menyediakan akses kabel dan nirkabel, serta dukungan untuk jaringan internet dan jaringan pribadi berbasis internet.
d. Teknologi manajemen sumberdaya data, termasuk software sistem manajemen database untuk mengembangkan, mengakses, dan memelihara database organisasi.
4. Tren dalam Sistem Informasi
Hingga era 1960-an, peran dari sebagian besar sistem informasi cukup sederhana: pemrosesan transaksi, pencatatan, akuntasi, dan aplikasi pemrosesan data elektronik. Kemudian, peran lainnya ditambahkan, sejalan dengan terbentuknya konsep sistem informasi manajemen. Peran baru ini berfokus pada pengembangan aplikasi bisnis yang akan memberi para manajer tersebut informasi yang mereka butuhkan untuk tujuan pengambilan keputusan.
Pada era 1970-an, makin nyata bahwa produk informasi yang telah ditentukan terlebih dahulu, yang dihasilkan oleh sistem informasi manajemen semacam itu tidak cukup memenuhi banyak kebutuhan pengambilan keputusan pihak manajemen. Jadi konsep sistem pendukung keputusan lahir. Peran baru sistem informasi adalah untuk memberi para pemakai akhir tingkat managerial dukungan yang interaktif dan khusus dalam proses pengambilan keputusan mereka. Dukungan ini akan dibentuk sesuai dengan gaya pengambilan keputusan yang unik dari para manajer, ketika dihadapkan pada jenis masalah tertentu dalam dunia nyata.
Pada era tahun 1980-an, bebrapa peran baru untuk sistem informasi muncul. Pertama, perkembangan yang cepat kemampuan pemrosesan mikrokomputer, software aplikasi, dan jaringan telekomunikasi melahirkan fenomena end-user computing. Para pemakai akhir ini kini dapat memakai sumber daya komputer mereka sendiri untuk mendukung kebutuhan pekerjaan mereka daripada menunggu dukungan tidak langsung dari departemen layanan informasi perusahaan yang terpusat.
Kedua, makin nyata bahwa kebanyakan eksekutif perusahaan puncak tidak secara langsung menggunakan baik laporan sistem informasi manajemen atau kemampuan pemodelan analitis dari sistem pendukung keputusan, jadi konsep sistem informasi eksekutif dikembangkan. Sistem informasi ini dibuat untuk memudahkan para eksekutif puncak memperoleh informasi penting yang mereka inginkan, saat mereka menginginkannya, serta dibentuk dalam format yang mereka inginkan.
Ketiga, terobosan yang terjadi dalam pengembangan dan aplikasi teknik kecerdasan artifisial dalam sistem informasi bisnis. Sistem pakar dan sistem berbasis pengetahuan lainnya mendorong peran baru sistem informasi. Kini, sistem pakar dapat berfungsi sebagai konsultan bagi pemakai dengan menyediakan saran pakar dalam sejumlah area subjek yang terbatas.
Peran baru penting untuk sistem informasi muncul dalam era tahun 1980 dan berlanjut hingga era tahun 1990-an. Peran ini berkaitan dengan konsep peran strategis sistem informasi, kadang disebut juga sebagai sistem informasi strategik. Di dalam konsep ini, teknologi informasi menjadi komponen integral dari proses bisnis, produk dan layanan, yang membantu perusahaan mendapatkan keunggulan kompetitif dalam pasar global.
Terakhir, pertumbuhan yang cepat dari internet, intranet, ekstranet, dan jaringan global lainnya yang saling terkait dalam era tahun 1990-an secara dramatis mengubah kemampuan sistem informasi dalam bisnis pada awal abad ke-20. Perusahaan berbasis internet dan yang beroperasi melalui web serta sistem e-business dan e-commerce global menjadi hal umum dalam operasi dan manajemen perusahaan bisnis saat ini (Scott, 2002: 200). Kenyataan ini menjadi tantangan bagi organisasi, termasuk lembaga pengelola wakaf. Untuk itu, pemanfaatan teknologi informasi yang canggih dalam pengembangan wakaf menjadi suatu keniscayaan.
5. Jenis-jenis Sistem Informasi
Secara konseptual, aplikasi sistem informasi yang diimplementasikan dalam dunia bisnis saat ini dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara (O’Brien, 2006: 15). Contohnya, beberapa jenis sistem informasi dapat diklasifikasikan sebagai sistem informasi operasi atau manajemen.
Sistem informasi selalu dibutuhkan untuk memproses data yang dihasilkan oleh dan digunakan dalam operasi bisnis. Sistem pendukung operasi semacam ini menghasilkan berbagai produk informasi yang paling dapat digunakan oleh para manajer. Pemrosesan lebih lanjut oleh sistem informasi manajemen biasanya dibutuhkan. Peran dari sistem pendukung operasi perusahaan bisnis adalah untuk secara efisien memproses transaksi bisnis, mengendalikan proses indutrial, mendukung komunikasi dan kerjasama perusahaan, serta memperbarui database perusahaan.
Sistem pemrosesan transaksi adalah contoh penting dari sistem pendukung operasi yang mencatat serta memproses data yang dihasilkan dari transaksi bisnis. Mereka memproses transaksi ke dalam dua cara dasar. Dalam pemrosesan batch, data transaksi dikumpulkan selama suatu periode waktu dan diproses secara periodik. Dalam pemrosesan real-time (atau online), data diproses segera setelah suatu transaksi terjadi. Contohnya, sistem titik penjualan (point of sale) di banyak toko ritel menggunakan terminal mesin kas untuk secara elektronik menangkap serta memindahkan data penjualan saluran telekomunikasi ke pusat komputer regional agar dapat diproses segera (real-time) atau diproses setiap malam (batch) (O’Brien, 2006: 16-17).
Sistem pengendalian proses mengawasi dan mengendalikan proses fisik. Contohnya, penyulingan minyak menggunakan sensor elektronik yang dihubungkan ke komputer untuk secara terus-menerus mengawasi proses kimia dan membuat penyesuaian instan yang mengendalikan proses penyulingan. Sistem kerja sama perusahaan meningkatkan komunikasi dan produktifitas tim serta kelompok kerja dan meliputi aplikasi yang kadang kala disebut sebagai sistem otomatisasi kantor. Contohnya, para pekerja ahli dalam sebuah tim proyek dalam menggunakan e-mail untuk mengirim dan menerima berbagai pesan elektronik, dan melakukan konferensi video untuk melakukan pertemuan elektronik agar dapat mengordinasikan berbagai aktifitasnya.
Ketika aplikasi sistem informasi berfokus pada penyediaan informasi dan dukungan untuk pengambilan keputusan yang efektif oleh para manajer, aplikasi sistem tersebut akan disebut sebagai sistem pendukung manajemen. Memberikan informasi dan dukungan untuk pengambilan keputusan semua jenis manajer serta praktisi bisnis adalah tugas yang rumit. Berdasarkan konsep, beberapa jenis utama sistem informasi mendukung berbagai tanggung jawab pengambilan keputusan: a. Sistem informasi manajemen, b. Sistem pendukung keputusan, dan c. sistem informasi eksekutif (O’Brien, 2006: 18).
Sistem informasi manajemen memberikan informasi dalam bentuk laporan dan tampilan pada para manajer dan banyak praktisi bisnis. Contohnya, manajer penjualan dapat menggunakan jaringan komputer dan pencari web untuk mendapatkan tampilan instan mengenai hasil penjualan produk-produk mereka dan untuk mengakses intranet perusahaan mereka agar dapat memperoleh laporan analisis penjualan harian yang mengevaluasi penjualan yang dilakukan oleh setiap tenaga penjualan (marketing).
Sistem pendukung keputusan memberikan dukungan komputer langsung pada para manajer selama proses pengambilan keputusan. Contohnya, manajer bagian periklanan dapat menggunakan program spreadsheet untuk melakukan analisis what if (apa yang terjadi jika) ketika mereka menguji dampak berbagai anggaran iklan atas prediksi penjualan produk-produk baru. Sistem informasi eksekutif memberikan informasi penting dari berbagai sumber internal dan eksternal dalam tampilan yang mudah digunakan bagi para eksekutif dan manajer. Contohnya, para eksekutif puncak dapat menggunakan terminal layar sentuh untuk secara instan melihat teks serta tampilan grafik yang menekankan berbagai area utama organisasi dan persaingan.[4]
6. Tugas Utama Sistem Informasi
Pada dasarnya setiap organisasi memiliki tiga hingga tujuh tugas utama, yang oleh Rokart disebut “faktor-faktor kritis keberhasilan” (critical success factors). Hal ini biasanya ditentukan oleh sifat lingkungan organisasi, oleh cepatnya perubahan lingkungan, dan sifat industri yang mana organisasi merupakan bagian darinya atau posisinya di dalam industri tersebut. Sebagian besar tugas utama organisasi bersifat silang-fungsi, yang mana informasi melintasi berbagai bidang fungsional yang sangat penting arti pencapaiannya. Manajer harus mengidentifikasi tugas kritis organisasi dan mencurahkan sumber daya organisasi dengan sebaik-baiknya untuk menjamin agar tugas tersebut dapat dilaksanakan dengan maksimal.
Prinsip utama dari perancangan sistem informasi adalah bahwa sistem informasi manajemen harus dijalin dengan teliti agar mampu melayani tugas utama. Tugas utama sistem informasi harus mendapat prioritas untuk dikembangkan dibanding sistem informasi lain, dan harus sering direvisi dan diperbaiki agar mampu menanggapi perubahan lingkungan dan perubahan keperluan manajer. Tugas utama organisasi harus diidentifikasi secara sistematis dan sistem informasi manajerial harus disesuaikan dengannya. Biasanya ada sistem informasi yang lebih atau kurang terpisah untuk masing-masing tugas utama.
Di beberapa organisasi, sistem informasi itulah yang bersifat kritis bagi keberhasilan organisasi, di samping bahwa menetapkan dan menjaga sistem informasi agar tetap istimewa juga merupakan tugas utama. Beberapa organisasi menjadi padat informasi karena pilihan mereka, yaitu: memilih mengembangkan sistem informasi yang lebih baik dibandingkan perusahaan lain yang sejenis dengan maksud untuk memperoleh keunggulan kompetitif.
7. Integrasi Sistem Informasi
Integrasi sistem informasi menurut Scott (2002: 87) merupakan salah satu konsep kunci dari sistem informasi manajemen. Berbagai sistem saling berhubungan satu sama lain dengan berbagai cara yang sesuai dengan keperluan integrasinya. Salah satunya adalah dengan arus data faktual atau potensial di antara mereka. Aliran informasi di antara sistem sangat bermanfaat apabila data dalam file dari satu sistem diperlukan juga oleh sistem yang lainnya, akan tetapi menjadi mustahil bagi sistem kedua untuk menghasilkan data tersebut atau apabila pendekatan ini akan menjadi mahal, lebih lambat, atau kurang tepat dibanding menggunakan data dari file sistem pertama.
Aliran data di antara sistem biasa ditemukan apabila sistem ganda diperlukan untuk mengakses elemen data yang sama dari sumber bersama, atau apabila output dari satu sistem akan menjadi output dari sistem akan menjadi input bagi yang lainnya, seperti apabila informasi dari sistem pemroses transaksi merupakan input bagi sistem informasi manajerial. Sistem juga dapat dikaitkan melalui tugasnya untuk memberikan data tugas yang sama atau karena masing-masing sistem menggunakan data yang sama dari sumber yang lain.
Apabila ada di antara tipe hubungan seperti tersebut di atas, maka dikatakan sistem bersangkutan “berinteraksi”. Interaksi di antara sistem-sistem akan dinilai dengan cara menentukan “kaitan” internal antara elemen data di berbagai sistem yang berkaitan, misalnya elemen data yang digunakan untuk pelaporan tugas yang sama. Kaitan seperti ini memungkinkan data mengalir sepanjang “lintasan data” ke seluruh bagian di dalam sistem informasi, yakni data yang diperlukan untuk penghitungan atau pelaporan. Apabila kaitan telah dapat ditetapkan, maka sistem bersangkutan dikatakan telah “terintegrasi”.
8. Evaluasi Fungsi Sistem Informasi
Evaluasi fungsi sistem informasi meliputi manajemen dan pengoperasian pengolahan sistem informasi. Bidang yang termasuk evaluasi ini dalam pandangan Davis (1998/II: 262-263) adalah :
a. manajemen fungsi pengolahan informasi: 1). pengembangan dan pemeliharaan suatu rencana induk pengembangan, 2). anggaran dan prosedur lain untuk alokasi sumber daya dan pengendaliannya, 3). prosedur seperti laporan manajemen untuk mengidentifikasi dan memperbaiki pelaksanaan yang kurang memuaskan.
b. Penetapan karyawan pengolahan informasi: 1). Mutu karyawan menurut kualifikasi, 2). pemberian latihan dan proses peremajaan.
c. Proses pengembangan untuk aplikasi baru: 1). standar untuk daur pengembangan, 2). pengendalian manajemen proyek.
d. Pengoperasian: 1). standar operasional, 2). penjadwalan kerja, 3). penyeliaan.
e. Pengendalian dan pengamanan: 1). prosedur pengendalian mutu, 2). pengamanan ruang komputer, file, program, dan semacamnya, 3). penyediaan cadangan (back up) untuk file, 4). rencana penyesuaian untuk kegagalan peralatan.
Adapun evaluasi fungsi sistem informasi bisa dikerjakan oleh salah satu dari 3 hal:
a. Tim audit khusus yang dikumpulkan untuk maksud ini yang diambil dari antara eksekutif organisasi
b. Tim audit internal yang mengerjakan audit operasional
c. Organiasasi konsultasi luar.
Dengan demikian, tujuan evaluasi adalah untuk mengukur mutu prestasi yang ada untuk dapat memperbaiki prestasi mendatang. Laporan evaluasi harus menitikberatkan tidak hanya pada penentuan kelemahan dan keunggulan tetapi juga pada perbaikan yang diusulkan.
D. Aplikasi Sistem Informasi dalam Pengelolaan Wakaf
Kalau kita mengacu pada pelaksanaan wakaf pada masa lalu, tentu rasanya kita tidak perlu bersusah payah menerapkan manajemen yang rumit, termasuk sistem informasi. Soalnya, wakaf dengan sendirinya masih terbatas pada wilayah wakaf tanah yang prosesnya tidak perlu informasi yang mendalam.
Namun, di era sekarang ini, wakaf sudah berkembang sedemikian pesat sehingga laju arus informasi yang lancar menjadi penting. Hal ini dapat dilihat dari beberapa lembaga pengelola wakaf profesional. Sebut saja Wakaf Real Estate (WAREES).[5] Lembaga wakaf yang berpusat di Singapura ini telah menjadi salah satu pionir penggerak wakaf produktif yang cukup disegani, setidaknya di Asia Tenggara. Kemampuan mereka dalam mengelola wakaf tidak lepas dari kecakapan mereka dalam mengadopsi informasi-informasi terkini sekaligus menyampaikan informasi terbaru perkembangan wakaf mereka melalui situs resminya. Di Indonesia, salah satu lembaga yang secara profesional mengelola wakaf adalah Tabung Wakaf Indonesia (TWI). Lembaga yang berada di bawah naungan Dompet Dhuafa (DD) Republika ini telah memanfaatkan sistem informasi secara efektif sehingga informasi tentang wakaf yang telah dibayarkan oleh para wakif dengan mudah dapat diakses melalui situs mereka. Selain itu, penyatuatapan dalam beberapa hal termasuk masalah keuangan di DD Republika dapat mempermudah para pemerhati wakaf untuk mengecek lalu lintas keuangan mereka secara komprehensif. Misalnya, si A mewakafkan uangnya untuk pembangunan Rumah Sehat Terpadu. Ia akan mendapatkan sertifikat wakaf tunai dan dapat menelusuri pemanfaatan uang tersebut ke obyek yang dituju. Dengan demikian, mereka dapat dengan mudah memperoleh informasi yang akurat dan tepat.
Selain itu, dalam upaya meningkatkan semangat berwakaf, khususnya wakaf uang, TWI dengan giat melakukan penggalangan dana (fundrising), tidak hanya bersifat face-to-face, tapi juga menggunakan sarana informasi internet dan media lainnya. Mereka memiliki semboyan “Angsa Bertelur Emas,” yang diartikan sebagai harta yang diwakafkan akan terus menerus memberikan hasil yang luar biasa, baik untuk kemaslahatan umat maupun untuk kemanfaatan si wakif.
Seharusnya lembaga wakaf di Indonesia tidak hanya berpuas diri dengan raksasa tidurnya.[6] Potensi yang begitu besar tidak serta merta menjadikan negeri ini menjadi puas. Mencoba melihat perkembangan wakaf yang sudah dilakukan oleh lembaga-lembaga filantropi lainnya perlu dilakukan. Jika mungkin, ada lembaga wakaf yang sukses, atau paling tidak lembaga ZIS yang telah berhasil mengembangkan secara produktif. Bahkan, bukan hal yang buruk jika kita kemudian melakukan studi banding ke lembaga agama lain yang telah berhasil menjadikan aset mereka semacam wakaf menjadi sumber penerimaan mereka. Sebut saja Catholic Relief Services. Lembaga yang bermarkas di Amerika Serikat ini telah sukses menjalankan misi untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat yang tertimpa musibah dengan tidak terbatas pada agama, negara, dan teritorial (www.crs.org). Wakaf dalam Islam nampaknya memiliki semangat yang sama, yakni untuk kesejahteraan sosial bagi seluruh umat manusia, tidak hanya terbatas bagi umat Islam.
E. Penutup
Good governance yang merupakan syarat mutlak kemajuan suatu organisasi, termasuk di dalamnya lembaga pengelola wakaf. Dengan tatakelola yang amanah, lembaga wakaf akan mampu bersaing dengan institusi filantropi Islam lainnya seperti zakat, infaq, dan sedekah. Bahkan, jika lembaga-lembaga pengelola wakaf mampu menerapkan sistem informasi yang handal, tidak mustahil akan muncul lembaga wakaf yang lebih luas jangkauannya dalam melayani umat ketimbang lembaga amil zakat.
Semangat tersebut setidaknya dapat dilihat dari perkembangan Wakaf Real Estate di Singapura dan Tabung Wakaf Indonesia di Jakarta. Meskipun mereka belum sepenuhnya mampu menerapkan good governance dalam bentuk sistem informasi yang transparan, mereka setidaknya telah menunjukkan bahwa lembaga wakaf jika dikelola secara profesional akan mampu memberikan kontribusi nyata bagi kesejahteraan sosial, khususnya untuk umat Islam. Bahkan, tidak mustahil suatu saat gaung mereka dapat menyamai Catholic Relief Services yang telah berkiprah bagi pembangunan manusia di tingkat internasional. Wa Allah A’lam.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Davis, Gordon B., 1999, Kerangka Dasar Sistem Informasi Manajemen, Bagian I: Pengantar, Penerjemah: Andreas S. Adiwardana, Jakarta: Ikrar Madiriabadi.
---------, 1998, Kerangka Dasar Sistem Informasi Manajemen, Bagian II: Struktur dan Pengembangannya, Penerjemah: Andreas S. Adiwardana, Jakarta: Ikrar Madiriabadi.
Dessler, Gary, 1997, Manajemen Sumberdaya Manusia, Penerjemah: Benyamin Molan, Jakarta: Prenhallindo.
Fuad, Muhammad, 2008, Membangunkan Raksasa Tidur, Problematika Pengelolaan dan Pendayagunaan Wakaf di Indonesia, Depok: Piramedia.
Handoko, Hani, 2001, Manajemen, Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Hornby, 1987, Oxford Advanced Leaner’s Dictionary of Current English, Oxford: Oxford University Press.
Neufeldt, Victoria (ed.), 1996, Webster’s New World College Dictionary, New York: A. Simon & Schuster, Inc.
O’Brien, James A., Pengantar Sistem Informasi Perspektif Bisnis dan Manajerial, Penerjemah: Dewi fitriasari dan Deny Arnoz Kwary, Jakarta: Salemba Empat.
Robbins, Stephen P., 1996, Perilaku Organisasi, Konsep Kontroversi Aplikasi, Penerjemah: Hasyana Pujaatmaka, Jakarta: Prenhallindo.
Scott, George M., 2002, Prinsip-prinsip Sistem Informasi Manajemen, Penerjemah: Achmad nashir Budiman, Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Sudirman dan Risma Nur Arifah (ed), 2008, The Power of Zakat, Studi Perbandingan Pengelolaan Zakat Asia Tenggara, Malang: UIN Malang Press.
Sumarni, Murti, 2002, Manajemen Pemasaran Bank, Yogyakarta: Liberty.
Sumayang, Lalu, 2003, Dasar-dasar Manajemen Produksi & Operasi, Jakarta: Salemba Empat.
Sunarto, 2007, Manajemen 2, Yogyakarta: Amus.
Turban (et.al), 2006, Pengantar Teknologi Informasi, Jakarta: Salemba Infotek
Usman, Husaini, 2002, Manajemen, Teori Praktik & Riset Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara.
Williams, Chuck, 2001, Manajemen, Penerjemah: Sabaruddin Napitupulu, Jakarta: Salemba Empat.
B. Undang-Undang
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 159 tentang Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
B. Website
http://kjm.ugm.ac.id/web/index.php?option=com_content&task=view&id=54&Itemid=84
http://www.bhpinfosolutions.co.uk..
http://www.pdambandarmasih.com/forumpdam/index.php?topic=23.0
http://www.rurder.usda.gov/ocd
http://www.surveyquest.org/files/images/iStock_000004863898XSmall.gif
http://www.wikipedia
http://www.crs.org
http://www.warees.com
[1] Pada dasarnya, banyak tokoh yang memiliki pemikiran serupa, antara lain Siagian (2004: 215) yang mengatakan bahwa tuntutan yang pasti dihadapi oleh mereka yang berperan dalam di masyarakat, seperti negarawan, politisi, tokoh industri, pembentuk opini masyarakat, dan penyebar informasi, adalah meningkatkan kemampuan masing-masing untuk mengelola setiap perubahan yang pasti akan terjadi. Sunarto (2007: 64) juga berpendapat bahwa memahami kapan dan bagaimana mengimplementasikan perubahan merupakan bagian vital dari manajemen. Hani Handoko (2001: 3) bahkan menegaskan bahwa manajemen dibutuhkan untuk semua tipe kegiatan yang diorganisasi dan dalam semua tipe organisasi.
[2] Ia juga menyitir isi “Deklarasi Manila” yang dihasilkan dalam First Internasional Conference of New Restored Democraties (Manila, Juni 1998). Isinya antara lain menyebut prinsip – prinsip “ good governance”, yaitu transparancy (keterbukaan), 2. accountability (bertanggung jawab), 3. equity (adil), 4. responsiveness (cepat dan tanggap), 5. civil society role (peran dan partipasi masyarakat), 6. rule of law (penegakan hukum).
[3] Selain sistem informasi atau istem informasi manajemen, banyak pula sistem informasi yang terintegrasi pada kegiatan atau pengetahuan tertentu. Salah satunya adalah sistem informasi pemasaran yang didefinisikan oleh Sumarni sebagai kumpulan orang, peralatan dan prosedur untuk mengumpulkan, menyeleksi, mengalisis, mengevaluasi, dan mendistribusikan informasi yang dibutuhkan, tepat waktu dan akurat kepada pembuat keputusan pemasaran (2002: 211).
[4] Beberapa kategori lainnya dari sistem informasi dapat mendukung baik aplikasi operasi maupun manajemen. Contohnya, sistem pakar dapat memberi saran pakar untuk tugas-tugas dasar operasi seperti diagnosa perlengkapan, atau keputusan manajerial seperti manajemen portofolio pinjaman. Sistem manajemen pengetahuan adalah sistem informasi berbasis pengetahuan yang mendukung pembentukan, pengaturan, dan penyebaran pengetahuan bisnis ke para pegawai dan manajer di seluruh perusahaan. Sistem informasi yang berfokus pada aplikasi operasi dan manajerial dalam mendukung fungsi bisnis dasarnya seperti akuntansi dan pemasaran, disebut sebagai sistem informasi fungsional. Terakhir, sistem informasi strategis menerapkan teknologi informasi pada produk, layanan atau proses bisnis perusahaan, untuk mendapatkan kelebihan strategis atas para pesaingnya (O’Brien, 2006: 19).
[5] Sekilas kegiatan mereka dapat dilihat dalam Sudirman dan Risma Nur Arifah (ed), 2008, The Power of Zakat, Studi Perbandingan Pengelolaan Zakat Asia Tenggara, Malang: UIN Malang Press, 351-362. Atau secara online dapat dinikmati perkembangan mutakhir WAREES dalam situs resminya www.warees.com.
[6] Ulasan betapa wakaf merupakan aset yang luar biasa namun belum dimanfaatkan secara maksimal sehingga layak disebut sebagai raksasa tidur dapat dijumpai dalam Muhammad Fuad, 2008, Membangunkan Raksasa Tidur, Problematika Pengelolaan dan Pendayagunaan Wakaf di Indonesia, Depok: Piramedia.
Salam kepada semua orang, Allah pasti akan menjawab semua pemberi pinjaman palsu ini yang mencuri uang kita dengan menyamarkan uang pinjaman kepada kita, mereka datang dengan segala bentuk ucapan manis seperti memberi pinjaman dengan tingkat bunga rendah 2%, semuanya scam kecuali Ibu yang baik. Rossa Stanley perusahaannya adalah satu-satunya pemberi pinjaman sejati dan sejati yang meminjamkan dengan tingkat bunga 2%, inilah ceritaku, nama saya annisa dari bali pemilik restoran, jangan tertipu atau takut pinjaman itu tidak bisa didapat dari internet, itu mungkin dan saya adalah penerima pinjaman internet. Saya membaca beberapa komentar Anda tentang bagaimana Anda scammed, Ya mereka scammers, dan mereka juga pemberi pinjaman yang sebenarnya. Dan ibu rossa adalah salah satunya. Karena banyak kreditor scam saya awalnya skeptis, namun memutuskan untuk mencoba dan melihat kembali ibu Rossa menyetujui permintaan pinjaman saya dan saya telah mengkreditkan pinjaman saya dengan tepat Rp150.000.000,00 ke Rekening BCA saya, saya harus mengakui ketika mendapat uang, saya terkejut dan Masih kaget sampai tanggal, meski ada beberapa yang menolak karena tidak bisa memenuhi syarat pinjaman. Tapi saya dikabulkan karena keseriusan dan ketegaran saya, banyak yang akan menghubungi ibu rossa tanpa menjawab dan ketika pinjaman mereka dibatalkan, mereka akan memohon kepada ibu rossa tapi bagi saya saya serius dan memantau hal-hal dan sebelum saya mengetahuinya, saya mendapatkan pinjaman saya, dan ketika saya bertanya kepada ibu rossa bagaimana saya menunjukkan penghargaan untuk mengeluarkan saya dan keluarga saya dari kemiskinan dia meminta agar saya membagikan berita tersebut kepada semua orang di sekitar saya di Bali, dan hari ini saya memutuskan untuk menuliskannya di sini sehingga orang tidak akan jatuh pemberi pinjaman palsu yang menuntut biaya pendaftaran, tuntutan ibu hanya untuk keseriusan dan rasa hormat Anda dan pinjaman Anda akan ada di rekening bank Anda dan sekali lagi saya mengatakan bahwa ALLAH memberkati perusahaan pinjaman rossa stanley untuk hal ini baik untuk orang-orang di benua ASIA dan UNITED NATIONS (PBB) untuk mendukungnya, Anda bisa menghubungi pusat layanan pelanggan rossa stanley dengan menulis layanan pelanggan melalui surat Rossastanleyloancompany@gmail.com, jika Anda ragu dan perlu klarifikasi mengenai apapun atau isu merasa bebas untuk menulis saya annisaberkarya@gmail.com atau suami saya agungabdullahi@gmail.com Saya melakukan dengan sangat baik dalam bisnis restoran saya, dan membayar cicilan pinjaman saya pada saat jatuh tempo, ibu Rossa benar-benar Allah dikirim ke Dunia ini.
BalasHapus