Pernahkah Saudara putus asa? Pernahkah Saudara hilang kesabaran? Pernahkah Saudara berada dalam situasi yang membingungkan sekaligus menegangkan? Saya yakin, hampir semua di antara kita pernah mengalaminya dengan tingkat dan kadar yang bervariasi. Dalam hidup yang bergelombang, ada siang ada malam, ada suka ada duka, ada sulit ada longgar, terus saja bergelinding dari waktu ke waktu. Tatkala kita dirundung masalah, misalnya di seputar pekerjaan atau keluarga, kita sering kali mengeluh, aduh mengapa harus begini, mengapa harus kita yang mengalami...dan semacamnya. Ujung-ujungnya, kita diterpa rasa putus asa dan hilang harapan. Hidup sepertinya redup dan gelap. Tanpa sinar, tanpa jalan. Semua tertutup dan beku. Jika rasa itu telah hinggap di hati, itu berarti kita telah putus asa.
Kadang saat menghadapi ganjalan, sikap yang muncul adalah marah. Mengapa orang memperlakukan kita seperti itu, mengapa agenda kita tidak berjalan seperti rencana, mengapa kita yang disalahkan....merupakan awal kemarahan. Apalagi, kita merasa bahwa kita telah melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan melayani orang setulus-tulusnya. Giliran kita yang butuh, nampaknya orang di sekeliling kita bersikap acuh tak acuh dan mengabaikan kita. Marah adalah ekspresi ketidakpuasan antara cita dan realita. Marah yang wajar dapat mengurangi ketegangan, namun jika berlebihan justru akan memunculkan ketegangan baru yang lebih rumit. oleh sebab itu, pikiran kita harus longgar, kita harus mampu menghadapi segala situasi dan beradaptasi dengan karakter orang yang berbeda-beda. Andai saja kita bisa sedikit mengalah dan memahami situasi dengan lebih bijak, niscaya kita akan melihat banyaknya celah jalan keluar yang bisa kita ambil. Bila kita mengutamakan marah sebagai bentuk ekspresi kekecewaan, alih-alih menyelesaikan masalah, justru yang muncul adalah masalah-masalah baru yang akan menambah beban pikiran kita. Dengan demikian, sikap bersabar dan memandang jalan masih panjang akan membuat kita mampu tersenyum di kala situasi sedang kalut. Senyum simpul kita yang tulus akan meredakan emosi yang tak terkendali. Memang, masalah tidak dengan begitu saja hilang dengan senyum kita, namun setidaknya sikap dewasa kita akan menjadikan masalah cepat terselesaikan oleh pikiran yang dingin.
Mengaca dari berbagai peristiwa yang pernah kita alami dan respon kita terhadap situasi itu, nampaknya dapat disimpulkan bahwa sikap ikhlas menerima setiap jengkal kenyataan hidup dengan tetap terus menerus berusaha agar kita mampu menanganinya dengan baik adalah sikap pilihan yang dapat kita jadikan bekal untuk fase kehidupan kita berikutnya. Sebaliknya, jika kita lebih mengutamakan emosi yang tak terkendali dengan dalih mencurahkan kekesalan agar plong, malah berbuah sebaliknya. Masalah tetap ada dan justru bertambah panjang.
Sebagai kata akhir, marilah kita sejenak menenangkan diri dengan tetap berdoa dan berusaha sekuat tenaga sebagai bagian dari bentuk ikhtiyar kita, agar kita mampu menghadapi segala masalah dengan sikap tenang dan bijaksana. Allah akan menolong seorang hamba jika ia menyerahkan diri dan memohon pertolongan kepada-Nya. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar