Mahasuci Allah yang menyediakan segala sesuatu di muka bumi ini untuk kemaslahatan hidup manusia. Sandang, pangan, dan papan sudah tersedia bahan bakunya semuanya sehingga kelangsungan hidup manusia dapat dipertahankan. Untuk memenuhi kebutuhan jiwa atau ruhani, Allah menurunkan Al-Qur’an dengan aneka kandungannya yang dapat memberikan sinaran kalbu sehingga manusia tetap menapaki jalan-Nya yang lurus.
Salah satu pelajaran yang diceritakan Al-Qur’an adalah hewan semut. Nama semut bahkan telah diabadikan dalam sebut surat, an-Naml. Seberapa hebatkah hewan satu ini sehingga Allah memberikan sebuah penghargaan di antara para binatang lainnya? Mengapa tidak singa, gajah, atau jerapah? Atau mungkin yang lebih besar lagi semacam dinosaurus? Allah Maha Besar, namun dalam mmeberikan teladan, Allah tidak malu membuat perumpamaan hewan-hewan kecil, seperti nyamuk, lebah, dan laba-laba yang mungkin dipandang lemah dan remeh oleh manusia, namun dalam pandangan Allah, mereka dapat menjadi teladan dalam rangka menundukkan keangkuhan manusia.
Semut! Bentuk badannya kecil, warna umumnya hitam, jalannya lambat, hobinya menggigit, suka mengotori makanan dan minuman yang manis. Hampir, tidak ada yang menarik dari hewan ini. Serinhkali kita kesal gara-gara makanan kesukaan kita dikerubuti semut. Tak jarang kita melihat bahwa dinding indah rumah kita juga jadi jalan tol para semut itu. Alhasil, semut yang diagungkan namanya dalam al-Qur’an praktis sungguh menyebalkan. Tapi mengapa Allah sekali lagi tertarik mengangkatnya?
Alkisah dalam al-Qur’an, nabi Sulaiman sedang bepergian dan melintasi sebuah jalan yang banyak dihuni semut. Melihat tentara Sulaiman, raja semut berseru, “Wahai kaum semut, menyingkir dan bersembunyilah di rumah-rumah kalian, karena Sulaiman dan tentaranya akan melintasi kawasan kita. Ia tentu tidak akan tahu kalau kita ada di bawahnya. Janganlah kita binasa oleh kelengahan kita.” Demikian seruan yang diumumkan oleh pimpinan semut itu. Mendengar seruannya, Sulaiman yang dikaruniai Allah kelebihan memahami bahasa binatang tertawa terpingkal-pingkal dan memuji kebesaran Allah. Betapa memahami bahasa hewan kecil itu membuat dirinya lebih mulia dari orang lain.
Kisah di atas menyiratkan bahwa semut peduli dengan nasib sesamanya, dalam konteks ini keselamatan kawannya. Seruan itu begitu bijak dan masuk akal. Semua semut pun menuruti seruan itu demi kelestarian hidupnya. Persatuan dan kesatuan di masyarakat semut begitu berharga. Kepatuhan kepada pemimpin yang bijak menjadi suatu kensicayaan. Tidak perlu mereka berdebat berlarut-larut hanya untuk memastikan kebenaran seruan itu. Ada satu kesadaran bahwa keselamatan semut lain adalah tanggung jaab bersama. Artinya, mereka tidak hanya mementingkan diri sendiri dengan melarikan diri lalu bersembunyi di liangnya tanpa peduli dengan nasib orang lain. Peringatan yang disampaikan oleh raja semut menunjukkan sikap bijak seorang pemimpin untuk melindungi kaumnya.
Hal lain yang dapat kita cermati dari tradisi semut adalah kerja keras tanpa kenal lelah. Cobalah kita lihat tatkala kawanan semut sedang bergotong royong mengangkut seekor kecoak. Secara nalar, nampaknya tak mungkin bila semut mampu mengangkat kecoak yang besarnya berkali lipat dari postur tubuh semut yang imut. Namun, dengan kerja keras dan gotong royong, kecoak besar itu dapat dipindahkan sedikit demi sedikit namun pasti ke rumahnya. Sikap seperti ini patut dicontoh oleh manusia yang sering saling serobot dan menguasai kekayaan hanya untuk kepentingan perutnya sendiri. Begitu pula, manusia mudah putus asa dan merasa tidak mungkin mampu menyelesaikan perkerjaannya tepat waktu. Kita kadang harus mengaku kalah dengan semut karena semut berani berjam-jam bahkan berhari-hari mondar-mandir mencari dan mengangkut makanan untuk pentingan bersama. Semoga dengan kejernihan pikiran dan kelapangan hati, kita tidak sungkan-sungkan belajar dari makhluk Allah yang mungil ini untuk kebaikan hidup kita di masa mendatang. Amin!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar