Kamis, 04 Juni 2009

LEMBAGA PENGELOLAAN ZAKAT MODERN

Dasar hukum berdirinya lembaga pengelola zakat di Indonesia adalah Undang-undang No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, Keputusan Menteri Agama No. 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan UU No. 38 tahun 1999, dan keputusan Direntur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No. D/291 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Sedangkan dasar hukum lain yang memiliki kaitan erat dengan zakat adalah Undang-undang No. 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan. Undang-undang ini menjelaskan bahwa zakat merupakan pengurang Penghasilan Kena Pajak (PKP).
Pengelolaan zakat sebagaimana tertuang dalam pasal 1 ayat (1) Undang-undang No. 38 tahun 1999, didefinisikan sebagai kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat. Sedangkan zakat sendiri dalam pasal 1 ayat (2) diartikan sebagai harta yang disisihkan oleh seorang Muslim atau badan yang dimiliki oleh orang Muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. Organisasi pengelola zakat yang diakui pemerintah terdiri dari dua lembaga, yaitu Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat. Berikut ini secara singkat akan diuraikan tentang kedua lembaga tersebut.
1. Badan Amil Zakat
Badan Amil Zakat (BAZ) adalah lembaga yang dibentuk pemerintah yang bertugas untuk mengelola zakat sedangkan Lembaga Amil Zakat (LAZ) adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat dan mendapatkan pengakuan dari pemerintah. BAZ dan LAZ mendapat tugas untuk mengeluarkan surat Bukti Setor Zakat (BSZ) yang dapat digunakan untuk mengurangkan Penghasilan Kena Pajak (PKP) saat membayar pajak di Kantor Palayanan Pajak.
BAZ memiliki struktur dari pusat hingga kecamatan. BAZ di tingkat pusat disebut dengan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). BAZNAS berdiri berdasarkan surat keputusan presiden Republik Indonesia nomor 8 tahun 2001 tanggal 17 Januari 2001. Sedangkan BAZ di tingkat propinsi dikenal dengan sebutan Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Tk I/ BAZDA Propinsi. Lembaga ini berdiri di setiap propinsi seluruh Indonesia. Untuk mengptimalkan kinerja BAZ, dibentuklah BAZ di tingkat kabupaten atau kotamadya yang disebut dengan BAZDA Tk. II/BAZDA Kabupaten/Kota. Biasanya kinerja BAZ hanya sampai kabupaten/kotamadya, jarang yang memiliki jaringan hingga kecamatan. Namun, struktur BAZ dapat sampai ke kecamatan yang dinamakan BAZ Kecamatan.
Mengingat BAZ merupakan lembaga pengelola zakat profesional, BAZ memiliki kewajiban sebagai berikut:
1. melakukan kegiatan sesuai dengan program kerja yang telah dibuat
2. menyusun laporan tahunan termasuk laporan keuangan.
3. mempublikasikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawas pemerintah yang berwenang melalui media massa sesuai dengan tingkatannya, paling lambat enam bulan setelah tahun buku berakhir.
4. Menyerahkan laporan tahunan tersebut kepada peme¬rintah dan Dewan Perwakilan Rakyat sesuai dengan tingkatannya.
5. Merencanakan kegiatan tahunan.
6. Mengutamakan pendistribusian dan pendayagunaan dana zakat yang diperoleh di daerah masing-masing sesuai dengan tingkatannya.
Meskipun BAZ dibentuk oleh pemerintah, namun proses pembentukannya sampai kepengurusannya ha¬rus melibatkan unsur masyarakat. Dengan demikian, masyarakat luas dapat menjadi pengelola BAZ sepanjang kualifikasinya memenuhi syarat sebagaimana tertuang dalam pasal 6 UU No 38 tahun 1999.
Untuk memberikan gambaran yang lebih konkret tetang BAZ, patut di sini dijabarkan beberapa pola kerja dan prestasi yang telah ditorehkan BAZNAS yang berkedudukan di Jalan Sudirman Jakarta Pusat. Dalam pengumpulan dana ZIS dari masyarakat dan menyalurkan kepada yang berhak, BAZNAS melibatkan BAZ/LAZ maupun lembaga lain yang menjadi Unit Pengumpul Zakat (UPZ) mitra BAZNAS di tiap daerah. Dengan hal ini BAZ/LAZ dan instansi yang menjadi UPZ mitra BAZNAS di daerah akan teberdayakan sekaligus dapat menjamin pemerataan pemanfaatan dana ZIS sampai ke pelosok daerah. BAZNAS didukung oleh tokoh-tokoh ulama, profesional, akademisi, birokrat dan tokoh masyarakat yang telah tepercaya di bidangnya dan dikenal bersih serta perhatian pada pemberdayaan umat.
Adapun UPZ yang menjadi mitra BAZNAS di antaranya adalah:
1. UPZ Kementrian Riset dan teknologi
2. UPZ KORPRI Badan Pemeriksa Keuangan
3. UPZ Departemen Kehakiman dan hak Asasi Manusia
4. UPZ PT Permodalan Nasional madani (PNM)
5. UPZ Bank Negara Indonesia
6. UPZ Departemen Agama
7. UPZ Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
8. UPZ Biro Pusat Statistik
9. UPZ Kantor Menteri Negara BUMN
10. UPZ Kantor Menteri Negara Urusan Koperasi dan usaha Kecil Menengah
11. UPZ Departemen Pertahanan
12. UPZ Mahkamah Agung
13. UPZ Departemen Kelautan dan Perikanan
14. UPZ Departemen Tenaga Kerja
15. UPZ Departemen dalam Negeri
16. UPZ Departemen Pendidikan Nasional
17. UPZ Kantor Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
18. UPZ Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
19. UPZ Baitul Mal Bumiputera
20. UPZ Tabungan Asuransi Pensiun (PT. Taspen)
Program kerja BAZNAS yang sudah dapat dilihat saat ini adalah program kemanusiaan terdiri bantuan evakuasi korban, pelayanan kesehatan gawat darurat, bantuan pangan dan sandang, bantuan rehabilitasi daerah pasca bencana. Sedangkan program kesehatan yang telah digarap antara lain jaminan kesehatan masyarakat prasejahtera, unit kesehatan keliling, dan penyuluhan kesehatan dan makanan bergizi. program pengembangan ekonomi umat terdiri bantuan sarana usaha, pendanaan modal usaha, dan pendampingan/pembinaan usaha. Ada pun program dakwah masyarakat yang terlaksana di antarnya adalah bina dakwah masyarakat, bina dakwah masjid dan bina dakwah kampus/sekolah. Program peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dicanangkan terdiri atas beasiswa tunas bangsa, pendidikan alternatif terpadu, pendidikan keterampilan siap guna, bantuan guru dan sarana pendidikan, dan program terpadu masyarakat mandiri.
2. Lembaga Amil Zakat
Lembaga Amil Zakat (LAZ) merupakan lembaga pengelola zakat yang dibentuk oleh masyarakat sehingga tidak memiliki afiliasi dengan BAZ. BAZ dan LAZ masing-masing berdiri sendiri dalam pengelolaan zakat. Saat ini LAZ yang memiliki jaringan nasional setidaknya ada 14 lembaga, yaitu:
1. Dompet Dhuafa Republika (Jakarta) No. SK Menag : 439 tahun 2001
2. Amanat Takaful (Jakarta) No. SK Menag. : 440 tahun 2001
3. LAZ Pos Keadilan Peduli Umat (Jakarta) No. SK Menag.: 441 Tahun 2001
4. Baitul Maal Muamalat (Jakarta) No. SK Menag. : 481 Tahun 2001
5. Dana Sosial al-Falah (Surabaya) No. SK Menag. : 523 Tahun 2001
6. Baitul Maal Hidayatullah (Jakarta) No. SK Menag. : 538 Tahun 2001
7. Persatual Islam (PERSIS) (Bandung) No. SK Menag. : 552 Tahun 2001
8. Bamuis Bank BNI (Jakarta) No. SK Menag. : 330 Tahun 2002
9. Bangun Sejahtera Mitra Umat (Jakarta) No. SK Menag. : 406 Tahun 2002
10. Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (Jakarta) No. SK Menag. : 407 Tahun 2002
11. Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia (Jakarta) No. SK Menag. : 445 Tahun 2002
12. Pimpinan Pusat Muhammadiyah (Jakarta) No. SK Menag. : 557 Tahun 2002
13. Baitul Maal wat Tamwil (Jakarta) No. SK Menag. : 468 Tahun 2002
14. Dompet Sosial Ummul Quro’ (Bandung) No. SK Menag. : 157 Tahun 2003
Untuk dapat dikukuhkan oleh pemerintah, sebuah LAZ harus memenuhi dan melampirkan persyaratan sebagai berikut:
1. Akte pendirian (berbadan hukum).
2. Data muzakki dan mustahik.
3. Daftar susunan pengurus.
4. Rencana program kerja jangka pendek, jangka me¬nengah, dan jangka panjang.
5. Neraca atau laporan posisi keuangan.
6. Surat pernyataan bersedia untuk diaudit.
Hanya LAZ yang telah dikukuhkan oleh pemerintah saja yang diakui bukti setoran zakatnya sebagai pengurang penghasilan kena pajak dari muzakki yang membayarkan dananya. Bentuk badan hukum untuk LAZ, yaitu yayasan, karena LAZ termasuk organisasi nirlaba, dan badan hukum yayasan dalam melakukan kegiatannya tidak berorientasi untuk memupuk laba.
Persyaratan data muzakki dan mustahik serta program kerja sebaiknya berdasarkan hasil survei agar mencerminkan kondisi lapangan. Sedangkan neraca atau laporan posisi keuangan diperlukan sebagai bukti bahwa LAZ telah mempunyai sistem pembukuan yang baik. Surat pernyataan ber¬sedia untuk diaudit diperlukan agar prinsip transparansi dan akuntabilitas tetap terjaga.
Setelah mendapat pengukuhan, LAZ memiliki kewajiban sebagai berikut.
1) Segera melakukan kegiatan sesuai dengan program kerja yang telah dibuat.
2) Menyusun laporan, termasuk laporan keuangan.
3) Mempublikasikan laporan keuangan yang telah diaudit melalui media massa.
4) Menyerahkan laporan kepada pemerintah.
Jika sebuah LAZ tidak lagi memenuhi persyaratan pe¬ngukuhan dan tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana di atas, pengukuhannya dapat ditinjau ulang bahkan sampai dicabut. Mekanisme peninjauan ulang terhadap LAZ di-lakukan dengan memberikan peringatan tertulis sampai tiga kali. Bila telah tiga kali diperingatkan secara tertuIis tidak ada perbaikan, akan dilakukan pencabutan pengukuhan. Pencabutan pengukuhan tersebut akan mengakibatkan:
1) Hilangnya hak pembinaan, perlindungan, dan pelayanan dari pemerintah
2) Tidak diakuinya bukti setoran zakat yang dikeluarkannya sebagai pengurang penghasilan kena pajak
3) Tidak dapat melakukan pengumpulan dana zakat.
Aturan-aturan seperti diuraikan di atas diberlakukan agar pengelolaan dana-dana zakat, infaq, shadaqah, dan lainnya, baik oleh lembaga yang dibentuk oleh pemerintah maupun yang sepenuhnya diprakarsai oleh masyarakat, dapat lebih pro¬fesional, amanah, dan transparan sehingga dapat berdampak positif terhadap pemberdayaan dan kesejahteraan umat. Tuntutan profesionalisme mengharuskan organisasi pengelola zakat dikelola secara fokus dan full-time. Mereka yang sehari-hari mengurus organisasi pengelola zakat ini dinamakan Amil Zakat. Sehingga dapat dikatakan bahwa amil zakat adalah sebuah profesi, sebagaimana profesi-profesi lain. Mereka inilah yang berhak atas bagian zakat (asnaf amilin).
Salah satu LAZ yang sukses adalah Dompet Dhuafa Republika. Dompet Dhuafa Republika adalah lembaga nirlaba yang berkhidmat mengangkat harkat sosial kemanusiaan kaum dhuafa dengan dana zakat, infak, sedekah (ZIS). Organisasi ini lahir dari empati kolektif komunitas jurnalis yang banyak berinteraksi dengan masyarakat miskin, sekaligus kerap jumpa dengan kaum kaya. Digagaslah manajemen galang kebersamaan dengan siapapun yang peduli dengan kaum dhuafa. Empat orang wartawan yaitu Parni Hadi, Haidar Bagir, S. Sinansari Ecip dan Eri Sudewo berpadu sebagai dewan pendiri lembaga independen Dompet Dhuafa Republika.
Sejak Harian Umum Republika lahir awal 1993, wartawan media ini memotori segenap kerabat kerja untuk menyalurkan zakat sebesar 2,5% dari penghasilan. Dana tersebut dikumpulkan kemudian didayagunakan langsung kepada dhuafa yang berhak. Karena dilakukan pada waktu-waktu sisa, tentu saja dana yang terkumpul maupun pendayagunaannya tidak dapat maksimal. Dalam sebuah kegiatan di Gunung Kidul Yogyakarta, para wartawan menyaksikan aktifitas pemberdayaan kaum miskin yang didanai mahasiswa. Dengan menyisihkan uang saku, mahasiswa membantu masyarakat miskin. Maka, aktifitas sosial yang telah dilakukan sambilan di lingkungan Republika kemudian terdorong untuk dikembangkan. Apalagi pada waktu itu, masyarakat luas pun telah terlibat menyalurkan ZISnya melalui Dompet Dhuafa’ (DD).
Maka atas dasar pertimbangan profesional. DD diformalkan menjadi lembaga pada tanggal 2 Juli 1993. Momentum ini ditetapkan sebagai hari lahir DD. Dari aspek legal formal, DD memenuhi ketentuan hukum yang berlaku dengan mendaftarkan lembaga ke Departemen Sosial RI sebagai organisasi yang berbentuk Yayasan. Pembentukan yayasan dilakukan di hadapan Notaris H Abu Yusuf SH tanggal 14 September 1994, diumumkan dalam Berita Negara RI No. 163/A.YAY.HKM/1996/PN Jaksel.
DD saat ini memiliki Jejaring Asset Sosial (JAS) yang mengurusi kegiatan DD non ekonomi. Di antaranya adalah Layanan kesehatan Cuma-Cuma (LKC). Lembaga ini merupakan rumah sakit gratis untuk musthik, terutama kelompok fakir miskin. Dana operasional untuk penyelenggaraan kesehatan tersebut dari zakat sedangkan untuk pengembangan fisiknya bersal dari wakaf. Saat ini LKC telah memiliki lebih dari 40 dokter dengan anggaran sekitar 3 milyar selama satu tahun.
Aset lain yang dimiliki JAS adalah Lembaga Pendidikan Insani (LPI). Lembaga ini mengurusi seluruh pendidikan bagi mustahik dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Ada beberapa jenis beasiswa yang dikelola JAS, diantaranya adalah beasiswa Anugerah dan beasiswa Etos. Melalui LPI, DD sukses membeli asset SMU Madania di Parung Bogor. Kemudian, DD mendirikan sekolah SMART yang menggabungkan SLTP dan SLTP dalam waktu lima tahun. Para pelajar di sekolah tersebut berasal dari keluarga mustahik seluruh Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Introduction