Minggu, 24 Januari 2010

BERKAH BERPIKIR SOLVENSI

Minggu ini merupakan salah satu penggalan waktu terberat bagi saya. Cobaan silih berganti yang mengharuskan saya berpikir keras menyelesaikan masalah yang datang bertubi-tubi. Dari persoalan pribadi saya sebagai seorang mahasiswa yang punya banyak tugas akademik, sebagai dosen yang harus melakukan kegiatan pengajaran, hingga posisi saya sebagai penanggung jawab lembaga zakat dan wakaf yang sedang dirundung masalah. Ibarat seorang prajurit, saya harus berani menghadapi lawan yang terus melancarkan sejumlah serangan dan saya harus menyiapkan jurus-jurus jitu untuk menangkisnya. Jika salah sedikit saja, nasib saya akan berada di ujung tanduk. (Wah, seru sekali nampaknya!!! He..he..)

Pada hari Senin lalu, saya dihadapkan kepada masalah yang berkaitan dengan tempat kerja saya di Malang. Rektor UIN sedang tersinggung berat oleh ulah seorang mahasiswa Universiti Malaya Malaysia yang sedang melakukan penelitian tentang aplikasi zakat di lembaga Pusat Kajian Zakat dan Wakaf “eL-Zawa”, tempat saya mengabdi. Si mahasiswa yang kurang etika itu mengadu kepada rektor bahwa dana zakat, infaq, dan sedekah yang dikelola eL-Zawa tidak memiliki laporan keuangan. Setelah mendengar laporan itu, kawan-kawan saya dipanggil dan dimarahi habis-habisan bahkan beliau mengancam akan menutup lembaga filantropi itu. Saya sebagai penanggung jawab lembaga merasa perlu melakukan klarifikasi kepada beliau secepatnya.

Tetapi, kemarahan beliau ternyata tidak hanya sampai di situ, beliau juga tidak setuju tentang susunan kegiatan yang akan dilakukan oleh lembaga kami pada minggu ini, yakni acara launching wakaf uang di kampus. Menurut beliau, para pembicara yang diundang haruslah mereka yang bergelar profesor sehingga ilmu yang ditularkan dapat memberikan manfaat yang besar. Sementara, para pembicara yang kami rancang adalah mereka yang ahli di bidang wakaf uang meskipun belum bergelar profesor. Walau agak kecewa, saya mencoba menganggap peringatan keras itu sebagai pil pahit yang harus saya telan agar kemudian kelak menjadi sehat. Sehat dalam arti saya dapat memahami cara berpikir rektor dan tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Saya dan kawan-kawan akhirnya mencari alternatif pembicara dan membatalkan seluruh pembicara yang telah lama kami kontak sebelumnya. Malu campur bingung! Begitulah rasanya.

Belum satu masalah selesai, timbul persoalan baru. Salah satu jaminan yang dititipkan ke lembaga kami ternyata hilang. Benda berupa cincin emas bermata merah delima itu diserahkan kepada kami sebagai jaminan atas hutang sejumlah Rp 2 juta. Saya sangat terkejut atas kejadian tersebut apalagi si pemilik menganggap cincin tersebut memiliki nilai sejarah panjang yang tak ternilai. Ia tidak mau menerima ganti rugi berapa pun jumlahnya. Pokoknya, ia hanya menginginkan barang itu kembali. Si pemilik menunggu saya di Malang untuk menuntut kerugian material dan immaterial itu. Saya yang sedang mempersiapkan presentasi makalah hasil penelitian saya tentang wakaf uang merasa cukup kalut. Di satu sisi, saya harus memikirkan penyelesaian masalah itu, di sisi lain saya harus menyiapkan tahap akhir materi yang akan saya pertahankan dalam seminar kelas. Kacau juga ya…!

Untungnya, saya terinspirasi untuk menerapkan berpikir positif dengan paradigma solvensi. Cara berpikir model ini meniscayakan saya untuk menganggap masalah yang hadir merupakan tantangan yang harus dicarikan solusinya. Saya harus tidak meratapi kehadiran masalah tersebut, tetapi sebaliknya, saya harus segera menyediakan penawarnya. Cara berpikir yang hanya berorientasi kepada mengapa masalah itu terjadi hanya akan menambah masalah baru sementara masalah yang lama tetap tidak terselesaikan. Saya mencoba untuk meyakinkan diri bahwa sikap selalu mencari solusi akan mengantarkan saya lebih dewasa dan tidak emosional saat menghadapi aneka problematika kehidupan.

Presentasi laporan penelitian saya, Alhamdulillah, berjalan dengan lancar. Untungnya, materi presentasi tersebut sudah saya persiapkan jauh-jauh hari sehingga di hari H, saya tinggal menyempurnakannya. Setidaknya, satu tahap masalah telah saya lewati. Saya kemudian memutar haluan untuk memikirkan pekerjaan saya di Malang. Saya harus segera pesan tiket untuk berangkat ke Malang.

Sesampai di Malang, hari Jumat, belum satu jam saya istirahat, saya sudah ditelepon oleh si A yang kehilangan cincin itu. Saya harus segera siap-siap menyambutnya untuk mendengar keluhan sekaligus meredam emosinya. Saya harus menyiapkan mental kuat untuk menghadapinya. Alhamdulillah, dengan berparadigma mengutamakan solusi, saya dapat menghadapi hari berat itu tanpa menimbulkan iritasi sedikit pun. Bahkan, karena kemampuan saya mengendalikan emosi, ternyata hal itu bisa meluluhkan hatinya yang sedang meranggas dibakar api kemarahan. Saya katakan kepadanya bahwa kita tidak bisa hanya meratapi kenapa harus terjadi dan kenapa barang dia yang hilang. Menuduh bendahara telah melenyapkan barang itu tanpa bukti nyata justru akan membuat masalah semakin pelik. Saya minta kepadanya untuk membantu menyelesaikan masalah dengan mengajukan beberapa opsi untuk mengganti barang itu jika tetap tidak ditemukan. Ia pun pulang dengan sedikit tenang.

Hari Jumat itu, saya harus menemui pak rektor yang sebelumnya sudah memarahi kawan saya. Saya sekali lagi harus menyampaikan permohonan maaf sekaligus memberikan klarifikasi tentang masalah yang membuat beliau merasa gerah. Saat saya memasuki ruang beliau, belum sempat saya mengambil tempat, beliau langsung mengungkap keheranan bercampur kemarahan tentang apa yang telah terjadi di eL-Zawa, mulai administrasi keuangan yang tidak transparan hingga acara yang dikemas secara tidak tepat. Saya mencoba memberikan penjelasan kepada beliau bahwa laporan keuangan eL-Zawa selalu kami buat setiap bulan dan kami terbitkan dalam bentuk buletin berkala. Bahkan pada tahun 2009, kami sudah membuat laporan tahunan yang merangkum seluruh laporan keuangan bulanan yang tertera di setiap buletin. Barulah beliau bisa menerima. Kemudian, soal acara pelatihan wakaf uang yang akan kami selenggarakan hari Sabtu besoknya, pembicara sudah kami ganti sesuai dengan keinginan beliau, yakni dengan profesor dari Universitas Brawijaya. Nampaknya, pak rektor kelihatan puas setelah mendengar penjelasan saya. Alhamdulillah, ternyata saya bisa menghadapi hari genting itu dengan mudah.

Hari Sabtu, saya dan kawan-kawan mengadakan pelatihan wakaf uang untuk perwakilan civitas akademika kampus UIN Malang. Acara yang sempat dikritik oleh rektor tersebut dapat berjalan lancar. Penyemaian semangat berwakaf uang telah berhasil masuk ke relung hati para peserta terbukti dengan antusiasme mereka untuk bertanya tentang seputar wakaf uang dan metode penjaminan kelestariannya. Para nara sumber termasuk saya telah berhasil meyakinkan bahwa wakaf uang yang mereka titipkan ke eL-Zawa akan diserahkan ke Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) yang telah ditunjuk Menteri Agama, misalnya BNI Syariah. Dana bagi hasil yang diperoleh nanti akan digunakan untuk kemaslahatan umat. Adapun dana utama wakaf uang akan tetap di rekening tanpa berkurang sedikit pun. Setelah acara berakhir, sejumlah peserta mendekati panitia untuk menyatakan kehendaknya menjadi peserta dalam program wakaf uang dengan cara memotongkan wakaf uang melalui gaji. Alhamdulillah, untuk yang kesekian kali.

Setelah acara usai, saya tentu senang sekali. Meski lelah, saya merasa puas bahwa acara yang sempat terancam gagal dapat terlaksana dengan sukses. Tetapi, masih satu masalah lagi yang sedang menunggu penyelesaian. Ternyata, tanpa saya duga sebelumnya, si A yang kehilangan cincinnya datang ke kantor saya sore itu. Di saat badan saya yang energinya sudah habis terkuras, si A menyatakan bahwa cincinnya yang hilang itu akan diikhlaskan, tanpa mengungkit-ungkit nilai sejarahnya. Ia hanya ingin diganti dengan sejumlah uang, persis seharga cincin itu, Rp 1,3 juta. Saya agak kaget bercampur haru. Ternyata, Allah telah membukakan pintu kemudahan bagi kami untuk menyelesaikan masalah pelik itu. Alhamdulillah berkali-kali saya ucapkan karena cara pandang berpikir solvensi yang saya coba terapkan ternyata membuahkan hasil yang menggembirakan, jauh melebihi dari apa yang saya bayangkan. Di tengah lautan masalah, ternyata masih banyak dermaga penyelesaian yang bisa kita gunakan, tergantung kita mau mengambilnya atau tidak. Semoga pengalaman menarik ini dapat menjadi inspirasi bagi kita untuk selalu berpikir positif, ikhtiyar maksimal, selalu berorientasi pada solusi, dan disertai dengan doa tulus kepada Allah. Sungguh, dari-Nya masalah itu datang dan dari-Nyalah masalah itu menemukan penyelesaian. Wa Allah a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Introduction