Sabtu, 30 Januari 2010

KETIKA BADAN MENUNTUT HAKNYA

Setiap hari, kita tentu melakukan sejumlah aktifitas yang menguras energi. Tubuh kita yang merupakan fasilitas utama kegiatan harian itu memiliki kapasitas tertentu yang memang berbeda pada setiap individu. Meskipun begitu, ambang batas maksimal mesti kita pedulikan bila tidak ingin mengalami ketidakseimbangan. Tubuh memiliki ukuran sendiri kapan ia harus bekerja keras dan kapan pula ia menuntut kesempatan rileks. Dalam kondisi kerja, seluruh perhatian dan tenaga dikerahkan untuk meraih apa yang kita inginkan. Dorongan jiwa menjadi pemacu utama kinerja tubuh untuk memberikan prestasi yang terbaik. Tatkala tujuan telah tercapai, badan membutuhkan pemulihan yang tidak sebentar. Ia ibarat mesin yang jika tidak diistirahatkan dalam jangka waktu tertentu akan cepat aus dan terbakar. Oleh sebab itu, kita perlu mengalokasikan waktu yang cukup untuk bersantai dan bersenda gurau.

Terkait dengan bahasan ini, Rasullah pernah mendapat aduan dari isteri seorang sahabat yang begitu getol beribadah. Sang suami itu saking semangatnya hampir-hampir melupakan kewajibannya sebagai kepala rumah tangga. Ia lupa kalau ia punya isteri dan anak yang membutuhkan curahan kasih sayangnya. Pada kesempatan lain, Rasullah sempat mendengar obrolan para sahabat yang beradu kesalehan. Salah satu sahabat ingin menggunakan seluruh waktu siangnya untuk berpuasa sementara sahabat yang lain ingin memanfaatkan segenap waktu malamnya untuk mendirikan shalat. Dari kedua peristiwa ini, Rasullah bersabda bahwa untuk menjadi seorang mukmin sempurna, tidaklah lazim bagi mereka untuk menggunakan seluruh waktunya demi menjalankan ibadah. Ia harus pandai membagi waktu untuk bekerja di pasar, mengurus keluarga, dan beribadah. Dalam hadis itu disebutkan bahwa setiap mata mempunyai hak untuk dipejamkan, setiap bagian tubuh memerlukan waktu untuk memulihkan tenaga, dan setiap isteri mempunyai hak atas diri suaminya. Pesan Rasullah yang sangat manusiawi tersebut nampak relevan dengan tulisan ini, karena memang badan kita bisa diforsir sedemikian rupa untuk kepentingan pencapaian ambisi, namun ia juga membutuhkan waktu untuk masa pemulihan. Oleh karenanya, menjaga tubuh agar tetap bugar merupakan kewajiban bagi kita, sang empunya badan.

Tubuh yang dilayani secara seimbang cenderung akan memberikan pelayanan yang prima. Sebaliknya, badan yang dieksploitasi tanpa dibarengi dengan upaya perawatan suatu saat pasti akan ‘berontak.’ Salah satu bentuk ‘pemberontakan’ itu adalah munculnya rasa sakit. Dalam kondisi sakit, seseorang biasanya baru sadar bahwa selama ini ia tidak mempedulikan nikmatnya sehat. Baginya, waktu adalah uang, sehingga ia merelakan masa istirahatnya untuk mengejar karir dan prestise. Tatkala ia tergeletak tak berdaya, muncullah kesadaran bahwa apa yang ia kejar selama ini hanyalah fatamurgana. Mungkin ia sukses, tapi ternyata ia tidak dapat menikmati kesuksesannya itu. Ia bisa jadi akan dikeluarkan dari pekerjaannya akibat tubuhnya yang tidak lagi berfungsi dengan sempurna. Penyesalan tinggallah penyesalan. Nasi sudah menjadi bubur. Tinggallah kesempatannya untuk menggunakan bubur itu sebaik mungkin, tanpa harus meratapi kenapa sudah menjadi bubur.

Tubuh mempunyai batas masa pakai. Ia perlu regenerasi sel. Kegiatan tersebut hanya bisa dilakukan jika tubuh benar-benar rileks. Untuk itu, para ahli kesehatan menyarankan agar kita menyediakan waktu untuk istirahat total sekitar 6-7 jam setiap harinya. Itu artinya kita dapat melakukan aktifitas penuh seharian lalu kita bisa tidur mulai pukul 9 malam dan bangun sekitar pukul 3-4 pagi. Waktu yang masih dini itu bisa diisi dengan shalat malam menjelang subuh. Ini nampaknya bisa menjadi salah satu alternatif jadwal rutin seorang muslim yang ingin memposisikan tubuhnya sebagai sarana ibadah. Semoga kita dapat menjadikan badan kita yang masih segar bugar ini sebagai modal ibadah demi meraih kebahagiaan yang hakiki. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Introduction