Kamis, 28 Januari 2010

INDAHNYA SENYUMAN

Manusia memiliki berbagai potensi dalam dirinya. Adakalanya potensi itu dapat ditemukan sendiri namun tidak sedikit potensi yang tidur lelap hingga perlu ada orang lain yang membangunkannya. Potensi marah sebagai misal, tanpa ada orang lain yang mengajari marah, anak bayi pun ketika keinginannya tidak terpenuhi akan mengekspresikan kekesalannya dalam bentuk marah. Orang tidur lalu diganggu akan langsung marah tanpa harus ada aba-aba untuk segera marah. Dengan demikian, potensi marah bisa kita sebut sebagai potensi yang mudah muncul. Berbeda dengan senyum, potensi ini merupakan ekspresi kondisi jiwa seseorang, seperti halnya marah. Namun, dalam kenyataannya seseorang tidak mudah mengekspresikan senyuman, tetapi perlu ada faktor pendorong untuk tersenyum. Senyum membutuhkan hati yang teduh, perasaan yang damai, situasi yang tenteram, dan kesadaran untuk tersenyum. Seseorang yang biasa cemberut akan sulit untuk sekedar berbagi senyuman kepada orang lain.

Senyum merupakan salah satu wujud keindahan. Allah adalah pecinta keindahan. Rasulullah adalah sosok panutan umat nomor wahid yang selalu menyungging seulas senyuman. Ketika bertemu orang yang baru kita kenal, senyum adalah sinyal persahabatan. Senyum juga dapat mencairkan suasana komunikasi yang beku. Bayangkan ketika kita ingin berkenalan dengan tetangga baru namun ia tidak pernah melempar senyum sedikitpun, tentu kita akan berpikir seribu kali atau kalau perlu sejuta kali sebelum kita menyapanya. Jangan-jangan senyuman kita tidak berbalas. Atau, kalau ternyata ia orang yang sangat perasa, senyum sapaan kita bisa-bisa membuatnya tersinggung sehingga malah memicu kemarahan. Hal ini akan berbeda suasananya ketika tetangga itu membalas sapaan kita dengan senyuman. Tentu, kita akan mudah menjalin komunikasi lebih lanjut.

Senyum dapat meredakan jiwa yang gelisah. Di saat kita menghadapi masalah besar, senyum adalah salah satu penawarnya. Dengan senyum jiwa kita akan sedikit rileks, tekanan darah kembali normal, orang-orang sekitar kita pun akan menganggap kita begitu tegar dan sabar (he..he..walaupun sebenarnya dalam hati ini…huhhh…gerrrramm dan kesal tak terkira…!!!). Paling tidak, senyuman dapat merubah suasana tegang mencari santai, suasana sedih menjadi sedikit ceria, suasana curiga menjadi penuh keakraban.

Senyum dapat pula menyamarkan kekurangan di wajah kita. Cobalah kita ambil cermin dan melihat pantulan wajah kita. Mari kita bandingkan raut muka kita saat marah, diam, dan senyum. Dengan jujur, mana gambar muka yang paling menyenangkan dan enak dipandang? Saya yakin, wajah yang kita pilih adalah dalam posisi tersenyum. Jangankan wajah kita yang sudah lumayan cakep (wah jadi ge’err) ini tersenyum, wajah anak bayi atau bahkan orang manula pun akan lebih nyaman dipandang ketika mereka menyuguhkan seulas senyuman. Lega rasanya kalau kita melihat senyum mereka. Seakan-akan darah ini kembali mengalir dan matahari pun kembali bersinar. Beda halnya kalau kita cemberut, selain akan menguras tenaga otot-otot muka untuk semakin tegang--yang oleh sebab itu akan membuat orang akan nampak lebih berumur--wajah kita yang mungkin tergolong pas-pasan tidak ada lagi sisi-sisinya yang enak dipandang. Wah, ini tentu musibah ganda, sudah jatuh tertimpa tangga!

Mengingat pentingnya sebuah senyuman, nampaknya kita perlu latihan senyum, senyum yang tulus tanpa dibuat-buat. Saat kita bertemu kawan, senyum adalah pembukanya. Saat kita dirundung kesedihan, senyum adalah penawarnya. Saat kita marah besar, senyum adalah peredanya. Tapi kalau sedang tidak punya uang, senyum tentu tidak akan mendatangkan uang secara langsung, tetapi setidaknya orang akan simpati kepada kita yang murah senyum (he..he..). Mereka akan dengan ringannya mengulurkan bantuan kepada kita yang dianggap baik hati (wow!!). Dengan demikian, senyum ternyata memiliki banyak manfaat. Nah, oleh sebab itu, mengapa kita tidak segera membiasakan diri untuk tersenyum tulus mulai sekarang? Wa Allah a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Introduction