Kita bisa belajar banyak dari lingkungan di mana kita berpijak. Dengan selalu memperhatikan berbagai kegiatan orang di sekitar kita, aneka informasi dan inspirasi dapat begitu saja menyeruak di kepala. Seperti pengalaman saya kemarin, ketika saya mengikuti International Give-away yang dilaksanakan oleh sebuah gereja di Iowa. Kegiatan sosial tahunan ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa baru Universitas Iowa yang datang dari berbagai negara yang tentunya membutuhkan berbagai perlengkapan apartemen tanpa biaya. Di bagian terakhir tulisan ini akan diuraikan beberapa pelajaran yang bisa kita ambil dari cara mereka mengorganisasi kegiatan ini.
Cerita ini bermula ketika saya sedang menemui Sophie di Kantor mahasiswa International. Saya sudah membuat perjanjian via email untuk bertemu dia hari itu untuk urusan administrasi Fulbright. Setelah cukup berkonsultasi, Sophie menawarkan kepada saya sebuah selebaran yang memberitahukan bahwa hari Sabtu akan ada International Give Away yang diadakan oleh Gereja Baptis. Menurutnya, acara itu dikemas untuk menyediakan berbagai kebutuhan mahasiswa baru terutama berkenaan dengan perabotan, seperti kasur, meja, kursi, lemari, dan peralatan dapur. Meskipun saya tidak yakin bisa ikut, saya ambil saja kertas info tersebut.
Pada hari Sabtu pagi, saya sempatkan diri ke perpustakaan umum. Saya habiskan waktu untuk membuka internet gratis di sana. Setelah beberapa jam, saya kemudian ke kampus. Saya ingat kemudian bahwa ada acara international give away. Meskipun saya sudah tidak butuh perlengkapan kamar karena sementara ini sudah cukup, saya pikir tidak ada salahnya untuk mencari pengalaman dari kegiatan yang katanya cukup ramai itu. Saya berjalan menuju gedung main library yang tak jauh dari Old Capitol Mall. Saya lihat, ratusan mahasiswa sedang menunggu datangnya bis yang akan mengantar mereka ke gereja.
Tak berapa lama, tepat pukul 13.00, petugas gereja datang dengan dua bis besar dan sejumlah mobil kecil. Para peserta diberi kertas yang menunjukkan pengelompokan lokasi tempat tinggal mereka yang nantinya digunakan untuk pengiriman barang ke rumah masing-masing. Saya pun ikut gabung di rombongan itu.
Sepuluh menit berlalu, kami sudah sampai di pelataran gereja. Di depan pintu gereja, petugas dengan senyum ramah menyilakan para peserta untuk masuk gereja. Kami diberi pulpen dan kertas untuk menulis identitas diri. Ada satu kupon yang harus kami isi dan akan menjadi label yang ditempel pada barang yang akan kami pilih nanti.
Sekarang masuk pada acara inti. Setelah semuanya duduk di kursi yang disediakan (biasanya untuk jemaat gereja), sang pembawa acara menyampaikan ucapan selamat datang. Ia memberikan ulasan seputar kepanitiaan acara itu. Beberapa orang yang berjasa atas terselenggaranya acara itu pun diperkenalkan. Setelah itu, ada pertanyaan yang ia lontarkan kepada para peserta, yakni, "mengapa mereka mengadakan acara international give away"? Untuk mendapatkan jawaban, diundanglah sang pastor untuk naik mimbar.
Pastor itu memulai ceramahnya dengan menyampaikan sebuah kisah tentang perlunya keyakinan adanya Tuhan. Dari sini, saya mulai merasakan adanya misi gereja untuk mengajak peserta memahami ajaran kristen. Tapi, hal itu ada bagusnya karena terdapat sebagian peserta yang memang tidak percaya tentang adanya tuhan, terutama dari negera komunis, Cina. Lalu, ia menjelaskan bahwa Tuhan telah menciptakan manusia dan memberinya berbagai fasilitas hidup. Sang pastor mengutip kisah Paul, sahabat pertama Jesus (Nabi Isa as), yang mengajak umat manusia untuk menerima seruan Tuhan. Jesus adalah manusia pilihan yang dijadikan sebagai hakim dan pengatur kehidupan manusia. Jesus adalah manusia unik dan spesial yang dikirim untuk menyelamatkan manusia. Jesus mengajak manusia untuk bertaubat agar mereka diampuni dosa-dosanya. Seruan Jesus kemudian dilanjutkan oleh Paul.
Mengakhiri ceramahnya, pastor mengutip tiga jenis manusia setelah mendengar seruan Paul. Pertama, manusia yang menghina kebodohan Paul. Kedua, manusia yang ingin mendengar cerita Paul lebih lanjut. Ketiga, manusia yang setuju lalu mengikuti dengan ajaran Paul. Nah, dengan sengaja sang pastor lalu mengklasifikasikan para peserta ke dalam tiga kelompok itu setelah mendengar ajakannya mengenal Tuhan. Jadi intinya, kegiatan itu dilakukan karena mereka mencintai Tuhan dan ingin mengikuti cara tuhan mencintai manusia, yakni menyediakan kebutuhan manusia. Saya pikir, sang pastor ini cerdik juga dalam mengantarkan ceramahnya dengan membagi respon peserta atas ulasannya. Namun, saya lihat para peserta tidak banyak yang peduli dengan isi sambutannya itu. Mereka hanya menginginkan barang-barang yang akan disediakan secara gratis, bukan ingin masuk kristen.
Setelah acara seremonial itu berakhir, para peserta keluar dengan tertib dari satu pintu dan langsung berhamburan ke lapangan luas di belakang gereja. Di sana telah tersedia puluhan kasur, puluhan meja, kursi, TV, microwave, lampu hias, dan aneka barang besar lainnya. Di sisi lain, ada satu ruang di bawah gereja yang menyediakan berbagai macam kebutuhan rumah, seperti selimut, bantal, seprei, handuk, piring, gelas, panci, dan sendok. Banyak sekali jumlah barang-barang itu dan hingga acara berakhir, masih ada beberapa barang yang tidak diambil, padahal kualitasnya masih bagus. Setelah semuanya beres, para peserta berikut barang-barangnya diantar ke rumah masing-masing oleh petugas dengan menggunakan bus dan mobil.
Pelajaran apa yang bisa kita petik dari kegiatan ini? Setidaknya ada beberapa hal:
Pertama, ajaran filantropi yang mereka anut telah mendorong mereka untuk mengumpulkan berbagai macam barang kebutuhan rumah tangga dari para jemaat kristen yang tidak terpakai. Ini bisa menginspirasi kita untuk melakukan hal yang sama, yakni mendata barang-barang di rumah kita masing-masing yang disimpan di gudang atau lemari. Daripada tersimpan lama dan memenuhi rumah, kita bisa kumpulkan dan distribusikan kepada mereka yang tidak mampu atau yang membutuhkan, seperti para mahasiswa baru.
Kedua, misi agama menjadi kental ketika para peserta dikumpulkan di satu tempat sebelum pembagian barang. Dakwah ini tentu efektif karena mereka mau tidak mau akan datang dan mendengarkan isi ceramah, meskipun dengan beragam tanggapan.
Ketiga, pelayanan prima yang mereka berikan, mulai penjemputan hingga penghantaran, patut diacungi jempol. Hal ini akan memberikan kesan positif bahwa mereka melaksanakan acara ini dengan profesional. Petugas yang ramah dan siap membantu cukup mencuri perhatian para peserta.
Akhirnya, semoga kita bisa meniru semangat berbagai yang mereka miliki mumpung saat ini dalam bulan Ramadhan. Kita bisa memulai dari hal-hal kecil di lingkungan kita dengan membiasakan diri untuk saling tolong menolong dan berakhlak mulia kepada sesama. Wa Allah a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar