Jumat, 27 Agustus 2010

MENCARI TUHAN


Pada waktu pertama kali saya datang di New York, saya sudah banyak berkenalan dengan kawan-kawan dari Cina yang mengaku tidak memiliki agama. Mereka tidak punya ritual khusus yang harus dijalankan dalam waktu tertentu. Ketika ditanya tentang pernah tidaknya mereka berdoa, mereka menjawab bahwa mereka sering melakukan doa bersama untuk mengagungkan nenek moyang, bukan kepada zat yang memiliki kekuatan luar biasa. Kalau mau dianggap agama, partai komunislah agama mereka. Jadi mereka melakukan pengabdian yang terbaik untuk keberlangsungan hidup partainya itu. Mereka juga harus tunduk dengan aturan-aturan negara yang dianggap sebagai representasi dari sebuah agama. Menarik bukan?

Pada kesempatan lain saya pernah berbincang-bincang dengan Ali, kawan dari Saudi yang rupanya punya semangat dakwah yang kuat. Pada suatu hari, ia diberi tugas oleh guru kursusnya untuk memberikan satu presentasi sekitar 10 menit di depan kelas. Ia lalu menggunakan kesempatan itu untuk menjelaskan tentang adanya tuhan. Mengawali presentasinya, demikian cerita Ali, ia mengambil satu gelas minuman dan diletakkan di atas meja. Lalu ia bertanya, barang apa yang ada di atas gelas. Semua peserta kursus mengatakan bahwa itu gelas. Kemudian, Ali meminta mereka untuk menutup mata sejenak sementara Ali memindahkan gelas itu ke bawah meja. Ali meminta mereka membuak mata dan bertanya di mana gelas yang tadi di atas meja. Mereka menjawab bahwa barang itu pasti sudah dipindahkan oleh Ali ke tempat lain, bisa di bawah meja atau di dalam laci. Ali bertanya lagi tentang keyakinannya bahwa barang itu telah berpindah tempat dan pasti ada yang memindahkannya. Di sinilah Ali kemudian masuk kepada topik presentasinya. Adanya keyakinan kuat mereka bahwa ada sesuatu atau tepatnya seseorang yang menyebabkan gelas itu berpindah merupakan awal perlunya keyakinan adanya Tuhan. bagaimana mungkin alam raya yang begitu besar dan indah dengan segala keragamannya bisa hadir dengan sendirinya, tanpa adanya zat yang melakukan sesuatu untuk keberadaannya. Ali rupanya telah sukses membuat para peserta terperangah dan tidak bisa lagi mengelak tentang perlunya keyakinan adanya Tuhan. Ini sangat logis dan dapat diterima oleh akal sehat.

Pengalaman Ali di atas semakin mengukuhkan pada diri kita bahwa Tuhan memang tidak bisa dibantah keberadaan-Nya meskipun manusia berusaha mengelak dengan seribu dalih. Allah SWT sebenarnya tidak perlu manusia mengenal-Nya. Namun, karena penciptaan manusia dan jin ditujukan untuk mengabdi pada-Nya, lalu Dia yang Maha Pencipta menyisipkan satu file dalam otak dan hati manusia tentang kebutuhan untuk mengenal diri-Nya.Manusia kemudian mencari jalan untuk menemui sang Khalik itu dengan caranya sendiri. Nabi Ibrahim misalnya, di saat kaumnya menyembah berhala buatan mereka sendiri, Ibrahim mencoba mencari Tuhan dengan usahanya sendiri. Pertama-tama, saat ia melihat bintang gemintang, ia berkata, "inilah Tuhanku," Tapi ketika bintang itu redup dan menghilang, Ibrahim berkata "aku tidak suka kepada yg tenggelam." Ketika melihat bulan terbit, Ibrahim berkata lagi, "inilah Tuhanku." Namun, ketika bulan itu tenggelam Ibrahim kecewa sambil berfikir bahwa Tuhan tidak mungkin tenggelam dan hilang. Kemudian Ibrahim berkata,”sesungguhnya, jika Tuhan tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yg sesat." Kemudian, di pagi hari, Ibrahim menyaksikan matahari bersinar dengan terangnya, lalu ia pun berseru, "Inilah tuhanku, ini lebih besar." sayangnya, ketika di sore, matahari pun terbenam. Ibrahim lalu berseru "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan" (QS: al-An'am: 75-79). Allah SWT lalu memberi-Nya petunjuk bahwa Tuhan yang ia cari adalah Allah SWT. Itulah Ibrahim, sosok nabi yang hanif yang kemudian hingga kini dijuluki sebagai bapak Monotheisme.

Kisah Ibahim mencari tuhan didukung oleh kisah Musa yang ingin melihat Tuhan. Namun, ketika keinginan Musa dipenuhi Allah SWT dengan memintanya melihat gunung sebagai tanda-tanda kekuasaan-Nya, Musa langsung jatuh pingsan dan memohon ampun atas kebodohan permintaannya itu. Itulah Allah SWT, Zat yang Maha Pengasih dan Penyayang kepada seluruh hamba-hamba-Nya. Kebesaran-Nya tidak akan bertambah dengan banyaknya manusia yang menyembah-Nya dan keagungan-Nya pun tidak berkurang karena tidak ada seorang pun yang mengabdi pada-Nya. Dia sudah Maha Kaya dan Maha Besar dengan sendirinya tanpa secuil bantuan pun dari makhluk-nya. Semoga kita kian beriman dan bertaqwa pada-Nya. Amin. Wa Allah A'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Introduction