Selasa, 31 Agustus 2010

CARA KREATIF MEMBUAT SURAT ELEKTRONIK


Semenjak teknologi kian berkembang, media komunikasi mengalami perubahan bentuk dari komunikasi tatap muka (face-to-face) menjadi komunikasi jarak jauh (faceless). Begitu pula dalam dunia persuratan, biasanya orang menggunakan kertas sebagai media komunikasi kini bergerak menjadi surat elektronik (paperless). Dengan menggunakan surat tanpa kertas, kita bisa menghemat konsumsi bubur kayu yang menjadi bahan dasar produksi kertas. Pada akhirnya, kita pun bisa mengurangi penebangan pohon di hutan yang berfungsi sebagai paru-paru dunia. Tanpa hutan, niscaya kita akan kekurangan oksigen yang berakibat pada kematian. Oleh sebab itu, dengan kecanggihan teknologi masa kini, kita bisa menggunakan fasilitas kirim surat cukup dengan media elektronik, seperti e-mail, facebook, atau sms.

Terkait dengan surat, kita buat surat sesuka hati. Namun, banyak pula yang menginginkan agar surat itu tetap seperti aslinya, khususnya dalam bentuknya yang benar-benar seperti sebuah kertas surat yang biasa kita kirimkan. Salah satu penanda bahwa surat itu memiliki kemiripan dengan aslinya adalah adanya tanda tangan yang kita bubuhkan di akhir surat. Untuk membuat surat semacam tadi ada beberapa trik khusus yang baru saya pelajari kemarin.

Pada awalnya, jika saya menginginkan adanya surat resmi yang bertandatangan, saya buat surat biasa dengan menggunakan program microsoft-office lalu saya print kemudian saya bubuhkan tanda tangan. Setelah itu saya ambil mesin scanner untuk menyecan surat tersebut. Jadilah surat itu seperti yang saya inginkan, yakni sebuah surat resmi yang bertanda tangan.

Kebiasaan saya di atas, ternyata masih membutuhkan sebuah kertas untuk mencetak surat itu. Ini berarti keinginan untuk mengurangi penggunaan kertas masih tidak dapat dihindari. Barulah kemudian saya tahu bagaimana saya bisa menghindari penggunaan mesin printer agar saya bisa turut serta menjaga keseimbangan alam sekitar. Caranya adalah sebagai berikut.

Tahap pertama saya masih perlu membuat satu surat seperti biasa di program microsoft. Saya kemudian membuat tanda tangan terbaik yang bisa saya lakukan di sebuah kertas bekas. Lalu, tanda tangan itu saya scan dalam bentuk gambar (image) dan saya olah dengan program microsoft picture manager. Setelah mendapat satu tanda tangan yang bagus, saya copy tanda tangan itu ke surat saya yang pertama tadi. jadilah surat itu bertanda tangan seperti layaknya surat kertas. Ada satu langkah lagi untuk menjaga keaslian surat itu agar tidak disalahgunakan oleh orang lain, yakni dengan menyimpan data surat itu dalam file PDF langsung dari komputer, tidak harus dicetak dan discan secara manual. setelah disimpan dalam bentuk PDF, jadilah surat elektronik canggih yang aman dan siap dikirimkan melalui attachment email. Mudah bukan?

Skill baru ini saya dapatkan ketika saya berkonsultasi dengan prof Souaiaia yang memberikan arahan kepada saya dalam membuat instrumen penelitian yang dikirim kepada lembaga-lembaga yang dipilih sebagai responden. Saya harus membuat surat resmi berkop Iowa dan bertanda tangan. Akhirnya saya pun bisa membuat surat canggih itu sesuai dengan harapan beliau. Semoga pengalaman ini bermanfaat. Wa Allah a'lam.

RAMADHAN DAN THE END OF THE WORLD


Belakangan saya tertarik mendengarkan sebuah lagu yang dilantunkan oleh Skeeter Davis, seorang penyanyi asal Amerika yang populer pada tahun 1963. Awalnya, lagu yang berjudul "the End of the World' itu diposting oleh kawan melalui Facebook. Setelah saya dengar, lagu itu ternyata begitu menyentuh dan bisa diterapkan pada berbagai situasi kehidupan kita. lagu itu berkisah tentang berakhirnya dunia karena tiada lagi cinta.

Syair lagu itu adalah sebagai berikut.
Why does the sun go on shining (Mengapa matahari terus bersinar)
Why does the sea rush to shore (mengapa air laut terus ke pantai)
Don't they know it's the end of the world (tak kah mereka tahu bahwa ini adalah akhir kehidupan)
'Cause you don't love me any more (karena kau tak lagi mencintaiku)

Why do the birds go on singing (mengapa burung masih tetap bernyanyi)
Why do the stars glow above (mengapa bintang masih berkelap-kelip di atas sana)
Don't they know it's the end of the world (tak kah mereka tahu bahwa ini adalah akhir kehidupan)
It ended when I lost your love (itu terjadi ketika aku kehilangan cintamu)

Why does my heart go on beating (mengapa jantungku terus berdetak)
Why do these eyes of mine cry (mengapa air mataku mengalir)
Don't they know it's the end of the world (tak kah mereka tahu bahwa ini adalah akhir kehidupan)
It ended when you said goodbye (Ini terjadi ketika kau katakan selamat tinggal)

Lagu itu sebenarnya mengisahkan betapa hancurnya hati seseorang yang ditinggal kekasihnya. Ia mempertanyakan sinar mentari dan nyanyian burung yang masih tetap setia sementara hatinya sedang remuk redam. Lagu itu kemudian saya analogikan dengan kisah cinta kita kepada Ramadhan yang tak lama lagi akan pergi.

Kalau kita merasakan cinta sejati, tentunya kita harus siap-siap pula merasakan masa perpisahan yang sering tidak kita inginkan. Ramadhan yang mulia datang menghampiri kita dengan penuh kasih sayang. Limpahan karunia Tuhan yang dibawanya disebarkan ke seluruh penjuru bumi tanpa kecuali. Kita bahagia karena kita mendapat kesempatan untuk menabung amal kebajikan sebanyak-banyaknya.

Tetapi, kasih Ramadhan tidaklah lama. Ia akan segera pergi, ya pergi untuk sebelas bulan ke depan. Itu pun kalau kita masih ditakdirkan untuk menemuinya lagi kelak. Tetapi jika tidak, Ramadhan kali ini merupakan masa terakhir bagi kita untuk merasakan kelembutan sentuhan Ramadhan. Kita akan kehilangan kesempatan emas untuk berkasih mesra dengannya. Ramadhan pergi meninggalkan kita dan kita tentu saja tidak begitu mudah rela melepasnya. Ia sepertinya pergi terlalu cepat seolah-olah ia sudah tidak mencintai kita lagi. Hati kita hancur lebur seakan-akan dunia sudah kiamat.

Air mata akan jatuh bercucuran akibat cinta yang terpenggal. Kesedihan berantai di saat sang kekasih tak punya waktu lama lagi menemani kita. Oleh sebab itu, di saat cinta Ramadhan masih menyelimuti kita, alangkah indahnya jika kemudian kita layani Ramadhan sepenuh hati dengan senantiasa memanfaatkan setiap jengkal waktu kebersamaan itu untuk menggunungkan kebajikan. Dengan begitu, tatkala sang kekasih berpamitan, kita akan legowo mengiringi kepergiannya seraya berujar "Ku kan selalu setia menunggu kedatanganmu kembali, kekasih..." Wa Allah a'lam.

Jumat, 27 Agustus 2010

MENCARI TUHAN


Pada waktu pertama kali saya datang di New York, saya sudah banyak berkenalan dengan kawan-kawan dari Cina yang mengaku tidak memiliki agama. Mereka tidak punya ritual khusus yang harus dijalankan dalam waktu tertentu. Ketika ditanya tentang pernah tidaknya mereka berdoa, mereka menjawab bahwa mereka sering melakukan doa bersama untuk mengagungkan nenek moyang, bukan kepada zat yang memiliki kekuatan luar biasa. Kalau mau dianggap agama, partai komunislah agama mereka. Jadi mereka melakukan pengabdian yang terbaik untuk keberlangsungan hidup partainya itu. Mereka juga harus tunduk dengan aturan-aturan negara yang dianggap sebagai representasi dari sebuah agama. Menarik bukan?

Pada kesempatan lain saya pernah berbincang-bincang dengan Ali, kawan dari Saudi yang rupanya punya semangat dakwah yang kuat. Pada suatu hari, ia diberi tugas oleh guru kursusnya untuk memberikan satu presentasi sekitar 10 menit di depan kelas. Ia lalu menggunakan kesempatan itu untuk menjelaskan tentang adanya tuhan. Mengawali presentasinya, demikian cerita Ali, ia mengambil satu gelas minuman dan diletakkan di atas meja. Lalu ia bertanya, barang apa yang ada di atas gelas. Semua peserta kursus mengatakan bahwa itu gelas. Kemudian, Ali meminta mereka untuk menutup mata sejenak sementara Ali memindahkan gelas itu ke bawah meja. Ali meminta mereka membuak mata dan bertanya di mana gelas yang tadi di atas meja. Mereka menjawab bahwa barang itu pasti sudah dipindahkan oleh Ali ke tempat lain, bisa di bawah meja atau di dalam laci. Ali bertanya lagi tentang keyakinannya bahwa barang itu telah berpindah tempat dan pasti ada yang memindahkannya. Di sinilah Ali kemudian masuk kepada topik presentasinya. Adanya keyakinan kuat mereka bahwa ada sesuatu atau tepatnya seseorang yang menyebabkan gelas itu berpindah merupakan awal perlunya keyakinan adanya Tuhan. bagaimana mungkin alam raya yang begitu besar dan indah dengan segala keragamannya bisa hadir dengan sendirinya, tanpa adanya zat yang melakukan sesuatu untuk keberadaannya. Ali rupanya telah sukses membuat para peserta terperangah dan tidak bisa lagi mengelak tentang perlunya keyakinan adanya Tuhan. Ini sangat logis dan dapat diterima oleh akal sehat.

Pengalaman Ali di atas semakin mengukuhkan pada diri kita bahwa Tuhan memang tidak bisa dibantah keberadaan-Nya meskipun manusia berusaha mengelak dengan seribu dalih. Allah SWT sebenarnya tidak perlu manusia mengenal-Nya. Namun, karena penciptaan manusia dan jin ditujukan untuk mengabdi pada-Nya, lalu Dia yang Maha Pencipta menyisipkan satu file dalam otak dan hati manusia tentang kebutuhan untuk mengenal diri-Nya.Manusia kemudian mencari jalan untuk menemui sang Khalik itu dengan caranya sendiri. Nabi Ibrahim misalnya, di saat kaumnya menyembah berhala buatan mereka sendiri, Ibrahim mencoba mencari Tuhan dengan usahanya sendiri. Pertama-tama, saat ia melihat bintang gemintang, ia berkata, "inilah Tuhanku," Tapi ketika bintang itu redup dan menghilang, Ibrahim berkata "aku tidak suka kepada yg tenggelam." Ketika melihat bulan terbit, Ibrahim berkata lagi, "inilah Tuhanku." Namun, ketika bulan itu tenggelam Ibrahim kecewa sambil berfikir bahwa Tuhan tidak mungkin tenggelam dan hilang. Kemudian Ibrahim berkata,”sesungguhnya, jika Tuhan tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yg sesat." Kemudian, di pagi hari, Ibrahim menyaksikan matahari bersinar dengan terangnya, lalu ia pun berseru, "Inilah tuhanku, ini lebih besar." sayangnya, ketika di sore, matahari pun terbenam. Ibrahim lalu berseru "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan" (QS: al-An'am: 75-79). Allah SWT lalu memberi-Nya petunjuk bahwa Tuhan yang ia cari adalah Allah SWT. Itulah Ibrahim, sosok nabi yang hanif yang kemudian hingga kini dijuluki sebagai bapak Monotheisme.

Kisah Ibahim mencari tuhan didukung oleh kisah Musa yang ingin melihat Tuhan. Namun, ketika keinginan Musa dipenuhi Allah SWT dengan memintanya melihat gunung sebagai tanda-tanda kekuasaan-Nya, Musa langsung jatuh pingsan dan memohon ampun atas kebodohan permintaannya itu. Itulah Allah SWT, Zat yang Maha Pengasih dan Penyayang kepada seluruh hamba-hamba-Nya. Kebesaran-Nya tidak akan bertambah dengan banyaknya manusia yang menyembah-Nya dan keagungan-Nya pun tidak berkurang karena tidak ada seorang pun yang mengabdi pada-Nya. Dia sudah Maha Kaya dan Maha Besar dengan sendirinya tanpa secuil bantuan pun dari makhluk-nya. Semoga kita kian beriman dan bertaqwa pada-Nya. Amin. Wa Allah A'lam.

ADA ATHEISME DI AMERIKA


Siang ini saya sempat jalan-jalan ke perpustakaan umum kota. Letaknya tidak jauh dari kampus, cukup dengan jalan kaki sekitar 10 menit. Saya sempat duduk-duduk di taman kota dekat perpustakaan sambil menyaksikan orang lalu lalang di jalan. Udara sejuk di Iowa mengingatkan saya akan kota Malang tempat saya biasa bekerja. Maklum, musim panas hampir lewat dan akan segera datang musim gugur. Udara saat ini sepoi-sepoi basah sehingga ke luar ruangan di siang hari pun terasa sejuk. Setelah cukup nyaman duduk di bawah pohon rindang, saya melangkahkan kaki menuju perpustakaan.

Di perpustakaan umum, saya berkeliling melihat koleksi buku terbaru. Tapi nampaknya tidak ada yang sesuai dengan minat saya. Lalu, saya terus berjalan menuju rak majalah. Saya cukup terkesima dengan sampul majalah "the Nation" yang memunculkan wajah Obama yang sedang bingung. Salah satu artikel utama dalam majalah itu adalah seputar pro-kontra pembangunan masjid di Ground Zero, New York. Setelah cukup membaca artikel utama, saya pindah ke rak lain. Nah, di sini saya temukan satu majalah terbitan kelompok Atheis. Pandangan saya langsung tertuju pada lembaran-lembaran majalah yang mengusung paham tanpa tuhan itu.

Di bagian editorial, ada satu tulisan panjang tentang perdebatan sang atheis dengan seorang kristen via email. Tanya jawab yang diiringi penjabaran dalil cukup seru. Sang atheis, David, berpandangan bahwa hidup ini tidak perlu tuhan. Tidak perlu ada pertanyaan tentang siapa sang pencipta alam. Alam datang begini adanya dan kita menikmatinya. Sang kristen, Jordan, begitu antusiasnya memaparkan pandangannya bahwa tidak mungkin ada alam kecuali ada penciptanya. Ia mengutip beberapa ayat bibel yang menunjukkan bahwa tuhan telah menciptakan ini semua.

Perdebatan berlanjut dengan topik moral. Bagi sang kristen, agamalah yang memberikan arahan mana yang baik dan mana yang buruk. Tanpa agama, orang akan berlaku suka-suka, seperti melakukan pembunuhan. Sang atheis menjawab bahwa moralitas itu diperoleh dari pengalaman manusia dari zaman ke zaman. Misalnya, mereka tidak membunuh bukan karena ada ajaran tuhan yang melarang pembunuhan, melainkan adanya rasa dalam dirinya jika ia membunuh, hal itu akan menyakiti orang lain, sama halnya ia tidak ingin memukul karena ia tidak suka dipukul. Itu adalah nilai yang sudah dimiliki manusia sejak lahir. Kata sejak lahir kemudian menjadi senjata bagi si kristen untuk mendebat. Ia berbalik menyerang dengan mengatakan bagaimana mungkin nilai kebaikan itu dimiliki seorang anak yang baru lahir sementara orang tua begitu getolnya mengajari anaknya untuk berbuat ini dan melarang berbuat itu? Bagi si kristen, itu semua pasti bersumber dari agama yang diajarkan Tuhan.

Peseteruan itu kian memanas, ketika bereka berdebat tentang asal usul manusia. Sang kristen tidak setuju dengan teori evolusi darwin karena Tuhan telah sebegitu canggih membuat manusia seperti sekarang ini, bukan dari kera. Sementara itu, sang atheis menjelaskan bahwa manusia dan kera merupakan satu rumpun makhluk yang memiliki nenek moyang yang berdekatan. Ini merupakan fakta sejarah yang ditemukan oleh para saintis, bukan dari agama. Ia bahkan memberikan informasi alamat website yang harus dikunjungi untuk mendapat data yang akurat tentang hal tersebut.

Pada akhirnya, keduanya saling serang dan kemudian berhenti karena kelelahan. Mereka berkesimpulan bahwa diskusi itu tidak menghasilkan apa-apa. Mereka tetap berpegang teguh dengan keyakinan masing-masing: bagi sang atheis tuhan tidak perlu ada dan bagi sang kristen tuhan pasti ada.

Saya cukup tergelitik dengan diskusi mereka. Satu sisi, sang atheis begitu yakin bahwa hidup ini tidak perlu agama. Tuhan dianggap tidak ada atau telah mati. Manusia terbentuk oleh alam yang telah berevolusi sekian milyar tahun. Mereka tidak perlu berpikir tentang kehidupan akhirat karena dunia adalah dunia. Sementara sisi lain, sang kristen begitu mantapnya berpandangan bahwa Tuhan adalah suatu kepastian. Tuhanlah, termasuk Jesus, yang mengatur semua ini.

Perbicangan tentang ketiadaan tuhan merupakan hal yang baru bagi saya. Selama ini, kita hampir sepakat tuhan itu ada dan melalui agamalah kita bisa mengenal tuhan. Sebutan tuhan yang beragam membuat agama jadi berbeda satu sama lain. Kemudian, munculnya paham tanpa agama menjadi bahasan unik karena pasti akan bertolakbelakang dengan masyoritas manusia, dimana pun mereka berada dan apapun agamanya. Sang atheis rupanya lupa bahwa dalam diri manusia ada satu ruang yang menginginkan adanya pengakuan kekuatan supra natural. Itulah yang kemudian pada zaman purba dikenal istilah animisme dan dinamisme. Mereka membutuhkan pelindung agar hidup mereka nyaman dan sejahtera.

Di zaman yang serba canggih ini, bisa saja manusia kemudian mengandalkan akal pikirannya dengan tidak mengikuti paham animisme dan dinamisme sehingga memilih menjadi atheisme. Mereka bahwa menyebut agama hanya candu, semacam opium yang memberikan dampak ketenangan sesaat. Bolehlah mereka berpendapat semacam itu dan Allah SWT pun sudah merekam semangat tanpa tuhan, misalnya dalam surat al-Kafirun. Di sana dijelaskan bahwa ada dan mungkin akan selalu ada orang yang tidak mengakui adanya tuhan. Mereka memberhalakan dunia atau bahkan dirinya sendiri. Betapa banyak contoh manusia yang kemudian memcoba memposisikan dirinya sebagai tuhan, seperti Firaun dan Namrud. Tapi, zat yang benar-benar Tuhan tentu tidak akan tinggal diam. Azab akan berdatangan ketika mereka benar-benar sudah melampaui batas. Mungkin kelak, ketika Tuhan menunjukkan jati diri-Nya, manusia-manusia atheis itu pasti akan mengakui betapa lengahnya mereka akan adanya kekuatan zat yang Maha Segala seperti pengakuan Firaun saat ia dalam kondisi sekarat. Ia mengakui Tuhannya Musa dan Harun. Semoga kita tetap menjadi muslim yang kian beriman dan bersyukur betapa kita telah mendapat rahmat sebagai manusia yang menyerahkan diri kepada sang Pencipta, Allah SWT. Wa Allah a'lam.

Kamis, 26 Agustus 2010

LEBIH AKRAB DENGAN AL-QURAN KITA


Saya sering berpikir bahwa kita sebagai umat Islam merupakan umat yang paling beruntung. Kita ditakdirkan menjadi umat Nabi Muhammad yang merupakan nabi akhir zaman. Jutaan atau bahkan milyaran manusia pernah hidup di atas bumi ini dengan segenap tingkah polahnya. Kita mendapatkan semua informasi itu dengan begitu validnya melalui firman Allah SWT yang terkodifikasi dalam sebuah kitab suci, yakni al-Qur'an. Kita tidak perlu perlu melihat atau mengalami sendiri berbagai siksaan Tuhan yang ditimpakan kepada sekelompok manusia yang ingkar kepada-Nya. Ada sebagian mereka yang ditenggelamkan, dikubur hidup-hidup dalam gempa, ada pula yang dilempari batu panas hingga mati seperti dimakan ulat. Kita tentu tidak ingin mendapat siksaan itu dengan cukup belajar dari kesalahan kaum terdahulu.

Al-Qur'an merupakan kitab hidayah, yakni buku suci yang memberikan petunjuk bagi umat manusia di akhir zaman. Kitab ini merupakan produk terbaru yang "dilaunching" Tuhan sebagai penyempurna produk terdahulu, seperti Zabur, Taurat, Injil, dan beberapa shuhuf. Sebagai karya ter-up date, al-Qur'an jelas lebih canggih dan lebih lengkap dalam menuturkan berbagai kisah anak cucu Adam sepanjang masa, mulai dari yang shaleh hingga yang thaleh, dari yang paling baik hingga yang super jahat. Berbagai konsekuensinya pun dijabarkan secara gamblang. Misalnya, ketika dua anak Adam berkorban untuk Tuhannya, anak pertama berkorban dari barangnya yang buruk sedangkan yang anak kedua berkorban dengan barang yang paling baik. Lalu, Allah pun menerima korban dari barang yang paling baik. Ini menunjukkan kepada kita bahwa jika kita ingin memberikan sesuatu kepada orang lain tentulah kita harus memilih barang yang paling baik setidaknya barang yang masih pantas diberikan agar mendapat ridha dari Allah SWT.

Allah SWT begitu jelas menunjukkan berbagai perbuatan yang membuat-Nya senang dan memaparkan pula sejumlah perbuatan yang menjadikan-Nya murka. Misalnya, Dia sangat senang kepada hamba-hambanya yang shaleh yang senantiasa bertaqwa dan bertawakkal kepada-Nya. Begitu pula Allah SWT sangat murka kepada perbuatan manusia yang mencelakakan orang lain. Semua itu dituturkan Allah SWT dalam al-Qur'an yang menjadi buku panduan hidup bagi umat Islam sepanjang masa. Allah SWT tidak segan-segan memberitahukan rahasia kesuksesan orang-orang yang dicintai-Nya, seperti berbakti kepada orang tua dan menjalankan shalat malam. Juga, Allah SWT dengan jelas menjabarkan ciri-ciri orang yang celaka hidupnya, semisal pezina dan peminum khamar yang telah terbujuk rayuan setan. Setan dalam al-Qur'an disebut sebagai musuh yang nyata bagi manusia. Begitu lengkapnya al-Qur'an, seakan-akan kita tidak pantas lagi berbuat salah yang kemudian membuat Allah SWT menurunkan adzab-Nya.

Tapi kita memang manusia yang pada fitrah penciptaannya dibekali dua instink, yakni kecenderungan berbuat baik dan berbuat buruk seperti termaktub dalam surat Al-Syams:8. Dalam lanjutan ayat itu Allah menegaskan bahwa hanya hamba-hamba-Nya yang mau mensucikan jiwanya sajalah yang akan sukses sedangkan orang-orang yang mengotori jiwa mereka pasti akan menyesal. Sungguh, dengan merenungi beberapa ayat saja dari al-Qur'an, kita seperti dibangunkan dari mimpi buruk kehidupan kita yang kadang jauh dari semangat al-Qur'an. Sayang, bujukan hawa nafsu sering membutakan kita dan menjadikan kita seperti umat-umat terdahulu yang sering bermaksiat kepada-Nya. Sungguh amat disayangkan padahal kita adalah umat datang belakangan yang seharusnya bisa belajar dari kesalahan-kesalahan dari umat terdahulu.

Kesimpulannya, kita patut mengenal lebih dekat al-Qur'an kita. Kitab suci itu pada hakikatnya adalah kado Tuhan yang terindah bagi kita umat Islam. Namun sangat disayangkan, kita sendiri sering lupa akan berjuta untaian pelajaran berharga yang terkandung di dalamnya. Semoga dengan merenungi turunnya al-Qur'an pada ramadhan ini, kita mendapat hidayah Allah SWT sehingga kita diberi kekuatan untuk menjalankan ajaran al-Qur'an semaksimal mungkin. Sungguh, Allah SWT Maha Pengampun dan Maha Pemberi Petunjuk. Wa Allah a'lam.

MODEL PERKULIAHAN IOWA

Sebenarnya, saya dikirim Fulbright ke Iowa dengan tujuan penelitian. Tetapi, saya merasa, bila saya hanya habiskan waktu di kantor atau di perpustakaan, rasanya saya akan bosen dan malah tidak bisa menghasilkan sesuatu yang menggembirakan. Hal ini tentu karena saya sudah terbiasa mengerjakan banyak hal dalam satu waktu. Itung-itung rileks sambil mengerjakan hal yang baru. Kebiasaan itu terbawa hingga ke Iowa. Dua minggu berturut-turut saya hanya terfokus kepada penyesuaian diri dan penelitian. Di saat saya sudah jenuh membongkar-bongkar database perpustakaan di internet, saya tidak punya pilihan kegiatan kecuali termenung di kantor. Apalagi, suasana kerja di Amerika jelas beda dengan suasana kerja di Indonesia. Setelah masuk ruang masing-masing, setiap orang langsung menghadap ke layar monitor dan bekerja tanpa kata. Saya tentu saja dianggap tidak sopan jika kemudian datang menyapa lalu mengobrol kesana kemari. Saya pun harus duduk manis sambil mengerjakan tugas pribadi tanpa percakapan dan tanpa teman. Itulah sebabnya, saya kemudian meminta ijin ke beberapa profesor agar saya diijinkan untuk menjadi mahasiswa pendengar (sit-in student) di kelasnya.

Keinginan itu akhirnya terwujud. Rabu ini ada dua profesor yang memberi kesempatan kepada saya untuk mengikuti perkuliahan mereka. Pertama adalah Prof. Holstein. Ia adalah pakar di bidang Agama Yahudi. Matakuliah yang diampu adalah Bibel Yahudi dan Holocaust. Sebelumnya saya dibantu oleh pihak administrasi untuk meminta ijin kepadanya. Selasa sore kemarin, saya mendapat balasan bahwa saya bisa masuk ke kelasnya. Pukul 10.30 tadi, saya mulai mengikuti perkuliahan Prof. Holstein. Inilah kuliah pertama yang nyata saya alami sebagai international student. Jumlah mahasiswa yang terdaftar lumayan besar, sekitar 80 orang. Tetapi, uniknya, hanya saya sajalah orang Asia sehingga sang profesor mudah mengenali saya. Saat masuk ruangan, saya agak kaget dengan model mahasiswa Iowa. Banyak dari mereka yang hanya memakai kaos oblong dan sandal japit. Mereka belajar di kelas ibarat pergi ke pasar atau jalan-jalan. Saya pun memaklumi situasi tersebut. Namun, hal yang membuat saya semakin penasaran adalah ketika prof Holstein datang dengan celana pendek dan kaos oblong tanpa kerah. Wow, sebegitu bebaskah pengajar di sini saat mentransfer ilmunya di kelas? Tapi inilah Amerika.

Penampilan Prof Holstein yang santai ternyata tidak membuat suasana kelas menjadi layu. Gaya pengajarannya yang tegas dengan suara lantang justru membuat perkuliahan itu menjadi hidup dan semarak. Tanya jawab yang spontan menjadi salah satu cara sang guru besar ini menarik minat mahasiswa. Saya bahkan mendengar bahwa Prof Holstein adalah salah satu dosen favorit yang digemari mahasiswa. Oleh karenanya tidak heran jika kemudian volume kelas selalu membengkak.

Mata kuliah kedua yang saya ikuti adalah Hukum Islam dan Pemerintahan yang diasuh oleh Prof Souaiaia. Ia adalah pembimbing penelitian saya di Iowa. Orangnya masih muda, rapi, dan energik. Kelasnya tidak sebesar Prof Holstein dengan jumlah sekitar 15 orang. Saya bahkan diberi kesempatan untuk memperkenalkan diri di depan kelas.

Prof Souaiaia adalah satu-satunya guru besar di bidang Hukum Islam di Iowa. Ia lahir di keluarga Muslim keturunan Tunisia. Bahasa Arabnya fasih dan tentunya bahasa Inggrisnya luar biasa. Salah satu hal yang membuat saya kagum adalah caranya menjelaskan istilah-istilah hukum Islam dengan bahasa Inggris yang mudah dimengerti. Saya jadi lebih gampang paham dan tahu padanan kata sejumlah istilah baku Hukum Islam ketika diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Ini jelas merupakan pengalaman baru yang sangat berharga buat saya. Saya jadi bisa meniru atau terinspirasi gaya pengajaran barat untuk diterapkan di UIN Malang kelak(tentunya hal-hal yang positif, bukannya kemudian membolehkan mahasiswa pakai celana pendek atau sandal japit di kelas, hehe).

Rabu, 25 Agustus 2010

RAMAINYA IOWA


Kemarin, 23 Agustus, kuliah di Universitas Iowa (UI) dimulai. Ribuan mahasiswa memenuhi segala sudut kampus. Mereka berjalan, berlari, atau berebut masuk bis. Maklum, beraneka warna manusia datang dari segenap penjuru Amerika dan bahkan dunia. Menurut informasi yang dirilis kampus, mahasiswa baru yang diterima tahun ini tidak kurang dari 5 ribu orang. Ini merupakan jumlah terbesar sepanjang sejarah UI. Dengan demikian, universitas ini dalam satu waktu mampu menampung tidak kurang dari 30 ribu mahasiswa. Makanya, tidak aneh kalau kemudian awal minggu ini benar-benar semarak. Jalan-jalan mulai macet dan transportasi umum kian penuh sesak.

Di pagi hari, saya berjalan dari kosan ke tempat pemberhentian bis kampus. Kendaraan umum gratis milik UI ini biasanya beroperasi 15 menit sekali. Tak berapa lama menunggu, datanglah bis kampus yang rutenya berasal dari asrama mahasiswa. Saya pada awalnya merasa senang tapi mendadak kecewa ketika sang sopir bus mengumumkan melalui speaker bahwa ia tidak bisa menampung seorang pun dari kumpulan orang yang menunggu saat itu. Terpaksalah saya berjalan kaki ke kantor daripada menunggu bis berikutnya yang kemungkinan besar akan penuh juga.

Saat sampai di kantor, saya begitu terkesima dengan ribuan mahasiswa yang berlalu lalang di setiap ruas jalan. Mereka seperti tidak ada habisnya sepanjang waktu. Di depan toko buku lebih gila lagi. Para mahasiswa antri mengular di loket pembayaran. Saya hanya geleng-geleng kepala menyaksikan kenyataan ini. Ketika saya mengunjungi perpustakaan, ratusan komputer yang biasanya kosong mendadak penuh dan bahkan ada yang antri untuk memakainya. Unik juga rasanya. Minggu lalu ketika saya datang kampus begitu lengang, hanya beberapa orang saja yang hilir mudik. Tapi ketika kuliah sudah dimulai, kehidupan kampus benar-benar kentara.

Sebagai peneliti di UI, saya patut bersyukur bahwa saya akhirnya mendapat pelayanan yang lebih dari cukup. Memang, awalnya saya sering menahan kecewa karena saya harus mengurus semua kebutuhan saya sendiri, dari mencari apartemen, administrasi kampus, administasi bank, dan kebutuhan sehari-hari. Seiring dengan waktu, saya pun sudah mulai terbiasa dengan situasi tersebut dan bisa mengawali penelitian. Saya diberi ruang khusus di lantai 4 gedung Gilmore Hall, pascasarjana. saya dianggap seperti ilmuwan peneliti. Bahkan ada sebagian yang menganggap saya sudah profesor (hahaha yang ini tentu berlebihan...). Kenapa demikian? Kontrak Fulbright di Iowa memposisikan saya sebagai ilmuwan tamu (visiting scholar) yang memang mendapat penghormatan lebih, tidak seperti umumnya mahasiswa. Saya diberi akses gedung 24 jam dengan sebuah kunci multifungsi. Saya juga diberi hak akses mesin fotokopi dan printer secara gratis. Internet jelas langsung tersambung di meja komputer yang sudah disediakan di ruang saya. Plus, pesawat telepon yang bisa digunakan untuk telepon di sekitar Iowa juga sudah terpasang. Wah, rasanya, saya patut berbangga atas pelayanan Fulbright di Iowa ini.

Ada satu hal lagi yang saya rasakan luar biasa kemarin. Ketika saya memulai untuk meminjam buku, saya datang ke meja sirkulasi dan menanyakan berapa banyak buku yang bisa saya pinjam. Melihat data saya di komputer yang menginformasikan bahwa saya adalah staf fakultas Studi Islam UI, mereka langsung mengatakan bahwa saya bisa pinjam buku sebanyak yang saya mau. Wow, luar biasa! Lalu saya pun menanyakan durasi waktu pinjaman yang diijinkan. Kali ini jawabannya lebih mengagetkan lagi. Saya bisa pinjam buku dalam waktu hampir satu tahun....!!! Wah, ini berarti saya bisa membawa buku sebanyak-banyaknya ke ruang kerja saya. Ini tentu berkat status saya sebagai ilmuwan tamu (wah...gaya) yang mendapatkan penghormatan di UI.

Akhirnya, saya hanya bisa mengucapkan syukur alhamdulillah atas karunia Allah SWT yang tak habis-habis. Saya yakin, di setiap kesulitan yang saya alami pasti akan ada kemudahan asalkan saya tetap mau berdoa dan terus berusaha semaksimal mungkin. Ikhtiyar dan doa memang satu paket untuk sukses. Dari sini dapat saya petik kesimpulan bahwa Allah SWT benar-benar sebaik-baik penolong dan tempat berlindung bagi setiap hamba-Nya yang mau mengakui kemahaan-Nya. Wa Allah a'lam.

Senin, 23 Agustus 2010

REFLEKSI HARI JADI



22 Agustus tahun ini, genap sudah 33 tahun usiaku, sebuah usia yang cukup panjang. Ulang tahun biasanya dirayakan dengan acara hiburan yang semarak atau pesta jamuan makan yang nikmat. Tapi itu tak berlaku bagiku, apalagi di tahun 2010 ini, di saat aku berada di perantauan yang jauh dari kerabat dan handai tolan. Ulang tahun sebenarnya kian mengingatkanku atas semakin dekatnya kematian. Kontrak hidupku kian memendek. Aku tidak tahu seberapa banyak amalan kebaikan yang pernah kuperbuat. Namun, aku begitu hapal dan paham betapa menggunungnya dosaku. Dosa yang kutumpuk setiap harinya tidak sebanding dengan amal baik yang kulakukan. Rasanya, aku hanyalah manusia yang memenuhi dunia belaka, tanpa bisa berkontribusi apapun untuk orang lain.

Kadang kuberpikir, keberadaan dan ketiadaanku tidak jauh berbeda. Tuhan sebenarnya menciptakanku dengan tujuan agar aku bisa menjadi hamba yang baik, seorang makhluk yang mau menyerahkan jiwa raganya untuk mengabdi kepada-Nya. Tapi, ternyata aku tidak. Aku lebih sering mengikuti bisikan hawa nafsu yang rendah dan hina. Aku tidak begitu peduli dengan orang-orang di sekitarku. Aku hanya bisa tersenyum kecut saat melihat banyak orang tak berdaya di sekitarku tanpa bisa berbuat apa-apa.

Ulang tahun, sebuah peristiwa yang menunjukkan bahwa aku kian renta. Tentu, aku sudah tidak muda lagi. Aku harus sering instrospeksi diri dan siap jika sewaktu-waktu malaikat Izrail datang menyapa. Aku harus sedini mungkin menyatakan diri atas dosa dan kesalahan yang pernah kuperbuat. Aku harus berpikir bahwa waktuku tak panjang lagi untuk menghirup udara di dunia ini. Aku harus siap masuk ke dalam ruang sempit nan sesak dan bergaul dengan binatang-binatang tanah yang menggerogoti tubuhku. Aku akan hilang ditelan bumi dan tak pernah ada yang mengingatku lagi. Aku hanya sendiri mempertanggungjawabkan kesalahan dan dosa yang dulu pernah kubanggakan. Aku mungkin akan menyesali kebodohanku mengikuti rayuan setan dan ingin kembali ke dunia untuk memperbaiki jalan hidupku. Namun kesempatan itu sudah terputus. Aku bisa jadi hanya menangisi nasibku yang buruk dan menunggu siksa demi siksa yang akan berdatangan. Oh, malang nian diriku.

Untungnya, saat ini aku masih diberi nafas oleh-Nya. Aku tersadar bahwa Dia masih sayang kepadaku. Dia masih sudi memberiku kesempatan untuk mengingat nama-Nya, kebesaran-Nya, kekuasaan-Nya, kemahaan-Nya hingga aku bisa mengucap istighfar dan mengakui segala keburukan dan kedlalimanku. Oh, alangkah indahnya jika aku benar-benar menjadi seorang muslim, manusia yang merelakan diri sepenuhnya untuk berlaku di jalan-Nya, jalan yang lurus sesuai petunjuk-Nya. Duhai bahagianya jika kelak waktu berakhir, aku masih bisa mengucap syahadat pertanda kecintaanku pada-Nya. Aku tidak lagi takut kepada neraka-Nya. Aku pun tidak berharap mendapat surga-Nya. Yang aku damba hanya Dia, Dia yang Maha Pengasih yang kucintai.

Sabtu, 21 Agustus 2010

KATA MUTIARA

"Mumpung Ramadhan, kita tingkatkan pengendalian diri dan amal shaleh"

"Allah SWT Maha Pengampun, sebesar apapun dosa kita akan diampuni bila kita bertaubat kepada-Nya, apalagi saat ini di bulan suci Ramadhan"

"Menuruti nafsu setan, bak menenggak air laut, semakin diminum semakin haus"

"Bersedekah tidak harus dengan harta, berakhlak mulia terhadap sesama sudah termasuk sedekah"

Jumat, 20 Agustus 2010

ILLEGAL LOGGING IN INDONESIA



Illegal logging is a major problem for timber-producing countries in the developing world. It has caused environmental ruins and produced various threats in many areas. It also promotes corruption and undermines the rule of law. In Indonesia’s case, for instance, illegal logging has become one of the most pressing problems in recent years. It does not only destroy the forests such as in Kalimantan and Sumatra islands, but also threatens some protected animals. It is reported that the annual log harvest started from 32.6 million cubic meters in 1997 to 64.6 million cubic meters in 1998. Amazingly, no less than 75% of timber production was considered illegal (Tacconi et.al., 2004). To discuss this important issue, three key causes of illegal logging in Indonesia: poor protection, poor law enforcement, and corruption, will be the main focus of this piece of writing.

First of all, illegal logging may happen in Indonesia because the protection of the forests in this country is really poor. According to Ravenel and Granof (2004) Indonesia has numerous large forests lying from Sumatra island in the west to Papua island in the east, but the government could not provide sufficient powers, such as human resources and sophisticated technology, to control the illegal activities in the forests. Although the government has issued several regulations to combat this problem, illegal logging is still unavoidable. It may result from local people around the forests who lack understanding about the danger of deforestation.

Law enforcement is another problem that should be taken into account. In the view of Tacconi et.al. (2004), the government is actually conscious about the negative effects of illegal logging. It also has introduced several laws about forest protection. Furthermore, environmental activists often remind the government to be aware of illegal logging conducted by people from cities, such as some business people who have large industries in Jakarta. Those people open the forest illegally to take timber and export them without official documents. Nevertheless, the government could not stop this crime since several actors of illegal logging are the people in charge in Jakarta (Hiller, 2004). Those corrupt people have the power to control the forests.

The other major cause of illegal logging is corruption. Even though the current President, Yudhoyono, tries to implement a clean government, corruption is still inevitable. People who take advantage of the poor law enforcement in Indonesia are still able to benefit from illegal logging since the demand from other countries, such as Australia and the United States, is still huge (Smith, 2004). Therefore, they could cut off trees in remote and preserved forests to fulfill this never-ending trade by bribing forest officers.

To sum up, illegal logging is a significant threat faced by several countries including Indonesia. There are several causes of such illegal activities. Hence, the government, the business people, and the environmental activists should go hand in hand with society to solve this problem and produce a wise policy to protect the forests from unintended damages.

References

Hiller, M., Jarvis, B., Lisa H., Paulson, L., Pollard, E., & Stanley, S. (2004). Recent trends in illegal logging and a brief discussion of their causes: A case study from Gunung Palung national park, Indonesia, The Haworth Press, Inc. Retrieved from http://www.haworthpress.com/web/JSF
Ravenel R., & Granoff, I. (2004). Illegal logging in the tropics: A synthesis of the issues, The Haworth Press, Inc. Retrieved from http://www.haworthpress.com/web/JSF
Smith, W. (2004). Undercutting sustainability, The Haworth Press, Inc. Retrieved from http://www.haworthpress.com/web/JSF
Tacconi, L., Obidzinski, K., Smith., J., Subarudi, & Suramenggala, I., (2004). Can ‘legalization’ of illegal forest activities reduce illegal logging? Lessons from East Kalimantan, The Haworth Press, Inc. Retrieved from http://www.haworthpress.com/web/JSF

ISLAMIC PHILANTHROPY


It is understandable that human security has close-relationship with social security. Social security, in a broader meaning, may include the elimination of detrimental conditions to survival which possibly become triggers of poverty. The fundamental aspects of survival refer to enough food, health, education and protection from discrimination in any situation. Islam, as one of the popular religions with the million adherents spreading around the world, has several programs to improve social security as well as social empowerment through Islamic philanthropy. The spirit to help other people is the main objective of Islamic philanthropy, as philanthropy means love of people. It assures that the philanthropic programs should put the love of human beings to be the top issue. Islamic philanthropy plays important roles in the delivery of social security in terms of survival, progress, and sustenance of poor people. There are, at least, two categories of Islamic charity: obligatory charitable wealth tax (zakat), and permanent endowment or Islamic charitable foundation (waqf).

Zakat is one of the five pillars of Islam which is called regular charity or obligatory charitable wealth tax taken from the rich people (muzakki) and given to the poor people (mustahiq). In other word, zakat will purify the wealth of the haves and fulfill the need of the have nots. The word zakat itself means purification and the purpose is to purify the legally earned wealth. The amount of wealth, according to Hasan (2006), should be at least 2.5% of a person's net income every year. It will be collected by the administrator of zakat (amil) and distributed to eight chosen groups proportionally, i.e. the poor, the needy, those employed to administer the zakat fund, new converts to Islam, those in bondage, those in debt, anything in the cause of God, and the wayfarer. By zakat, the recipients may also be purified from jealousy and hatred to the wealthy people.

The other form of Islamic philanthropy is waqf which is formed through voluntary donation by the owner of a property. Waqf in Salarzahi’s point of view (2010) has two advantages: the hereafter future for the person who make the waqf endowment and the worldly future for the person who get benefits from waqf. The doers of waqf will receive never-ending rewards from God as long as the waqf properties are still preserved by people or organizations which manage the benefits of waqf. In the recent years, cash waqf has become popular since people without many immovable properties may make waqf by depositing some money in certain banks. The banking system prefers cash waqf because it is easier for them to handle than properties or other endowments. There have been examples, such as in Bangladesh, Turkey, and Indonesia, where cash waqf have been distributed as credit to the needy group of people and returns from these loans were distributed to them including on social services.

To sum up, Islamic philanthropy has a significant role to increase the welfare of society. There two main programs of the philanthropy: zakat and waqf. With this spirit, Islamic philanthropy may provide numerous benefits to increase the welfare of society.



References

Hasan, S. (2006). Muslim philanthropy and social security, ISTR Biennial Conference, Retrieved from http://www.istr.org/conferences/bangkok/WPVolume/ Hasan.Samiul.pdf
Salarzahi, H. (2010). Waqf as a social entrepreneurship model in Islam. International Journal of Business and Management, 5 (7). Retrieved form http://www.ccsenet.org/journal/index.php/ijbm/article/viewFile/6636/5251

RENCANA GEREJA BAKAR QUR'AN


Menjelang peringatan 9 tahun hancurnya WTC, New York, berbagai gerakan memusuhi Islam kian kelihatan di Amerika belakangan ini. Pro kontra pembangunan masjid dan Islamic Center rupanya belum cukup. Ada satu gerakan lagi yang kian nyata membenci Islam, yakni gerakan pembakaran Qur'an di gereja. Gerakan ini disponsori oleh Pastor Terry Jones dengan nama "islam is of the Devil." Menurut Jones yang diwawancarai oleh CNN (silakan buka link http://cnn.com/video/?/video/us/2010/07/29/ricks.burn.koran.cnn), Islam adalah agama setan yang telah membunuh ribuan orang tak bersalah dalam tragedi serangan teroris 11 September. Hal ini jelas-jelas menunjukkan bahwa Islam yang bersumber pada al-Qur'an harus dibasmi dari muka bumi. Salah satu caranya adalah pembakaran kitab suci umat Islam yang dianggap menyesatkan, al-Qur'an.

Ada sejumlah alasan Jones melakukan gerakan itu. Pertama, al-Qur'an telah melegalkan pembunuhan kepada non muslim. Hal ini sebagai indikator kuat bahwa Islam mengajarkan kekerasan, lebih-lebih kepada orang yang beragama lain. Serangan teroris yang menghancurkan menara kembar WTC menguatkan keyakinan bahwa Islam melegalkan terorisme. Islam mengajarkan syariat yang jelas-jelas membahayakan umat manusia. Untuk itu, sumber Islam, yakni al-Qur'an, harus dibakar sebagai simbol perlawanan kepada Islam.

Alasan kedua adalah tidak ada negara yang berdasarkan Islam yang sukses dalam menata bangsanya. Jones mencontohkan Arab Saudi yang sangat otoriter dan menginjak-injak harga diri kaum perempuan. Baginya, pelarangan perempuan untuk memiliki SIM mengindikasikan adanya ajaran Islam yang menyuruh umatnya untuk berlaku tidak adil. Sungguh, tuduhan-tuduhan Jones benar-benar membakar kemarahan umat Islam di Amerika.

Selaian rencana pembakaran massal terhadap al-Qur'an, gerakan kebencian kepada Islam ini dilakukan dengan berbagai media, seperti media internet dan reklame. Berbagai sovenir seperti kaos dan gelas bertuliskan "Islam adalah Setan" dijual bebas oleh pihak gereja untuk menyemarakkan even penting itu. Mereka rupanya sengaja mengajak perang kepada umat Islam yang saat ini sedang menjalankan ibadah puasa.

Kamis, 19 Agustus 2010

MEMBANGUN MASJID DI GROUND ZERO


Salah satu isu yang kini sedang hangat dibicarakan oleh warga Amerika adalah rencana pembangunan masjid dan Islamic Center di dekat reruntuhan gedung World Trade Center (WTC) yang luluh lantak akibat serangan teroris 11 September 2001. Banyak orang menolak pembangunan itu karena masih trauma dengan hebatnya al-Qaeda menenggelamkan simbol kebesaran Amerika berikut ribuan korban yang harus kehilangan nyawa. Mereka berpikir bahwa al-Qaeda adalah Islam,oleh sebab itu Islam adalah teroris. Dengan membangun masjid di pusat kota New York itu sama halnya dengan mendukung gerakan teroris.

Diskusi semakin menghangat ketika Presiden Obama, saat menyambut para tamu dalam acara buka puasa bersama di Gedung Putih (13/8/2010), menegaskan bahwa ia mendukung pembangunan masjid itu. Baginya, Islam bukanlah agama teroris dan el-Qaeda bukanlah mewakili suara Islam. Oleh sebab itu, ketika umat Islam ingin mendirikan masjid, hal itu tidak dapat dimaknai sebagai indikasi dilegalkannya gerakan terorisme. Amerika sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemerdekaan dan kebebasan beragama tidak punya alasan untuk menolak berdirinya masjid. Hal ini juga berlaku untuk seluruh agama yang berkembang di negeri paman Sam itu. Tidak ada hak atau layanan khusus yang diberikan oleh negara terhadap suatu agama melebihi agama yang lain. Di akhir pidatonya, Obama bahkan menegaskan bahwa sebagai warga negara maupun sebagai presiden, ia akan menjunjung tinggi kemerdekaan beragama sebagaimana telah dilakukan oleh para pendahulunya.

Ungkapan tegas Obama di atas menuai reaksi keras dari berbagai kalangan, khususnya partai opisisi, Republik, dan kaum nasrani. Salah satu politisi menilai bahwa Obama merupakaan presiden terburuk sepanjang sejarah Amerika. Sebagian politisi yang lain menganggap bahwa Obama dan gubernur New York yang mendukung pembangunan masjid di Ground Zero itu akan merasakan akibatnya dalam pemilihan umum mendatang. Para penganut Nasrani bahkan berani menuduh bahwa Obama bersekongkol dengan teroris. Sungguh komentar mereka ini bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kebebasan warga negara yang tertuang dalam konstitusi Amerika.

Bagaimana kisah ini selanjutnya? Kita tunggu saja beritanya....

Rabu, 18 Agustus 2010

MERDEKALAH BANGSAKU


Pagi ini kita rayakan
65 tahun kemerdekaan
Lepas dari belenggu penjajahan
Bebas menentukan arah jalan

Bendera Merah Putih berkibaran
Upacara peringatan proklamasi dibentangkan
Di seluruh penjuru negeri
Bangsa Indonesia yang kucintai

Tapi, ada satu tanya
Sudahkah kita merdeka?

Sering hatiku ragu
Kemerdekaan kita hanyalah semu
Ketika unsur-unsur asing berdatangan
Penjajah ekonomi, politik, sosial berseliweran
Menginjak-injak harga diri bangsa
Menjadikan Indonesia sebagai sasaran mangsa

Indonesia,
Aku ingin kau seperti Cina
Penduduk banyak dengan karya nyata
Maju menguasai dunia bersaing dengan Amerika
Menjatuhkan Jepang yang dulu berjaya

Indonesia,
Aku ingin kau segera bangkit
Mengatasi segala masalah yang terus menghimpit
Bebas, lepas, benar-benar merdeka
Agar kau diperhitungkan di kancah dunia

Indonesiaku
Negeri elok nan rupawan
Di sanalah aku dibesarkan
Dengan bumi, air, udara yang nyaman
Kupatrikan sebuah janji untukmu
Kan kupersembahkan jiwa ragaku
Untuk kemajuanmu Indonesiaku

Selasa, 17 Agustus 2010

TIPS MENGALAHKAN AMERIKA

Banyak orang berpandangan bahwa kualitas selalu identik dengan produk barat. Sebut saja misalnya, komputer, buku, hingga universitas. Piranti komputer ternama adalah microsoft dan apple dari Amerika. Buku-buku karangan profesor yang mewarnai opini dunia juga hasil karya pemikir-pemikir Barat. Ujung-ujungnya sekolah yang top dunia juga berlokasi di negara-negara barat. Sebagai bangsa Indonesia yang umumnya digolongkan ke dalam negara dunia ketiga, bersaing dengan manusia dari negara dunia pertama sepertinya tidak mungkin. Tetapi, jika kita mau jujur, kesuksesan seseorang sama sekali tidak bergantung dari mana ia berasal, tetapi bagaimana kita menjalani hidup. Nah, dari sini barangkali kita bisa siap-siap menyalip negara-negara maju jika kita tahu bagaimana mereka menata hari-harinya, setidaknya berdasarkan pengalaman saya selama 1,5 bulan di negeri paman Sam.

Kalau melihat postur tubuh, orang Amerika ternyata tidak seperti yang saya bayangkan,tinggi-tinggi dan besar-besar. Kalau boleh saya katakan, tinggi badan mereka seperti rata-rata orang Indonesia. Ada memang yang tinggi sekali, tetapi tidaklah banyak. Saya di sini termasuk tinggi karena memang orang Amerika tidak banyak yang setinggi saya. Ini belum termasuk orang Asia yang menjadi warga negara Amerika.

Kemudian, warga negara Amerika yang tak boleh dilupakan adalah warga kulit hitam yang jumlahnya banyak sekali. Mereka dulunya adalah budak-budak yang didatangkan dari wilayah Afrika. Kini, dengan persamaan hak sesama warga negara, orang kulit hitam telah mampu masuk ke berbagai sektor kehidupan Amerika, seperti menjadi walikota hingga presiden. Mereka juga telah mengisi kursi-kursi penting di kampus dari mahasiwa hingga pejabat universitas. Memperhatikan bentuk tubuh manusia Amerika, warga Indonesia seperti saya tidaklah minder ketika bertemu, bergaul atau berpapasan dengan mereka. Semua biasa saja.

Kini dilihat dari cara kerja. Orang Amerika memang berpeluang untuk menghasilkan karya yang patut diacungi jempol. Mereka dapat bekerja secara maksimal didukung oleh fasilitas yang serba ada. Mereka tak segan-segan tinggal berjam-jam di perpustakaan atau di kantor. Tetapi sekali lagi, tidak semua orang mengambil manfaat dari segala perlengkapan yang tersedia itu. Banyak yang mabuk-mabukan hingga kumpul satu rumah tanpa ikatan perkawinan yang sah. Kalau begitu, orang Indonesia pasti lebih berpeluang untuk bisa menjadi maju seperti mereka asalkan mereka memperoleh kesempatan yang sama dan fasilitas yang memadai, plus semangat kerja yang tak pernah lelah.

satu hal lagi yang harus kita miliki adalah sistem yang tertata. Sering kita prihatin dengan kehidupan masyarakat kita yang serba semrawut. Itu bisa jadi karena wawasan kita yang masih terbatas dan pendidikan bangsa kita yang belum merata. Warga Amerika diakui memang menjunjung tinggi peraturan negara dan patuh terhadap hukum. Lampu dan rambu lalulintas berfungsi maksimal tanpa ada polisi yang menjaga di setiap persimpangan. Dengan demikian, jika kita mau dan mampu menata hidup kita secara tertib, nampaknya kita juga berpeluang untuk maju seperti Amerika. Saya yakin seyakin-yakinnya bahwa kemajuan bangsa sangat ditentukan oleh individu-individu yang menyokongnya.

Umat Islam di Indonesia yang mayoritas muslim adalah satu kunci keberhasilan penting karena mereka tidak hanya bekerja karena pengawasan manusia semata akan tetapi ada malaikat dan Allah SWT yang senantiasa mencatat dan mendampingi mereka. Kekuatan iman yang kini sedang diupgrade dengan puasa ramadhan yang dilengkapi dengan semangat kerja yang gigih nampaknya akan mampu membawa bangsa Indonesia menjadi bangsa terdepan di masa mendatang. Insya Allah. Mau mengalahkan Amerika? Siapa takut...Dirgahayu Indonesia kita....

Minggu, 15 Agustus 2010

INTERNATIONAL GIVE-AWAY

Kita bisa belajar banyak dari lingkungan di mana kita berpijak. Dengan selalu memperhatikan berbagai kegiatan orang di sekitar kita, aneka informasi dan inspirasi dapat begitu saja menyeruak di kepala. Seperti pengalaman saya kemarin, ketika saya mengikuti International Give-away yang dilaksanakan oleh sebuah gereja di Iowa. Kegiatan sosial tahunan ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa baru Universitas Iowa yang datang dari berbagai negara yang tentunya membutuhkan berbagai perlengkapan apartemen tanpa biaya. Di bagian terakhir tulisan ini akan diuraikan beberapa pelajaran yang bisa kita ambil dari cara mereka mengorganisasi kegiatan ini.

Cerita ini bermula ketika saya sedang menemui Sophie di Kantor mahasiswa International. Saya sudah membuat perjanjian via email untuk bertemu dia hari itu untuk urusan administrasi Fulbright. Setelah cukup berkonsultasi, Sophie menawarkan kepada saya sebuah selebaran yang memberitahukan bahwa hari Sabtu akan ada International Give Away yang diadakan oleh Gereja Baptis. Menurutnya, acara itu dikemas untuk menyediakan berbagai kebutuhan mahasiswa baru terutama berkenaan dengan perabotan, seperti kasur, meja, kursi, lemari, dan peralatan dapur. Meskipun saya tidak yakin bisa ikut, saya ambil saja kertas info tersebut.

Pada hari Sabtu pagi, saya sempatkan diri ke perpustakaan umum. Saya habiskan waktu untuk membuka internet gratis di sana. Setelah beberapa jam, saya kemudian ke kampus. Saya ingat kemudian bahwa ada acara international give away. Meskipun saya sudah tidak butuh perlengkapan kamar karena sementara ini sudah cukup, saya pikir tidak ada salahnya untuk mencari pengalaman dari kegiatan yang katanya cukup ramai itu. Saya berjalan menuju gedung main library yang tak jauh dari Old Capitol Mall. Saya lihat, ratusan mahasiswa sedang menunggu datangnya bis yang akan mengantar mereka ke gereja.

Tak berapa lama, tepat pukul 13.00, petugas gereja datang dengan dua bis besar dan sejumlah mobil kecil. Para peserta diberi kertas yang menunjukkan pengelompokan lokasi tempat tinggal mereka yang nantinya digunakan untuk pengiriman barang ke rumah masing-masing. Saya pun ikut gabung di rombongan itu.

Sepuluh menit berlalu, kami sudah sampai di pelataran gereja. Di depan pintu gereja, petugas dengan senyum ramah menyilakan para peserta untuk masuk gereja. Kami diberi pulpen dan kertas untuk menulis identitas diri. Ada satu kupon yang harus kami isi dan akan menjadi label yang ditempel pada barang yang akan kami pilih nanti.

Sekarang masuk pada acara inti. Setelah semuanya duduk di kursi yang disediakan (biasanya untuk jemaat gereja), sang pembawa acara menyampaikan ucapan selamat datang. Ia memberikan ulasan seputar kepanitiaan acara itu. Beberapa orang yang berjasa atas terselenggaranya acara itu pun diperkenalkan. Setelah itu, ada pertanyaan yang ia lontarkan kepada para peserta, yakni, "mengapa mereka mengadakan acara international give away"? Untuk mendapatkan jawaban, diundanglah sang pastor untuk naik mimbar.

Pastor itu memulai ceramahnya dengan menyampaikan sebuah kisah tentang perlunya keyakinan adanya Tuhan. Dari sini, saya mulai merasakan adanya misi gereja untuk mengajak peserta memahami ajaran kristen. Tapi, hal itu ada bagusnya karena terdapat sebagian peserta yang memang tidak percaya tentang adanya tuhan, terutama dari negera komunis, Cina. Lalu, ia menjelaskan bahwa Tuhan telah menciptakan manusia dan memberinya berbagai fasilitas hidup. Sang pastor mengutip kisah Paul, sahabat pertama Jesus (Nabi Isa as), yang mengajak umat manusia untuk menerima seruan Tuhan. Jesus adalah manusia pilihan yang dijadikan sebagai hakim dan pengatur kehidupan manusia. Jesus adalah manusia unik dan spesial yang dikirim untuk menyelamatkan manusia. Jesus mengajak manusia untuk bertaubat agar mereka diampuni dosa-dosanya. Seruan Jesus kemudian dilanjutkan oleh Paul.

Mengakhiri ceramahnya, pastor mengutip tiga jenis manusia setelah mendengar seruan Paul. Pertama, manusia yang menghina kebodohan Paul. Kedua, manusia yang ingin mendengar cerita Paul lebih lanjut. Ketiga, manusia yang setuju lalu mengikuti dengan ajaran Paul. Nah, dengan sengaja sang pastor lalu mengklasifikasikan para peserta ke dalam tiga kelompok itu setelah mendengar ajakannya mengenal Tuhan. Jadi intinya, kegiatan itu dilakukan karena mereka mencintai Tuhan dan ingin mengikuti cara tuhan mencintai manusia, yakni menyediakan kebutuhan manusia. Saya pikir, sang pastor ini cerdik juga dalam mengantarkan ceramahnya dengan membagi respon peserta atas ulasannya. Namun, saya lihat para peserta tidak banyak yang peduli dengan isi sambutannya itu. Mereka hanya menginginkan barang-barang yang akan disediakan secara gratis, bukan ingin masuk kristen.

Setelah acara seremonial itu berakhir, para peserta keluar dengan tertib dari satu pintu dan langsung berhamburan ke lapangan luas di belakang gereja. Di sana telah tersedia puluhan kasur, puluhan meja, kursi, TV, microwave, lampu hias, dan aneka barang besar lainnya. Di sisi lain, ada satu ruang di bawah gereja yang menyediakan berbagai macam kebutuhan rumah, seperti selimut, bantal, seprei, handuk, piring, gelas, panci, dan sendok. Banyak sekali jumlah barang-barang itu dan hingga acara berakhir, masih ada beberapa barang yang tidak diambil, padahal kualitasnya masih bagus. Setelah semuanya beres, para peserta berikut barang-barangnya diantar ke rumah masing-masing oleh petugas dengan menggunakan bus dan mobil.

Pelajaran apa yang bisa kita petik dari kegiatan ini? Setidaknya ada beberapa hal:
Pertama, ajaran filantropi yang mereka anut telah mendorong mereka untuk mengumpulkan berbagai macam barang kebutuhan rumah tangga dari para jemaat kristen yang tidak terpakai. Ini bisa menginspirasi kita untuk melakukan hal yang sama, yakni mendata barang-barang di rumah kita masing-masing yang disimpan di gudang atau lemari. Daripada tersimpan lama dan memenuhi rumah, kita bisa kumpulkan dan distribusikan kepada mereka yang tidak mampu atau yang membutuhkan, seperti para mahasiswa baru.

Kedua, misi agama menjadi kental ketika para peserta dikumpulkan di satu tempat sebelum pembagian barang. Dakwah ini tentu efektif karena mereka mau tidak mau akan datang dan mendengarkan isi ceramah, meskipun dengan beragam tanggapan.

Ketiga, pelayanan prima yang mereka berikan, mulai penjemputan hingga penghantaran, patut diacungi jempol. Hal ini akan memberikan kesan positif bahwa mereka melaksanakan acara ini dengan profesional. Petugas yang ramah dan siap membantu cukup mencuri perhatian para peserta.

Akhirnya, semoga kita bisa meniru semangat berbagai yang mereka miliki mumpung saat ini dalam bulan Ramadhan. Kita bisa memulai dari hal-hal kecil di lingkungan kita dengan membiasakan diri untuk saling tolong menolong dan berakhlak mulia kepada sesama. Wa Allah a'lam.

Sabtu, 14 Agustus 2010

RAMADHAN DAN KEMERDEKAAN

Puasa mengajari kita untuk mampu memimpin diri sendiri. Puasa memberikan kesempatan kepada kita untuk memilih jalan hidup tanpa dipaksa oleh orang lain. Kemerdekaan dalam hal menjalankan puasa memberikan inspirasi kepada kita bahwa Allah SWT menyediakan kebebasan seluas-luasnya kepada hamba-hamba-Nya untuk memilih jalan hidup yang disukai, antara iman dan kufur. Saat berpuasa, kita bisa saja berbohong kepada sesama bahwa kita sedang puasa. Padahal kenyataannya, kita telah makan dan minum di tempat yang tidak terlihat oleh orang lain. Puasa kian meneguhkan keyakinan kita bahwa puasa hanya diperuntukkan bagi Allah SWT. Tak ada seorang pun yang akan mengorek status puasa kita karena mereka sendiri juga sedang sibuk menjaga status puasanya. Hanya kita sendirilah yang tahu apakah kita berpuasa atau tidak.

Puasa mengajari kita untuk bersikap jujur. Kita bisa mengelabuhi pikiran orang dengan tersenyum manis dan bertutur lembut. Tapi hal ini tidak berlaku untuk puasa. Meskipun kita berpura-pura puasa dengan menunjukkan fisik kita yang lemah, ternyata nurani kita tidak bisa dibohongi. Sepandai-pandainya kita menutupi aib diri di depan manusia lain, kita tetap merasa bahwa kita telah melanggar larangan yang semestinya kita jauhi. Puasa kian menyadarkan kita untuk selalu berpegang teguh pada suara hati yang jujur dan apa adanya.

Di bulan Agustus ini, kita mendapat dua kenikmatan, yakni hadirnya bulan suci Ramadhan dan hari kemerdekaan. Ramadhan yang berarti pembakaran dosa dapat kita maknai sebagai masa penghapusan kebohongan, kemunafikan, dan kebodohan kita dalam menjalankan ajaran agama. Dengan semangat ramadhan, kita peringati hari kemerdekaan bangsa yang diraih dengan pengorbanan jiwa raga yang tak terkira. Untuk itu, kita harus mampu mewujudkan nilai-nilai ramadhan, semacam ketaqwaan dan kejujuran, agar kemerdekaan bangsa yang kita raih 65 tahun lalu benar-benar mampu menjadikan kita sebagai insan yang merdeka, berdedikasi tinggi, dan menjunjung hati nurani. wa Allah a'lam.

Kamis, 12 Agustus 2010

TANTANGAN HARI-HARI PERTAMA PUASA


Puasa adalah bulan penuh berkah, itu semua orang sudah tahu. Puasa menjadi wahana mendulang kebajikan, juga banyak orang sudah dengar. Tapi, kalau ramadhan menjadi ajang ujian, mungkin tidak semua memahami atau merasakan. Mengapa? Itu bisa jadi karena kita alergi dengan istilah 'ujian', khawatirnya nanti ada yang tidak lulus dan pasti akan jadi mimpi buruk bagi sebagian besar kita.

Memang unik menjadi orang Islam. Kita tidak hanya cukup mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai penunjuk jati diri kita. Allah menginginkan adanya ujian keimanan yang pasti datang silih berganti. Kadang kecil, kadang besar, kadang jarang, kadang beruntun...dan seringkali bahkan makan hati. Tapi itulah kenyataannya, Allah SWT tidak hanya percaya dengan ucapan lidah, tapi perlu bukti. Dia berfirman, "Janganlah seseorang menganggap dirinya beriman sebelum Aku mengujinya terlebih dahulu..."

Puasa selain menguji ketahanan fisik, juga mengetes ketahanan mental. Lapar haus sudah menjadi menu utama puasa. Banyak orang makan dan minum di sekitar kita sedangkan kita hanya bisa menelan ludah. Hidangan buka puasa yang disiapkan sejak sore hari tak dipungkiri telah meggoda selera kita. Selain itu, masalah hidup ternyata juga tidak surut. Ada saja problem yang harus kita selesaikan sementara badan tak sesegar biasanya. Emosi kadang meledak-ledak karena amarah yang tertahankan. Banyak tantangan yang hilir mudik di hadapan kita sebagai rangkaian try out apakah kita manusia yang layak jadi orang beriman atau hanya sekadar penggembira. Berat memang, tapi itulah ujian di bulan puasa.

Untuk melengkapi betapa Allah SWT ingin melihat kualitas iman seseorang, berikut ini saya sampaikan pengalaman saya di hari-hari pertama bulan Ramadhan. Saya tentu merasakan banyak perbedaan dengan puasa-puasa sebelumnya. Biasanya, saya berada di sekeliling keluarga dan kawan dekat saat menjalankan puasa. Ada kebahagiaan tersendiri ketika makan sahur dan berbuka puasa bersama, begitu pula saat jamaah tarawih. Rindu sekali ingin mendengar adzan yang bersahut-sahutan dari berbagai penjuru. Ternyata itu saja tidak cukup. Ada pekerjaan yang menyita hampir seluruh waktu dan pikiran saya saat ini, yakni mencari tempat tinggal.

Betapa kecewanya saya ketika saat sampai di Iowa, tempat tinggal saya ternyata belum tersedia. Saya sebenarnya sudah mengontak kawan untuk mencarikan kamar tapi rupanya tidak berhasil juga. Tiga hari berturut-turut sebelum puasa, kerja saya adalah keliling kota mencari kamar yang pas untuk saya. Tetapi apa hasilnya? Tak ada kamar kosong! Semua sudah penuh karena memang musim panas ini menjadi titik awal orang memulai kontrak baru. Saya termasuk terlambat.

Ketika saya mendapat informasi ada kamar kosong di jalan Jefferson, hati saya sedikit berbunga. Tapi, ketika saya datangi, ternyata kamar itu sudah diambil orang sehari sebelum saya datang. Saya lanjutkan menelusuri jalan-jalan di downtown Iowa. Saya pun menemukan kamar yang sangat kotor di jalan Church. Awalnya saya tidak tertarik namun karena desakan waktu dan tidak adanya alternatif lain, saya pun memutuskan mengambil kamar itu.

Awal ramadhan rencananya saya bisa mendiami kamar baru. Pagi setelah sahur saya mengemasi barang dan mencuci baju sebelum nanti sore pindah. Saya berharap saya bisa berbuka puasa dengan suasana baru, tidak lagi menumpang di rumah kawan. Tapi, apalah daya ternyata saya dihadapkan pada kenyataan yang menyakitkan. Saat saya menelepon pemilik apartemen, ternyata kamar saya belum dibersihkan sama sekali dan belum siap huni. Lalu, saya juga menanyakan tentang ketersediaan listrik. Kali ini sangat mengejutkan, listrik belum mengalir ke kamar saya dan saya diminta untuk mengurus sendiri ke American Energy (PLN) untuk menyalakan listrik. Jengkel, marah, dan kecewa, begitulah perasaan saya saat mendengar informasi via telepon itu. Saya harus bagaimana?

Saya kemudian ke kampus dan memberanikan diri untuk menelepon PLN. Saat saya menyampaikan kehendak untuk menyambungkan listrik, petugas yang melayani saya mengatakan bahwa saya tidak bisa mengalirkan listrik karena saya belum punya Social Security Number (semacam KTP). Di tengah kebingungan saya, sang petugas memberikan alternatif, saya bisa mengalirkan listrik dengan syarat saya harus datang sendiri ke kantor dan membawa dua identitas diri (ID) dan bukti perjanjian kontrak. Saya sangat kecewa dengan informasi ini paling tidak karena dua hal. Pertama, saya tidak tahu letak kantor PLN dan kedua saya tidak punya ID kecuali paspor. Saya harus segera mengurus kartu mahasiswa yang sedianya baru jadi Jumat lusa. Betapa pusingnya saya dan beratnya ujian di awal ramadhan ini. Satu sisi saya ingin segera pindah dari rumah kawan sementara kamar yang saya pilih tidak siap ditempati.

Dengan gontai, saya mencoba mencari kantor pencetak ID mahasiswa di Josep Hall. Setelah mengeliling beberapa gedung di tengah terik matahari yang sangat panas, sekitar 38 derajat C, sampailah saya di gedung itu. Dengan sabar saya utarakan masalah saya kepada mereka. Saya berharap mereka berkenan mencetak kartu mahasiswa saya agar saya bisa mengurus aliran lsitrik di PLN. Petugas di loket itu rupanya iba melihat nasib saya yang terkatung-katung. Akhirnya, mereka mencoba mendeteksi biodata saya di komputer dan ternyata saya sudah terdaftar sebagai mahasiswa. Mereka langsung mencetak kartu mahasiswa itu. Alhamdulillah. Ini berarti saya sudah mempunyai ID yang kedua untuk memenuhi persyaratan. Saya kemudian menelepon pemilik apartemen untuk memintanya membuatkan surat perjanjian kontrak. Saya harus berjalan sekitar 25 menit ke apartemen. Lagi, panas dan haus. Sesampai di sana, sang pemilik belum juga datang. Saya melihat kamar yang saya pilih juga masih seperti semula, kotor dan bau. Hampir saja saya putus asa menjalani ujian ini. Tapi, saya tetap berprinsip saya harus tetap berusaha melakukan apa pun yang saya bisa di negeri asing ini.

Beberapa saat kemudian, sang pemilik datang. Saya lalu mendiskusikan isi perjanjian yang disepakati. Setelah berinteraksi selama satu jam, surat perjanjian itu pun selesai dibuat. Saya agak lega karena besok pagi saya bisa mengurus ke kantor PLN dengan bekal dua ID dan surat perjanjian. Saya juga membayar kontrak kamar seharga $525 (sekitar 5 juta) dan deposit dengan jumlah sama menggunakan cek (baru pertama kali transaksi semacam ini). Sang pemilik berjanji membersihkan kamar hari itu juga sehingga besok siang saya sudah bisa menempati.

Pagi ini, hari kedua Ramadhan, saya datang ke PLN diantar oleh Mas Eri. Kantor masih sepi dan saya adalah pelanggan pertama yang dilayani. Saya menyampaikan maksud kedatangan saya untuk menyambungkan listrik ke apartemen saya. Dengan bekal ID dan surat perjanjian, permintaan saya langsung disetujui. Saya senang dan berharap saya bisa malam ini bisa pindah.

Setelah keluar dari PLN, saya langsung telepon pemilik rumah bahwa saya sudah mendatangi kantor PLN. Tapi, betapa terkejutnya saya bahwa kamar saya hingga pagi ini belum juga dibersihkan. Ia malah meminta saya untuk mencari tukang listrik untuk membantu menyalakan lampu. Wow, gimana sih, kok jadi kian runyam, wong hanya masalah kamar saja butuh banyak energi? Kesal banget hati ini. Tapi, ya, gimana lagi, di perantauan begini bisanya hanya pasrah, apalagi saat ini bulan puasa. Ujian datang bertubi-tubi mengharuskan saya untuk mampu menahan diri dari luapan amarah atas kekecewaan berkali-kali. Mungkin ini akan ada hikmahnya suatu saat kelak.

Karena kecewa, saya hampir memutuskan kontrak dengan pemilik apartemen itu. Saya dan mas Eri mencari alternatif tempat baru yang mungkin bisa saya tempat hari ini. Tapi, lagi-lagi, hasilnya tetap nihil. Saya pun tidak bisa pindah dari apartemen yang terlanjur sudah saya bayar.

Sore ini, saya menjenguk apartemen saya. Ternyata ada sedikit kejutan. Kamar saya sudah dibersihkan oleh petugas khusus yang dipanggil oleh sang pemilik rumah. Kamar yang tadinya kumuh dan bau sakarang sudah sudah bersih. Bahkan, saya dibelikan AC baru. Wah, jadi kelihatan nyaman sekarang untuk ditempati. Kamar itu sudah dilengkapi kulkas, kompor dan kamar mandi. Satu hal yang belum saya punya adalah tempat tidur. Untungnya, ada satu kawan dari Jerman yang mau memberikan kasur untuk saya. Ya, semoga pengalaman pahit yang berliku-liku ini dapat menjadikan spirit untuk tetap bersabar menghadapi berbagi ujian di bulan suci ini. Amin. Wa Allah a'lam.

Selasa, 10 Agustus 2010

RAMADHAN DI NEGERI BALIK BUMI

Hari ini,
Hari terakhir bulan Sya'ban
Nanti malam taraweh akan dijalankan
Masjid, mushalla, langgar berjejalan
Gema adzan, pujian, shalawat, bersautan
Riuhnya tadarrus al-Qur'an menyejukkan
Ungkapan hamba akan rindu ramadhan

Beragam makanan khas terhidang
Untuk bekal sahur nanti malam
Siap-siap bunyikan alarm
Atau suara tabuhan patrol
Panggilan "Sahur...sahur..." dari mikrofon
Ah..betapa syahdunya

Sayang...
Di sini di Iowa
Sendirian sebatang kara
Tak ada masjid, tak ada mushalla
Suara adzan pun tiada
Tak beda dengan tempat sebelumnya

Ramadhan ini
Taraweh sendirian
Sahur sendirian
Puasa sendirian
Berbuka sendirian
Kelak lebaran pun sendirian

Tapi tak apalah
Pengalaman ini tentu tak kan terlupakan

Selamat datang Ya Ramadhan...
Mari kita jalankan puasa dengan hati lapang, wahai kawan...
Semoga kita menjadi hamba-hamba yang kian beriman
Amin...

HARI-HARI PERTAMA DI IOWA

Senang campur susah...
Begitulah perasaan saya ketika pertama kali menginjakkan kaki di Iowa.
Saat mendarat, saya harus menunggu sekitar satu jam penjemputan. Senang karena Mas Eri bersedia menjemput saya.
Lalu, saya diajak ke rumah Mbak Cecil, salah satu Fulbrighter. Saya sempat singgah beberapa jam di rumahnya.
Menjelang malam, saya diundang oleh pak Heru ke rumahnya sekaligus menginap beberapa hari. Hingga hari ini, saya masih numpang tidur di sana.
Senang tapi sedih, karena hingga saat ini saya belum juga mendapatkan tempat penginapan.
Susah sekali rasanya mencari tempat kos yang cocok untuk 6 bulan
Setelah tidak ada lagi pilihan,
Akhirnya memutuskan menerima tawaran kamar tanpa isi...harus menyiapkan segalanya sendiri.
Tapi ini lebih baik daripada tidak ada kamar....

Rabu, 04 Agustus 2010

PERPISAHAN

Saat tiba di New York, saya merasa asing dan terisolasi. Setelah mengikuti kursus bahasa selama satu bulan, saya sudah mulai dapat menyesuiakan diri dan bersosialisasi dengan beragam orang dengan latar belakang bermacam-macam. Tetapi, waktu belajar sudah usai. Hari ini adalah hari terakhir kuliah. Suasana dibuat santai. Para guru tidak lagi memberikan PR. Jadi, tadi malam bisa tidur nyenyak. hehehe.

Banyak hal yang saya dapatkan selama belajar di English Language Institute (ELI) SUNY Buffalo. Para guru yang profesional, peralatan kelas yang lengkap, hingga materi pelajaran yang menantang. Ada tiga guru yang membimbing kami setiap hari. Pukul 9 tepat, Beth, guru writing dan grammar, selalu sudah berada di kelas. Ia begitu telaten mengajari mahasiswa untuk bisa menulis dengan baik. Setelah dua jam belajar writing, Pat masuk. Guru satu ini memberikan bekal kepada murid untuk bisa berbicara dengan lancar sesuai dengan gaya penutur asli. Pelajaran speaking dan note-taking begitu menyenangkan karena fasilitas belajarnya dilengkapi dengan video dan projector.

Introduction