Rabu, 24 Februari 2010

PERJUANGAN MENGURUS PASPOR DINAS

Seharian penuh pada Senin yang lalu, saya berkeliling Jakarta dalam rangka menyelesaikan urusan dinas tentang keikutsertaan saya dalam program riset Fulbright di Amerika. Tempat pertama yang saya kunjungi adalah Kementerian Agama (dulu Departemen Agama). Di kantor yang berlokasi di Jalan Lapangan Banteng itu, Saya harus menemui Dr. Zayadi, kasubdit kerjasama dan kelembagaan. Sehari sebelumnya, saya bersilaturrahmi ke rumah Sekretaris Dirjen pendidikan Islam, Dr. Afandi Mukhtar. Sesuai dengan arahan beliau, saya harus menemui kasubdit kerjasama itu.

Sesampai di Kementerian Agama, saya langsung melaju ke lantai 8. Waktu menunjukkan pukul 08.15 Wib. Saya kira seluruh karyawan sudah sibuk mengerjakan tugas-tugasnya. Tapi, saya harus menahan hati karena petugas yang ingin saya temui belum ada di tempat. Bahkan, seluruh pegawai di ruang kasubdit itu belum ada satu pun yang hadir. Wah, gimana mau maju kementerian yang berbasis agama itu jika masuknya saja tidak tepat waktu? Pukul 08.30 saya baru melihat beberapa orang yang mulai berdatangan. Lantai itu baru kelihatan ramai sekitar pukul 09.00. Saya pun baru bisa menemui orang yang saya cari pada pukul 09.30.

Saya kemudian berkonsultasi dengan Dr. Zayadi tentang surat keterangan keikutsertaan saya dalam program Fulbright. Surat tersebut akan dikirimkan ke Sekretaris Negara. Mengingat surat itu harus ditandangani oleh Direktur Jenderal Pendidikan Islam, saya perlu menunggu tanda tangan itu. Sekitar pukul 12.00 surat itu akhirnya rampung. Selanjutnya, saya pindah ruang ke lantai 4. Di sana saya harus menemui pak Muis, bagian kerjasama luarnegeri. Saat berkas-berkas saya dicek, ternyata ada dua surat yang belum saya lengkapi, yakni surat persetujuan dari kampus University of Iowa tempat saya akan melakukan riset dan surat keterangan beasiswa dari Fulbright. Kedua surat itu hanya akan saya dapatkan jika saya berkunjung ke kantor AMINEF (American Indonesian Exchange Foundation) sebagai penyelenggara beasiswa Fulbright yang berlokasi di jalan Gunung Sahari Senen. Sebenarnya, saya kecewa karena baru diberitahu hari itu. Saya sudah melengkapi semua persyaratan, namun masih ada saja persyaratan lain yang harus dilengkapi tetapi tidak tertulis. Dengan semangat, saya pun melanjutkan perjalanan ke Kantor AMINEF.

Ketika tiba di AMINEF, saya ingin menjumpai Pak Piet selaku penanggung jawab program. Sayangnya beliau tidak ada di tempat karena sedang ke luar kota. Saya pun akhirnya menemui Mbak Isye yang biasa membantu saya menyelesaikan berbagai administrasi Fulbright. Saya pun mengutarakan maksud kedatangan saya, yakni meminta surat-surat kelengkapan dari Fulbright. Surat tentang persetujuan dari kampus University of Iowa bisa saya peroleh namun surat keterangan beasiswa dari Fulbright belum dapat diproses karena pak Piet selaku penanda tangan sedang tidak ada di kantor. Mereka berjanji akan mengirim surat tersebut hari Kamis mendatang.

Setelah selesai mengurus surat di AMINEF, saya kembali ke Kementerian Agama. Saya menyerahkan surat dari AMINEF dan menyampaikan bahwa surat lainnya akan dikirim Kamis depan. Pak Muis dapat memaklumi hal itu. Namun, masih ada satu lagi yang ternyata harus saya lengkapi, foto yang sudah saya setor harus diganti. Foto tersebut harus berlatar belakang putih, bukan berlatar hijau seperti yang saya punya. Karena hari sudah siang, saya berniat akan kembali ke ruang pak Muis pada hari Rabu. Saya perlu memproses lebih dahulu foto itu.

Saat keluar dari Kementerian Agama, saya berpikir, kalau bisa mengurus foto bisa hari itu juga nampaknya lebih baik. Saya tidak perlu mondar-mandir lagi. Tapi, saya tidak tahu dimana lokasi cetak foto. Saya pun akhirnya menyusuri jalan di sekitar Pasar Senen dengan berjalan kaki. Siapa tahu bisa ketemu. Tapi, nasib belum beruntung, saya sudah kelelahan berjalan, akhirnya saya naik mikrolet untuk mencari studio foto. Cukup lama saya mencari, apalagi macet di Jakarta tidak dapat dihindari, akhirnya saya pun dapat menemukan studio foto Kodak. Sesampai di sana saya tidak dapat dilayani karena mesin cetak sedang rusak. Wah, saya harus naik angkot lagi. Menyusuri jalan di Jakarta untuk mencari studio foto jadi tantangan tersendiri. Tanpa putus asa, akhirnya saya melihat plang nama Fuji Film. Saya pun turun angkot dan menuju studio itu. Saya sampaikan kepada petugasnya bahwa saya ingin mengubah latar belakang foto yang awalnya hijau menjadi putih. Mereka menyanggupi permintaan itu namun harganya hampir sama dengan foto baru. Biayanya agak mengagetkan, sekitar 5 kali lipat harga di Ngaliyan Semarang! Wow, maklum Jakarta! Setelah saya pertimbangkan masak-masak, saya memilih foto lagi daripada mengganti latar saja. Itung-itung punya foto baru. Akhirnya, saya masuk ke studio foto untuk diambil gambar baru. Alhasil setelah menunggu 45 menit, proses cetak foto yang saya inginkan telah saya dapatkan. Alhamdulillah.

Saya langung menuju kantor Kementerian Agama. Sesampai di sana, waktu menunjukkan pukul 15.30. namun, banyak karyawan sudah mulai turun lift untuk pulang. Saya mempercepat langkah dengan harapan saya dapat menemui pak Muis. Alhamdulillah, beliau masih di ruangan. Saya pun bisa menyerahkan persyaratan tersebut sekaligus biaya pengurusan paspor dinas. Sekali lagi alhamdulillah, perjuangan dari Subuh hingga menjelang Magrib dapat berakhir dengan sukses. Wa Allah a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Introduction