Senin, 24 Mei 2010

ONE DAY OFF, PERLUKAH?

Dulu, sewaktu saya mengikuti kursus bahasa di IALF Bali, saya pernah disarankan oleh sang tutor, Lis Hunt, untuk selalu membuat planning kegiatan, mulai harian, mingguan hingga bulanan. Perencanaan itu dimaksudkan agar keseluruhan waktu saya tertata rapi dan terisi oleh sejumlah aktifitas yang bermanfaat. Misalnya, pada hari Senin, saya harus membaca buku A untuk mendalami skill A dari pukul sekian ke sekian. Besoknya, Selasa, saya juga membuat agenda kegiatan untuk latihan membuat karangan mini dengan panduan buku B selama sekian jam. Begitu seterusnya sehingga selama satu minggu, saya mempunyai jadwal kegiatan yang jelas. Selain itu, saya harus konsisten dengan jenis program sekaligus target yang akan dicapai. Jika ada suatu halangan, saya harus menjadwal ulang kegiatan yang tertunda itu pada minggu berikutnya. Menariknya, jadwal tersebut harus ditunjukkan ke tutor untuk mendapat arahan dan masukan. Dengan demikian, waktu kursus yang terbatas dapat saya gunakan dengan maksimal.

Ada satu hal yang tidak boleh tidak harus saya cantumkan dalam jadwal kegiatan saya, yakni one day off. Apa itu? One day off adalah konsep libur satu hari penuh tanpa memikirkan beban studi atau pekerjaan yang sedang dijalankan. Itu artinya saya harus menuliskan satu hari kosong dalam jadwal saya. Tidak boleh ada kegiatan membaca, menulis, atau diskusi pada hari itu. Biasanya hari yang disarankan adalah hari Sabtu atau Minggu. Berhubung di tempat kursus pada hari Sabtu masih ada kegiatan pilihan, seperti nonton film bareng atau nonton TV channel asing, maka tidak ada pilihan kecuali hari Minggu untuk ditulis sebagai one day off. Dulu, saya sedikit berontak dengan konsep itu. Bagi saya yang saat itu sedang semangat-semangatnya belajar (wah wah wah sombong nih), one day off rasanya tidak perlu. Saya ingin menjadikan hari-hari saya penuh dengan kegiatan belajar meskipun tidak seluruhnya. Misalnya, pagi olah laga hingga siang, namun sore hingga malam harus belajar, entah membaca buku, mendengar kaset, atau mengerjakan tugas-tugas yang tertunda. Saya sering menggunakan hari Minggu pagi untuk latihan soal-soal yang mungkin bisa muncul di ujian akhir. Pokoknya, saya tidak ingin menyesal di kemudian hari hanya gara-gara konsep one day off.

Tetapi, kini, ada pergeseran gaya pikir dalam diri saya. Konsep one day off mulai terngiang kembali. Ketika aktifitas harian saya begitu padat, tidak lagi hanya memikirkan diri sendiri seperti saat kursus di Bali, nampaknya keinginan untuk punya hari khusus kosong dari semua kegiatan rutin mulai terasa. Sebagai contoh, bulan ini termasuk salah satu bulan yang paling sibuk sepanjang sejarah hidup saya. Saya harus mengatur waktu kapan harus memikirkan tugas kuliah, tugas kantor, tugas keluarga, hingga tugas masyarakat. Semua menuntut saya untuk bisa dilaksanakan dengan jeli dan cermat. Dalam tugas kuliah, saya harus mempersiapkan konsep proposal yang harus dikonsultasikan dengan pembimbing. Dalam hal kerja, saya harus merencanakan sebuah pelatihan besar yang akan melibatkan banyak pihak. Selain itu, dalam keluarga, saya mempunyai tugas untuk mengurus berbagai hal terkait dengan perpindahan tempat yang akan segera saya lakukan. Pusing dan lelah sudah biasa menghampiri saya. Oleh sebab itu, saya ingin sekali menikmati satu hari yang bebas dari semua beban hidup yang memenuhi kepala saya. Ternyata saya butuh one day off. Saya ingin menikmati satu waktu untuk memikirkan diri saya sendiri. Saya ingin memanjakan diri saya sendiri selepas bekerja keras untuk orang lain.

Hari minggu kemarin benar-benar berkesan bagi saya. Sejak datang dari Malang pukul 6 pagi, saya langsung gunakan waktu untuk bercanda dengan anak-anak saya. Mereka tentu kangen karena sudah hampir dua minggu berturut-turut saya pergi meninggalkan mereka. Lalu, sehabis sarapan, saya mengajak mereka untuk sekedar jalan-jalan di sekitar perumahan. Saya beri kesempatan mereka untuk bermain dan belanja sesuai dengan keinginan mereka. Siang hari saya istirahat di rumah tanpa memikirkan pekerjaan sedikitpun. Rasanya saya juga ingin mematikan telepon seluler. Tetapi daripada dimatikan, mendingan saya gunakan untuk menelepon saudara dan keluarga jauh untuk menanya kabar. Saya tidak ingin diganggu oleh tugas-tugas hari Senin yang pasti sudah menunggu. Akhirnya, saya merasakan betapa one day off diperlukan untuk me-recharge energi yang sudah terkuras habis pada minggu lalu untuk siap menuntaskan pekerjaan minggu yang akan datang. Semoga pengalaman ini bermanfaat. Wa Allah A’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Introduction