Senin, 31 Mei 2010

GAJAH ITU

Sungguh benar, segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT di muka bumi untuk kebutuhan manusia. Sayangnya, saking tamaknya manusia, kerusakan telah terjadi di mana-mana dan nampaknya akan terus berlanjut. Selain itu, perlakukan manusia yang kasar terhadap alam juga tidak terhindarkan. Hutan ditebang, hewan liar dimusnahkan atau dikarantina, hingga pemaksaan kehendak manusia untuk selalu dilayani selalu saja dilakukan.

Kemarin saya dan keluarga jalan-jalan ke kebun binatang Mangkang Semarang. Memang, tak dipungkiri, ada perasaan senang ketika dapat menyaksikan hewan-hewan hutan dari dekat meskipun harus dihalangi dengan jeruji besi atau kaca. Juga, saya bisa menyaksikan atraksi naik gajah. Anak-anak kecil begitu bangga dapat menunggangi gajah, ibarat Tarsan yang mereka saksikan di televisi. Tetapi, ada satu perilaku pawang gajah yang memiriskan hati. Ia dengan gampangnya memukuli kepala gajah setiap memberikan istruksi. Misalnya, ia memerintahkan gajah untuk berhenti atau berjalan. Palu besi ia ketokkan di dahi gajah besar itu. Untungnya si gajah sudah paham aba-aba yang dimaksud. Dengan begitu, para mengunjung taman margasatwa itu dapat dimanjakan dengan wisata naik gajah.

Pertanyaannya, adakah sikap yang lebih lembut yang dapat dilakukan sang "sopir" gajah itu selain mengeksploitasi fisik gajah untuk ditunggangi? Memang, sang gajah diberi makan yang cukup, seperti pucuk tebu dan ubi. Tetapi, saya merasakan bahwa gajah yang semestinya merdeka di alam bebas harus menahan sakit akibat pukulan bertubi-tubi yang bisa memecahkan batok kepalanya. Saya sempat melihat sejumlah pengunjung yang merasa kasihan menyaksikan kenyataan itu. Mudah-mudahan masih ada cara yang lebih santun untuk melayani sang gajah setelah hewan itu memberikan pengorbanan maksimal untuk kepentingan manusia. Wa Allah a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Introduction