Tulisan ini mengulas tentang analisis terhadap lembaga-lembaga zakat di kota Malang. Langkah yang akan dilakukan adalah dengan mencermati ketiga institusi pengelola zakat yang dipilih, yakni Yayasan Dana Sosial al-Falah (YDSF), Lembaga Zakat Infaq dan Shodaqoh (LAZIS) Sabilillah, dan Lembaga Zakat infaq dan Shodaqoh (LAGZIS) Masjid Raden Patah Universitas Brawijaya. Pemaparan analisa disesuaikan dengan klasifikasi tahap manajemen menurut James Stoner, yakni proses perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengawasan (controlling).
A. ANALISA MANAJEMEN
1. Analisa Perencanaan
Perencanaan merupakan suatu aktifitas untuk membuat rancangan agenda kegiatan yang akan dilakukan oleh sebuah organisasi.[1] Tahapan ini mutlak diperlukan untuk menjadi acuan dalam kegiatan ke depan. Perencanaan itu bisa terkait dengan beberapa hal, antara lain terkait dengan waktu dan strategi. Perencanan model pertama, sering dibagi dalam tiga pembabakan, yaitu perencanaan jangka pendek, perencanaan jangka menengah, dan perencanaan jangka panjang. Yang dimaksud dengan perencanaan jangka pendek adalah perencanaan yang dibatasi waktunya hanya satu tahun, sedangkan perencanaan jangka menengah biasanya akan dilakukan dalam kisaran waktu antara satu sampai tiga tahun. Untuk perencanaan jangka panjang, waktu yang dibutuhkan adalah tiga sampai lima tahun.[2]
Mencermati tiga lembaga pengelola zakat di wilayah kota Malang yang menjadi tempat penelitian, baik YDSF, LAZIS maupun Lagzis, seluruhnya telah membuat perencanaan dengan baik. Mereka telah membuat rancangan agenda yang akan mereka lakukan pada rentang waktu yang mereka tentukan. Namun, model perencanaan mereka cenderung menggunakan perencanaan model jangka pendek, bukan jangka menengah atau jangka panjang. Walaupun begitu, program jangka pendek yang durasinya satu tahun tidak berarti dibuat dengan asal-asalan. Mereka tetap memperhatikan pengalaman tahun lalu dan menangkap peluang pada tahun mendatang. YDSF, misalnya, terbiasa dengan membuat perencanaan program kerja setiap tahun. Rencana yang mereka agendakan pada tahun 2007 yang lalu tidak lepas dari program kerja tahun sebelumnya tetapi dengan melakukan beberapa revisi. Adapun rencana jangka menengah atau jangka panjang biasanya mereka simpan dalam memori tiap-tiap personal yang akan dimasukkan pada program tahun selanjutnya. LAZIS Sabilillah, sebagai contoh, mempunyai angan-angan jangka panjang untuk menjadi salah satu Lembaga Amil Zakat Nasional (LAZNAS) yang mendapat surat keputusan dari Menteri Agama. Akan tetapi, keinginan tersebut tidak dituangkan dalam sebuah perencanaan khusus yang dapat diakses oleh setiap orang.
Ada hal menarik yang dilakukan oleh YDSF terkait dengan program kerja jangka pendek mereka, yakni pembuatan progress report (laporan kemajuan) setiap satu semester. Program-program yang telah diagendakan akan dievaluasi setiap enam bulan untuk dilihat perkembangan dan kemajuannya. Pada kwartal I tahun 2007 contohnya, YDSF melakukan progress report seputar kegiatan mereka, antara lain:
1. Presentasi Corporate yaitu salah satu program YDSF yang bertujuan untuk mengenalkan YDSF dan program-programnya kepada dinas pemerintahan Kodya Malang dan perusahaan-perusahaan. Kegiatan yang dilengkapi dengan membuka gerai ini dalam laporan perkembangannya telah dilaksanakan pada tanggal 22 Januari, 15 Februari, 24 maret, dan 28 April 2007.
2. Layanan Ceramah kantor yaitu ceramah yang dilakukan YDSF khusus bagi para donatur di kantor-kantor para donatur. Program kegiatan ini bertujuan untuk perawatan donatur dan menjaring donatur baru. Laporan perkembangannya, kegiatan ini telah terlaksana setiap hari Kamis sebanyak 4 kali sebulan, sejak awal tahun.
3. Layanan Kesehatan Sosial/PKG merupakan layanan kesehatan untuk dhuhafa yaitu berupa Pengobatan Gratis. PKG ini telah berhasil merealisasikan pelayanan kesehatan masyarakat miskin kota 50 orang/bulan.
4. Pengajian Rutin yakni ceramah agama yang diberikan oleh tokoh agama dan pengajian ini dilaksanakan di masjid A. Yani diikuti oleh 20-30 orang dengan pelaksanaan tanggal 11 dan 25 Feb, 11 dan 25 Mar, serta 8 dan 22 April 2007.[3]
Monitoring semacam ini ternyata efektif untuk mengetahui tingkat kemajuan dan capaian tiap rencana kegiatan. Hasil evaluasi tersebut akan menjadi acuan untuk kegiatan tengah tahun selanjutnya.
Untuk mengetahui program kerja (planning) YDSF, LAZIS, dan Lagzis, berikut ini dipaparkan program kerja jangka pendek sepanjang tahun 2007 ketiga lembaga tersebut.
Tabel 1
Program Kerja
No | Aspek | YDFS | LAZIS | Lagzis |
1 | Perbaikan administrasi | Tidak terdeteksi | 1. Administrasi Keuangan 2. Administrasi umum 3. Administrasi Keluar 4. Database untuk binaan yang mencakup anak yatim, dhuafa’, lansia, TPQ binaan dan modal usaha 5. Marketing | Tidak terdeteksi |
2 | Pelayanan Muzakki | 1. Layanan Individual Donatur 2. Layanan Mudah Berzakat 3. Layanan Pelatihan 4. Layanan Pembinaan | 1. Layanan Individual Donatur 2. Layanan Mudah Berzakat | 1. Layanan Individual Donatur 2. Layanan Mudah Berzakat |
3 | Pelayanan untuk Mustahiq | 1. Pawai Ramadhan 2. Gebyar Ramadhan 3. Pena bangsa 4. Bantuan Pendidikan | 1. santunan beasiswa kepada anak yatim dan keluarga fakir miskin 2. santunan kepada janda dhuafa/lansia, orang-orang terlantar, guru-guru TPQ, dan membantu sarana pengembangan TPQ 3. bantuan produktif bagi keluarga miskin dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia | 1. bantuan modal usaha kepada mahasiswa. 2. Beasiswa pendidikan dan penelitian untuk mahasiswa 3. bantuan kepada anak yatim piatu dan siswa berprestasi yang tidak mampu, berupa : 4. Beasiswa 5. Pembinaan agama dan akademis 6. Keterampilan dan kewirausahaan 7. Bantuan kemanusiaan pada saat terjadi bencana dan musibah 8. Bantuan pada fakir miskin (Fuqara Wal Masakin) 9. Bantuan kesehatan 10. Pembinaan agama 11. Menyiapkan SDM yang profesional dalam mengelola lembaga ZIS. |
Tabel di atas menunjukkan bahwa setiap lembaga zakat memiliki konsentrasi spesifik dalam mencanangkan program pada tahun 2007, baik untuk perbaikan administrasi, pelayanan untuk muzakki ataupun pelayanan untuk mustahiq. YDSF misalnya, memberikan perhatian penuh untuk memberdayakan muzakki ketimbang perbaikan administrasi ataupun pelayanan mustahiq. Adapun LAZIS Sabilillah membuat program khusus untuk perbaikan administrasi di samping pelayanan untuk mustahiq sedangkan Lagzis tidak mencanangkan program untuk perbaikan administrasi.
Terkait dengan perbaikan administrasi, bagi YDSF, hal ini tidak berarti perbaikan administrasi tidak penting, namun bisa dimungkinkan bahwa administrasi mereka sudah tertata secara sistematis sehingga perbaikan administrasi dianggap tidak diperlukan lagi. Kalaupun masih diperlukan, bagi mereka tidak harus dibuat program khusus tentang hal tersebut. Sementara Lagzis, nampaknya mereka tidak membuat rencana kerja dalam bidang administrasi. Alasan yang sama dengan YDSF mungkin bisa menjadi penyebabnya. Adapun untuk LAZIS, berhubung lembaga ini baru berubah nama dari Ledsos menjadi LAZIS pada tahun 2006, maka hal-hal yang terkait dengan administrasi menjadi salah satu prioritas. Administrasi keuangan, administrasi umum, dan administrasi keluar bagi LAZIS memerlukan penanganan yang serius untuk tahun 2007 demi terbangunnya system administrasi yang kokoh untuk peningkatan mutu pelayanan kepada mustahiq dan muzakki.
Dalam program pelayanan untuk muzakki, YDSF mencanangkan setidaknya empat program utama sementara LAZIS dan Lagzis membuat dua program. YDSF mempunyai tekad meraih banyak donatur namun para donatur ini juga mendapatkan manfaat secara langsung ataupun tidak langsung dari dana yang mereka amanah. Dengan demikian, donatur tidak akan merasa dieksploitasi untuk menyisihkan sebagian rezekinya namun juga menikmati manfaatnya, sebagaimana termaktub dalam slogan YDSF “Makin Terasa Manfaatnya.” Program-program layanan untuk muzakki tersebut di antaranya adalah kursus al-Qur’an. Program ini diberi nama BIJAQ yaitu bertujuan untuk membimbing membaca (Tahsin), menghafal dan memahami al-Qur`an (Tahfidz). Tetapi untuk program kursus al-Qur`an hanya diperuntukkan untuk bagi koordinator dan donatur YDSF yang masih kesulitan untuk membaca al-Qur`an. Selain itu, YDSF juga memprogramkan untuk EFT (Excellent Family Training). Apabila acara yang dilaksanakan atas permintaan instansi maka semua fasilitas ditanggung oleh instansi sebagai penyelenggara dan apabila penyelenggara tersebut adalah YDSF maka fasilitas ditanggung oleh YDSF. Sementara itu, LAZIS dan Lagzis masih menfokuskan pelayanan kepada muzakki dalam bentuk fasilitas jemput donasi ke tempat donatur masing-masing, belum nampak membuat program yang melibatkan donatur secara langsung.
Program pelayanan mustahiq hampir semua lembaga yang diteliti memberikan prioritas pada masalah ini. YDSF, misalnya, sudah membuat program yang sifatnya kolosal, seperti gebyar dan pawai ramadhan. Di samping itu, program pena bangsa yang memberikan fokus terhadap penyerahan beasiswa menjadi salah satu program unggulan YDSF. Pena bangsa merupakan program yang bantuan dana pendidikan (beasiswa) bagi anak asuh YDSF yang dalam kategori tidak mampu (biasa) dan prestasi. Bantuan beasiswa diberikan pada setiap semester dengan menyetorkan nilai akhir pada setiap semester. Begitu pula program bantuan pendidikan meliputi bantuan dalam sarana dan prasarana pendidikan dan bantuan bagi guru-guru di dearah-daerah binaan YDSF. Dengan demikian, program untuk mustahiq bagi YDSF lebih difokuskan untuk pendidikan. Untuk lebih lanjut, pembicaraan tentang pelayanan muzakki dan mustahiq akan dibahas di akhir bab ini.
2. Organisasi
Organizing adalah adalah cara yang ditempuh oleh sebuah lembaga untuk mengatur kinerja lembaga termasuk para anggotanya. Terkait dengan hasil data lapangan, ketiga lembaga ini semuanya memiliki struktur organisasi yang apik dan teratur. Struktur hubungan dengan pengelola yayasan atau masjid di mana mereka berafiliasi nampak terlihat jelas sebagaimana terpaparkan di bab IV.
Berikut ini tabel perbandingan pucuk pimpinan di tiga lembaga yang langsung berkaitan dengan aktifitas lembaga.
Tabel 2
Struktur Organisasi
No | Aspek | YDSF | LAZIS | Lagzis |
1 | Jumlah Pegawai | 8 orang | 13 orang | 4 orang |
2 | Pimpinan Tertinggi | Koordinator Cabang | Ketua | Direktur |
3 | Struktur di bawah pimpinan | 3 koordinator: Koordinator Fundrasing & Penyaluran. Koordinator Adminitrasi Keuangan, dan Koordinator Pena Bangsa. | Wakil ketua, Sekretaris, Bendahara, tiga manajer: Manajer program Pendistribusian dan Pembinaan, Manajer Marketing & pengembangan, dan Manajer Keuangan/Administasi/ Pengumpulan. | Tiga bagian: Marketing, Pendayagunaan, dan Bagian Keuangan dan Administrasi. |
Mencermati struktur organisasi, masing-masing lembaga memiliki ciri khas masing-masing. YDSF menyebut pimpinan tertingginya sebagai koordinator cabang. Hal ini wajar karena YDSF yang diteliti adalah YDSF cabang Malang, bukan YDSF Pusat yang bertempat di Surabaya. Pimpinan tertinggi YDSF tingkat nasional disebut ketua pengurus dan direksi. Sedangkan LAZIS mengambil nama Ketua sebagai pimpinannya sementara lagzis menyebut pucuk pimpinannya sebagai direktur. Apapun nama pimpinan, sebenarnya hal itu hanya sekedar simbul. Yang terpenting adalah bagaimana seorang pemimpin melaksanakan tugasnya. Ada beberapa tipe kepemimpinan yang umum dipakai dalam manajemen.
a. Gaya Demokratis, yakni model kepemimpinan yang menekankan kepada suara seluruh anggota, tanpa membedakan kedudukan, pangkat atau hirarkhi organisasi. Satu orang satu suara. Semua orang setara dalam mengungkapkan pendapatnya, tidak ada klasifikasi latar belakang pendidikan, suku atau agama. Model ini sering diterapkan dalam banyak institusi, bahkan di lembaga negara sekalipun. Pemegang kekuasaan sesungguhnya adalah rakyat. Pemimpin hanyalah penyalur aspirasi rakyat. Dengan demikian rakyat akan mencapai kemakmuran karena seluruh kepentingan dan kebutuhannya dapat dipenuhi.
b. Gaya Otoriter, yakni model kepemimpinan kebalikan dari gaya demokratis. Sementara gaya demokratis selalu mendengar aspirasi semua pihak, gaya otoriter justru meletakkan pemimpin sebagai pemegang otoritas tertinggi. Semua keputusan dan kebijakan ada di tangan pemimpin. Kebenaran menjadi monopoli pemimpin. Dengan demikian, tidak ada kata salah dalam segenap langkah yang ditetapkan pemimpin. Kritik tidak berlaku dan akan dianggap menentang pemerintahan. Model otoriter sering diidentikkan oleh kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan. Banyak negara yang menggunakan model ini akhirnya dimusuhi oleh negara-negara lain yang berbasiskan demokrasi.
c. Gaya Egaliter, yakni gaya kepemimpinan yang meletakkan otoritas komando kepada banyak pihak. Peran dan proporsi disesuaikan dengan pembagian tugas masing-masing. Pemimpin berfungsi sebagai moderator dan fasilitator yang menjamin kelancaran mekanisme organisasi. Model ini disukai anggota karena anggota tidak merasa lebih rendah dari pemimpinnya. Komunikasi akan terbangun dengan mudah dan cepat sehingga perjalanan organisasi akan maju secara signifikan.
d. Gaya Situasional, yakni gaya kepemimpinan yang beranggapan bahwa pemimpin tidak memiliki pendirian karena ia akan mengikuti situasi yang terjadi. Ia akan membuat kebijakan yang tidak konsisten dan terkesan terburu-buru. Pemimpin gaya situasional memiliki resiko tinggi dan akan membahayakan tidak hanya dirinya sendiri tapi juga orang banyak.[4]
Mencermati keempat gaya kepemimpinan di atas, tentu tiap-tiap lembaga berhak menentukan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan situasi dan kondisi serta sejarah lembaga masing-masing. Namun, ada beberapa model yang memiliki resistensi paling rendah, yakni gaya demokratis dan egaliter. Ketiga lembaga yang diteliti nampaknya juga menerapkan sistem ini. Sebagai contoh, saat koordinator YDSF mengajukan usulan program, mereka harus membuat forum khusus untuk membahas program tersebut. Hal ini tentu diharapkan akan mengurangi dampak otoriter dalam gaya kepemimpinan. Begitu pula dalam kegiatan yang dilakukan LAZIS. Meskipun ketua tidak setiap hari hadir, hal ini bukan berarti ketua tidak peduli dengan rangkaian aktifitas yang berlangsung di LAZIS. Kedua sekretaris yang aktif menggawangi lembaga sangat cermat berkonsultasi dan melaporkan setiap kegiatan pada setiap minggu dan setiap bulan. Hal ini menunjukkan terjadinya sistem pendistribusian kekuasaan secara baik sehingga tidak terjadi kemacetan dalam organisasi. Sisi lain yang juga ditunjukkan oleh Lagzis adalah meskipun pegawai yang melaksanakan tugas tidak begitu banyak dan sibuk dengan kuliah, namun distribusi kerja yang dilakukan oleh direktur cukup membuat lembaga ini tetap eksis.
Adapun sistem hubungan atasan bawahan nampaknya agak bervariasi. Setiap anggota YDSF tetap menjalin hubungan yang baik dengan atasannya. Mereka dapat melakukan koordinasi dan komuniasi setiap saat karena mereka dapat diakses setiap saat. Namun, lembaga yang komposisi organisasinya kurang utuh dalam aktifitas keseharian dimungkinkan untuk mengalami hambatan komunikasi, apalagi di saat situasi yang membutuhkan arahan atau diskusi intensif. LAZIS Sabilillah, misalnya, saat akan membuat kebijakan khusus seperti pengajuan skema baru untuk amil oleh bawahan, mereka masih masih kesulitan untuk merealisasikan karena pimpinan lembaga yang mereka geluti belum memberikan sinyal hijau bagi mereka untuk mengambil hak amil sebesar 12,5%. Sementara ini, mereka hanya menggunakan dana infaq dan sedekah untuk memenuhi kebutuhan administrasi mereka. Adapun Lagzis, staf sering berperan ganda, yakni mengambil peran aksidental di saat direktur tidak berada di tempat.
Dari struktur organisasi yang ada, lembaga zakat di kota Malang tidak terlalu membutuhkan staf yang banyak. Lembaga yang paling banyak memiliki staf adalah LAZIS, disusul oleh YDSF dan yang paling sedikit adalah Lagzis. Hal menarik dapat dicermati di sini bahwa lembaga yang besar seperti LAZIS ternyata yang benar-benar aktif dalam kegiatan keseharian hanya dua atau tiga orang. Sebaliknya petugas yang bekerja di YDSF sebanyak 8 orang namun mereka aktif semua. Inilah yang kemudian menyebabkan YDFS unggul dalam beberapa hal. Adapun lagzis yang pengurusnya hanya empat orang, itupun dikelola oleh mahasiswa maka wajar jika dalam banyak hal kurang optimal.
3. Pelaksanaan
Pelaksanaan dalam sebuah manajemen adalah aktualisasi perencanaan yang dicanangkan oleh organisasi sedangkan pengarahan adalah proses penjagaan agar pelaksanaan program kegiatan dapat berjalan sesuai dengan rencana.[5] Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap lembaga telah melaksanakan tugas dengan baik sesuai dengan program kerja (planning) yang mereka canangkan.
Tabel 3
Pelaksanaan
No | Aspek | YDSF | LAZIS | Lagzis |
| Penghimpunan | Donatur lebih banyak dari perusahaan, jumlah tidak disebutkan | Zakat Mal dan Infaq dan sedekah Terkumpul Rp. 102.477.600 | Zakat mal Rp. 23.143.000 Infaq: Rp. 20.413.550 |
| Asnaf | Fakir Miskin, fi Sabilillah, Gharim, Muallaf. | Fakir Miskin, fi Sabilillah | Fakir Miskin, fi Sabilillah |
| Jumlah Donatur | 176.631 orang | Tidak terdeteksi | Tidak Terdeteksi |
| Penyaluran | dana dakwah, dana pendidikan, bantuan masjid, yatim, kemanusian dan mustahiq zakat | Anak asuh 39 orang, santunan dhuafa’ 38 orang. TPQ 10 buah, bantuan produktif 11 orang. Lansia 2 orang | 1. Pemberikan beasiswa anak asuh, beasiswa kerja, 2. Pembinaan anak asuh 3. Musafir, sabilillah 4. Penerbitan Media dakwah 5. Pembinaan desa |
| Aksidental | Bencana Alam | Bencana Alam | Bencana Alam |
Tabel di atas menjelaskan bahwa bahwa dalam hal penghimpunan, YDSF telah berhasil mengumpulkan dana yang sangat besar dengan jumlah donatur tidak kurang dari 176.000 orang. Hal ini disebabkan oleh semangat mereka untuk menjaring donatur yang tidak dibatasi oleh kedudukan atau tugas struktural yang melekat pada diri mereka. Artinya, semua anggota pengurus YDSF wajib mengajak orang untuk menjadi donatur baik donatur tetap maupun tidak tetap. Menurut pengalaman YDSF, donatur yang mudah dijaring adalah donatur dari perusahaan-perusahaan karena kesadaran personal untuk ber-ZIS lebih tinggi. Mereka juga melakukan pendekatan dari semua lini, bawah hingga atas, anak buah hingga pimpinan. Dengan demikian, tidak mengherankan bila mereka berhasil mengumpulkan banyak dana.
Hal serupa juga dilakukan oleh LAZIS. Untuk menarik minat donatur, LAZIS menggunakan dua strategi penjaringan dana: sistem door-to-door dan sistem kolektif. Door-to-door maksudnya penjaringan donatur melalui silaturrahmi personal ke rumah-rumah atau ke ruang kerja calon donatur. Dengan sistem ini, dana yang terkumpul lebih menjanjikan dibandingkan metode kedua, sistem kolektif. Model ini merupakan metode penjaringan donatur dengan mengumpulkan mereka di suatu tempat dan memberikan penjelasan kepada mereka tentang pentingnya menjadi donatur. Hasil kerja keras mereka telah menunjukkan hasil seperti tertera dalam laporan keuangan mereka per Nopember 2007 bahwa saldo dana yang terkumpul lebih dari 100 juta.
Adapun penghimpunan dana model Lagzis melalui model penghimpunan dana donatur secara personal dari dosen, karyawan dan bahkan dari mahasiswa. Lagzis membuat program mudah bersedekah bagi mahasiswa yang disebut dengan “program infaq 1000”. Program ini memberikan peluang bagi mahasiswa untuk melatih diri menjadi donatur meskipun hanya Rp. 1000,-. Pemupukan peduli sesama dengan menyisihkan uang saku menjadi program andalan Lagzis karena dana yang terkumpul juga tidak bisa dibilang sedikit. Pada tahun 2007, dana yang dihimpun melalui jalur ini hampir mencapai nilai Rp. 4.000.000,-.
Penyaluran dana yang diperoleh oleh lembaga zakat masing-masing terlihat jelas. Sebagai contoh, Penyaluran dana Zakat Infaq YDSF biasanya digunakan untuk bantuan pembangunan masjid (biasanya bisa berupa bahan bangunan dan atau tergantung pada proposal yang diajukan), bencana alam (biasanya bisa berupa baju bekas (Aceh) bangun sekolah (Kasembon-Malang), bahan makanan, panti asuhan (tergantung proposal dan yayasan panti asuhan yang dibantu seperti al-Kaff Jabung-Pakis Malang, begitu juga untuk biaya operasional pengurus dan anggota YDSF dan biaya operasional kantor seperti: biaya telpon, dan listrik. Sedangkan penyaluran Shadaqah sama dengan Infaq.
Adapun LAZIS anak asuh yang telah dan masih mendapatkan santunan selama tahun 2006-2007 sebanyak 39 orang, sedangkan dana santunan dhuafa’ 2006-2007 sebanyak 38 orang. Adapun TPQ yang telah mendapatkan bantuan dan pengembangan berjumlah 10 lembaga sedangkan yang mendapatkan bantuan produktif bagi keluarga miskin dan meningkatkan sumber daya manusia sebanyak 11 orang. Lansia yang mendapat santuan sebanyak dua orang.
Terakhir, pelaksanaan program kerja Lagzis antara lain adalah pengumpulan zakat mal sebesar Rp. 23.143.000, infaq: sebanyak Rp. 20.413.550, fidyah, qurban, pemberikan beasiswa anak asuh, beasiswa kerja, pembinaan anak asuh, musafir, sabilillah penerbitan media dakwah, pembinaan desa, dan bantuan bencana.
4. Pengawasan
Pengawasan merupakan proses untuk menganjurkan aktifitas positif dan mencegah perbuatan yang menyalahi aturan atau dalam bahasa agama biasa disebut dengan amar ma’ruf nahi munkar. Pengawasan berfungsi sebagai pengawal agar tujuan dalam organisasi dapat tercapai. Konsep pengawasan yang paling efektif, menurut Eri Sudewo, adalah pengawasan yang dilakukan oleh individu sendiri (pengawasan melekat atau pengawasan malaikat). Dengan kesadaran itu, penyimpangan akan mudah diminimalisasi. Namun, jika pengawasan individu tidak berjalan, maka perlu diadakan pengawasan eksternal yang melibatkan orang lain atau bahkan lembaga independen.
Pengawasan lembaga zakat masing-masing memiliki sistem yang berbeda. Hasil penelitian dapat menunjukkan sebagai berikut.
Tabel 4
Pengawasan
No | Aspek | YDSF | LAZIS | Lagzis |
1 | Sistem | 1. Amanah/individual 2. Tim Audit internal dan Tim Audit Eksternal 3. Majalah | 1. Koordinasi mingguan pengurus harian 2. Koordinasi bulanan dengan dewan pengawas dan dewan pertimbangan 3. Buletin | 1. Laporan staf ke direktur 2. Laporan tahunan 3. Buletin |
2 | Media Massa | Majalah al-Falah | Buletin LAZIS | Buletin lagzis |
3 | Tim Pengawas | SPI (Satuan pengawasan Internal) Tim Independen | Bidang sosial keagamaan Yayasan | Dewan Pengawas |
Tabel di atas menjelaskan bahwa sistem yang dibangun oleh YDSF sesuai dengan pikiran yang dituangkan oleh Eri Sudewo, yakni sistem amanah atau pengawasan melekat. Pengawasan yang mengandalkan kapasitas pribadi yang jujur dan amanah akan membuat sistem pengawasan lebih efektif dan efesien. Lembaga tidak perlu lagi membutuhkan petugas pengawas yang setiap saat akan menanyakan kinerja yang dicapai. Dengan sikap amanah yang dimiliki setiap individu yang terlibat dalam pengelolaan zakat, produktifitas dan tingkat realibilitas lembaga secara otomatis akan meningkat.
Mengingat lembaga zakat membutuhkan kepercayaan publik, audit internal dan eksternal kadang menjadi suatu kebutuhan. Audit internal akan melibatkan orang-orang yang diberi tanggung jawab untuk mengawasi jalannya lembaga sedangkan audit eksternal akan mengundang pihak luar untuk mengawasi lembaga tersebut. Dari hasil penelitian, ketiga lembaga yang diteliti semuanya melakukan audit internal. YDSF membuat tim audit internal yang disebut dengan Satuan Pengawasan Internal (SPI), LAZIS dimonitor oleh Dewan pengawas dari bidang sosial keagamaan yayasan, sedangkan lagzis diawasi oleh dewan pengawas. Satuan Pengawasan Internal (SPI) yakni mereka adalah para pengurus YDSF (perintis YDSF) sedangkan dewan pengawas LAZIS terdiri dari tiga orang yang terpilih, yakni Yudianto, S.E., Dra. Siti Munfaqiroh, M.M., dan H.M. Su’eb Said yang akan meminta laporan pengurus LAZIS setiap bulannya. Adapun pengawasan untuk Lagzis dilakukan oleh para pendiri lagzis yang pelaksanaannya setiap tahun saat rapat akhir tahun.
Model pengawasan internal yang dilakukan oleh ketiga lembaga di atas memiliki logika yang khas. YDSF dan LAZIS melakukan pengawasan audit internal setiap bulannya dengan logika bahwa pengawasan dengan periode bulanan cukup menjadi salah satu piranti pencegah terjadinya kesalahan atau kekeliruan dalam pengelolaan dana. Para pengawas juga nampak bersemangat untuk mengemban amanat tersebut. Bahkan untuk LAZIS, pengawasan internal mingguan juga dilakukan namun dengan komposisi personel yang berbeda, yakni pengawasan oleh sesama pengurus harian. Sementara itu, Lagzis melalukan pengawasan hanya satu tahun sekali melalui forum laporan akhir tahun disebabkan oleh personel yang dimiliki masih terbatas. Pengawasnya pun hanya satu orang, yakni Prof. Dr. Ir. Sahri Muhammad, sang perintis Lagzis yang memiliki banyak kesibukan. Alhasil, pengawasan sekali setahun ini dimanfaatkan penuh untuk mencermati pengelolaan dana secara maraton.
Adapun lembaga yang menyelenggarakan audit eksternal adalah YDSF, dengan sebutan Tim Independen. Hal ini bisa jadi karena YDSF telah memiliki reputasi nasional sehingga tingkat pengawasannya lebih komprehensif, di samping semangat kerja yang telah dicanangkan adalah pribadi individual yang amanah. Pengawasan tim audit independen dilakukan setiap tahun. Tim ini bertugas untuk menilai kinerja dan seluruh laporan YDSF.
Di pihak lain, LAZIS dan lagzis belum terlalu membutuhkan audit eksternal. Hal ini dapat dimungkin karena belum besarnya dana yang dikelola. Sementara ini, audit internal telah berjalan baik dan temuan-temuan yang non-prosedural belum ditemukan. Ke depan, tentunya, demi pencitraan yang positif terhadap lembaga zakat, audit eksternal akan menjadi suatu keniscayaan. Dengan demikian, dana yang diterima dari para donatur akan tersalurkan dengan baik dan sempurna.
Laporan keuangan yang dikelola tiga lembaga zakat yang diteliti telah dipublikasikan oleh media massa yang mereka terbitkan. YDSF melaporkan penggunaan dana melalui majalah al-Falah dengan halaman khusus yang bernama Brankas. Di kolom tersebut, laporan penggunaan dana untuk bantuan berbagai bidang sasaran dibeberkan secara gamblang. Misalnya, pada edisi 238 bulan Januari 2008, dana yang telah disalurkan YDSF per 30 Nopember 2007 adalah sebesar Rp. 1,37 milyar dalam enam pos utama, yakni dakwah, pendidikan, masjid, yatim, kemanusiaan, dan mustahiq zakat. Para donatur, baik tetap maupun tidak tetap, akan diberi majalah baik secara langsung atau melalui via pos. Dengan begitu, kepercayaan donatur terhadap citra YDSF tetap dapat terjaga dengan baik.
Sementara itu, LAZIS menyampaikan laporan keuangannya, baik penerimaan maupun penyalurannya melalui buletin LAZIS. Pada edisi 040 bulan November 2007, penerimaan bulan Oktober tercatat Rp. 41.110.500,- dan pemanfaatan khusus bulan Oktober sebesar Rp. 8.491.000,- sehingga dana yang masih tersisa hingga akhir bulan tersebut adalah Rp. 102.477.600,-. Pos pemanfaatan tercatat sebelas poin sedangkan untuk biaya operasional tertulis tujuh poin. Kesemuanya itu ditulis dengan jelas untuk memudahkan pembaca mencermati laporan penerimaan dana donatur sekaligus penyalurannya.
Adapun Lagzis, media untuk transparansi dananya adalah buletin dakwah Lagzis. Sebagai contoh, edisi no. 23/Th.VI/November 2007 memaparkan laporan keuangan Bulan Juli-Oktober 2007. Pada periode triwulan laporan keuangan tersebut, dana penerimaan ZIS adalah Rp. 33.844.650,- sedangkan pemanfaatannya adalah Rp. 21.593.050,- dengan rincian yang jelas dalam tiga sub pengeluaran, yakni zakat, infaq dan khusus.
Dari paparan di atas, inti dari manajemen masing-masing lembaga pengelola zakat dapat disimpulkan secara singkat dalam tabel berikut:
Tabel 5
Perbandingan Unsur Manajemen
No | Aspek Manajemen | YDSF | LAZIS | Lagzis |
1 | Perencanaan | Banyak program untuk Muzakki | Banyak program untuk mustahiq | Banyak program untuk mustahiq |
2 | Organisasi | Staf sedikit dan bekerja semua | Staf banyak Kurang maksimal | Staf sedikit kurang maksimal |
3 | Pelaksanaan | Dana terkumpul sangat banyak dan tersalurkan dengan baik, nama donatur tidak diekspos | Dana terkumpul cukup banyak dan tersalurkan dengan baik, nama donatur diekspos | Dana terkumpul cukup banyak dan tersalurkan dengan baik, nama donatur diekspos |
4 | Pengawasan | Audit internal dan eksternal | Audit internal | Audit internal |
Dengan demikian, lembaga pengelola zakat di kota Malang pada dasarnya telah melaksanakan unsur-unsur manajemen dengan baik. Perbedaannya adalah hanya pada tingkat optimalitas implementasinya. Ada yang sudah menjalankan manajemen dengan maksimal ada pula yang masih merancang untuk maksimal, dan ada pula yang mengalami hambatan untuk menjadi maksimal karena alasan teknis dan non-teknis. Walaupun begitu, semangat untuk menjadi pengelola zakat yang profesional dan terpercaya tetap menjadi impian dan harapan yang terus-menerus didengungkan oleh setiap insan yang telah mendeklarasikan dirinya sebagai amil.
Ada sebuah pertanyaan menarik tentang faktor penentu sukses tidaknya suatu lembaga/manajemen, apakah banyak uang, atau konsentrasi penuh, atau staf yang banyak. Setidaknya dari penelitian ini dapat dicermati bahwa persoalan belum maksimalnya suatu manajemen ditopang oleh semua unsur di atas. Namun bila diurutkan, nampaknya yang paling menentukan adalah konsentrasi lembaga. Sebanyak apapun orang yang mengurus dan seberapa besarpun gaji yang diperoleh, kalau orang-orangnya tidak mampu konsentrasi penuh, menggeluti dengan hati profesi amil maka sulit sekali diwujudkan suatu lembaga yang benar-benar sukses kualitas dan kuantitasnya. Baru kemudian unsur gaji. Hal ini tentu berpengaruh terhadap kinerja dan bahkan konsentrasi. Meski tidak seluruh pekerja menjadikan gaji sebagai standar, namun tidak bisa dipungkiri bahwa pendapatan yang cukup untuk keluarga akan menjadikan seseorang semangat untuk berkreasi sehingga banyak hal yang bisa diwujudkan. Urutan terakhir adalah jumlah staf. Staf yang gemuk tentu tidak menjamin kinerja baik. Banyak orang justru akan berebut malas. Namun bila kurang orang, tentu pekerjaan yang membutuhkan tenaga tidak dapat direaliasasikan. Jelas tidak mungkin satu orang memikul beban pekerjaan yang harusnya dilakukan.
B. Sistem Pelayanan Muzakki dan Mustahiq
Mencermati unsur-unsur manajemen yang telah dijabarkan sebelumnya, pada dasarnya sudah terlihat beberapa bentuk implementasi manajemen pengelolaan zakat pada sistem pelayanan terhadap muzakki dan mustahiq, khususnya dalam tahap perencanaan dan pelaksanaan. Tiap-tiap lembaga yang diteliti telah membuat program penjaringan dana sekaligus skema pendistribusiannya. Program penjaringan tentu terkait erat dengan muzakki atau donatur sedangkan program pendistribusian lebih akrab dengan mustahiq.
Tabel 6
Pelayanan Khusus Muzakki dan Mustahiq
No | Program | YDFS | LAZIS | LAGZIS |
1 | Pelayanan Muzakki | 1. Layanan Individual Donatur - Layanan jemput donasi - Gerai zakat di plaza dan mall - Transfer via bank 2. Layanan Mudah Berzakat - Konsultasi Zakat - SMS Zakat - Majalah al-Falah - Info Tazkiah - Info Tasyakur - Teropong Donatur - Layanan Mobil Jenazah - SMS CINTA (Curahan Informasi dan Tausiah) - Souvenir dan Merchandise untuk Good Donor 3. Layanan Pelatihan - EFT (Excellent Family Training for Community) – Pelatihan Keluarga Sakinah - NCP (Nanda Cerdas Peduli) - CCP (Comfort Collectivity Productivity) – Pelatihan Pengembangan diri dan Organisasi Islami - Zakat Management Workshop 4. Layanan Pembinaan - KAFFAH (Kajian Aktual al-Falah) - WIDAS (Wisata Dakwah Sosial) - Silaturahmi dan Halal bi Halal | 1. Layanan Individual Donatur - Layanan jemput donasi - Transfer via bank/ATM 2. Layanan Mudah Berzakat - Konsultasi Zakat - Buletin LAZIS - Kolom program Amanah - Kalam tafakkur - Laporan Keuangan | 1. Layanan Individual Donatur - Layanan jemput donasi - Transfer via bank 2. Layanan Mudah Berzakat - Konsultasi Zakat - Amal Rp 1000 utk Mahasiswa - Buletin Lagzis - Kajian Utama - Tanya Jawab Zakat - Laporan Keuangan dan kegiatan |
2 | Pelayanan untuk Mustahiq | 1. Pawai Ramadhan 2. Gebyar Ramadhan 3. Pena bangsa 4. Bantuan Pendidikan | 1. santunan beasiswa kepada anak yatim dan keluarga fakir miskin 2. memberikan santunan kepada janda dhuafa/lansia, orang-orang terlantar, guru-guru TPQ, dan membantu sarana pengembangan TPQ 3. memberikan bantuan produktif bagi keluarga miskin dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia | 1. Memberikan bantuan modal usaha kepada mahasiswa. 2. Beasiswa pendidikan dan penelitian untuk mahasiswa 3. Memberi bantuan kepada anak yatim piatu dan siswa berprestasi yang tidak mampu, berupa : 4. Beasiswa 5. Pembinaan agama dan akademis 6. Keterampilan dan kewirausahaan 7. Bantuan kemanusiaan pada saat terjadi bencana dan musibah 8. Bantuan pada fakir miskin (Fuqara Wal Masakin) 9. Bantuan kesehatan 10. Pembinaan agama 11. Menyiapkan SDM yang profesional dalam mengelola lembaga ZIS. |
Tabel di atas menjelaskan tentang program (planning) yang telah digagas oleh ketiga lembaga zakat di kota Malang. Program-program tersebut dibagi menjadi program khusus muzakki (donatur) dan program khusus mustahiq. Dalam program pelayanan untuk muzakki, YDSF mencanangkan banyak program seperti layanan jemput zakat/donasi, Program KAFFAH telah terealisasi dengan jumlah peserta ± 300 peserta. Program ini dilaksanakan 1 tahun sekali. Pada tanggal 11 Oktober 2007 program KAFFAH telah dilaksanakan di Aula VEDC dengan tema Membangun Keluarga yang Qur`ani Menuju Keluarga Bahagia. Dalam acara ini juga diselenggarakan penobatan lima koordinator donatur penerima award YDSF. Ada pula program Konsultasi Agama yang dilaksanakan melalui media radio dan koran. Konsultasi ini pada dasarnya diperuntukkan bagi donatur tetapi seiring dengan berkembangnya permasalahan di masyarakat maka konsultasi juga diperuntukkan bagi non donatur YDSF dan dengan harapan dapat mensosialisasikan YDSF di kalangan masyarakat luas. Layanan konsultasi agama meliputi Keluarga, Aqidah, Fiqih, Zakat, Infaq, Shadaqah dan Wakaf. Walaupun begitu, apabila terdapat donatur yang ingin konsultasi dengan konsultan agama YDSF maka konsultasi dapat dilakukan di kantor YDSF.
Program lain yang dikhususkan bagi donatur atau muzakki adalah program kursus al-Qur’an yang bertujuan untuk membimbing membaca, menghafal dan memahami al-Qur`an. Program ini dibuat khusus untuk bagi koordinator dan donatur YDSF yang masih kesulitan untuk membaca al-Qur`an. Selain itu, YDSF juga memprogramkan untuk EFT (Excellent Family Training), sebagaimana dijelaskan oleh Jumiati, bahwa realisasi program EFT yang diselenggarakan YDSF Cabang Malang adalah 1 tahun sekali dalam acara skala besar, yaitu pada tahun 2007 EFT dilaksanakan secara kolosan, diikuti oleh ± 200 peserta. Dan pada tahun 2007 juga telah dilaksanakan secara tidak kolosal yakni atas permintaan instansi (donatur)/ donatur seperti RSI Malang. Apabila acara yang dilaksanakan atas permintaan instansi maka semua fasilitas ditanggung oleh instansi sebagai penyelenggara dan apabila penyelenggara tersebut adalah YDSF maka fasilitas ditanggung oleh YDSF.
Sementara itu, LAZIS dan Lagzis masih menfokuskan pelayanan kepada muzakki dalam bentuk fasilitas jemput donasi ke tempat donatur masing-masing, belum nampak membuat program yang melibatkan donatur secara langsung. Kedua lembaga ini juga memberikan kemudahan berzakat melalui transfer dnan melalui bank.
Untuk meyakinkan bahwa dana yang lembaga zakat terima termanfaatkan dengan baik, setiap lembaga zakat yang diteliti menerbitkan majalah atau buletin. YDSF menerbitkan majalah bulanan yang bernama al-Falah. Majalah yang tebalnya 42 halaman memuat 29 rubrik, di antaranya adalah ruang utama (ulasan lengkap tentang tema majalah bulan yang bersangkutan seperti edisi 238 bulan Januari 2008 yang memuat tema Membangun Bisnis yang Halal dan Berkah”), Teropong Donatur (yang menceritakan sekilas tentang profil donatur), Ragam YDSF yang memuat foto dan berita kegiatan terakhir, dan Brankas (daftar realisasi bantuan).
LAZIS Sabilillah menerbitkan bulletin LAZIS yang berisi tentang ulasan utama (artikel popular), kolom tafakkur, kolom program amanah (laporan kegiatan/program kerja LAZIS), profil muzakki, dan Laporan penerimaan dan pemanfaatan dana. Adapun Lagzis menerbitkan Buletin Lagzis yang berisi rubrik kajian utama (topik aktual), tanya jawab zakat, dan laporan keuangan Lagzis yang berisi laporan penerimaan dan pemanfaatan.
Bila laporan keuangan lebih dicermati, semuanya mencantumkan laporan pemanfatan sebagai bentuk tanggung jawab distribusi dana yang telah diterima. Namun, tentang laporan penerimaan, LAZIS dan lagzis mencantumkan sedangkan YDSF tidak mencantumkan. Padahal tranparansi donatur juga diperlukan untuk pengecekan dana masuk dan nama-nama donatur yang bias jadi tidak imbang antara pemasukan dan pengeluaran. Setelah dikonfirmasi, YDSF mempunyai alasan tersendiri bahwa nama donatur tidak perlu diekspos di majalah untuk menjaga privasi donatur karena dikhawatirkan akan timbul sifat riya’ atau sombong. Akan tetapi, bila ada donatur yang ingin mengecek nama dan dana yang dikirim bisa langsung menghubung pihak YDSF dan langsung akan dipaparkan secara jelas dan gamblang, termasuk bagi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap informasi tersebut.
Program pelayanan mustahiq hampir semua lembaga yang diteliti memberikan prioritas pada masalah ini. YDSF, misalnya, sudah membuat program yang sifatnya kolosal, seperti gebyar dan pawai ramadhan. Di samping itu, program pena bangsa yang memberikan fokus terhadap penyerahan beasiswa menjadi salah satu program unggulan YDSF. Pena bangsa merupakan program yang bantuan dana pendidikan (beasiswa) bagi anak asuh YDSF yang dalam kategori tidak mampu (biasa) dan prestasi. Bantuan beasiswa diberikan pada setiap semester dengan menyetorkan nilai akhir pada setiap semester. Pada dasarnya, beasiswa bagi anak asuh berbeda tingkatannya yaitu apabila anak asuh biasa maka dana yang diterima adalah SD. Rp 20.000,- SLTP. Rp. 25.000,- SLTA. Rp. 35.000,- dan S1. Rp. 100.000,- dan bagi anak asuh yang berprestasi adalah SD. Rp 35.000,- SLTP. Rp. 70.000,- SLTA. Rp. 80.000,- dan S1. Rp. 100.000,- s/d 200.000,-. Pada saat ini beasiswa telah diberikan kepada 24839 siswa SD, 8932 SLTP dan 3278 SLTA dengan 4175 orang tua asuh. Begitu pula program bantuan pendidikan meliputi bantuan dalam sarana dan prasarana pendidikan dan bantuan bagi guru-guru di dearah-daerah binaan YDSF. Dengan demikian, program untuk mustahiq bagi YDSF lebih difokuskan untuk pendidikan.
Adapun program LAZIS untuk mustahiq antara lain santunan anak asuh selama tahun 2006-2007 sebanyak 39 orang dan dana santunan dhuafa’ sebanyak 38 orang. Program pengembangan pendidikan juga dicanangkan LAZIS dengan memberikan suntikan dana untuk TPQ yang berjumlah 10 lembaga. Bantuan produktif bagi keluarga miskin dan peningkatan sumber daya manusia telah dilaksanakan LAZIS dengan memberikan bantuan kepada 11 orang. Dengan melihat data tersebut, nampak jelas bahwa LAZIS memiliki kepedulian yang tinggi terhadap mustahiq yang dikhususkan untuk beasiswa, dhuafa, dan pendidikan.
Lagzis juga giat melakukan kegaitan yang mengarah kepada pelayanan terhadap mustahiq. Beberapa program kerja Lagzis antara lain pengumpulan zakat mal, fitrah, infaq, fidyah, qurban, pemberikan beasiswa anak asuh, beasiswa kerja, pembinaan anak asuh, musafir, sabilillah, penerbitan media dakwah, pembinaan desa, dan bantuan bencana. Program-program tersebut tentu mengarah kepada pemberdayaan ekonomi masyarakat lemah baik bersifat konsumitf ataupun produktif.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa YDSF, LAZIS, dan Lagzis telah melaksanakan berbagai program pelayanan baik yang dikhususkan untuk muzakki maupun mustahiq. Hanya saja, tingkat intensitas dan kualitas ketiga lembaga tersebut berbeda tergantung berbagai faktor, antara lain latar belakang sejarah, model dan pelaksanaan manajemen serta personel yang menjadi pilar penopangnya. Dengan demikian, ketiga lembaga tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing yang dapat dipelajari secara seksama guna membentuk format manajemen pengelolaan zakat yang ideal, komprehensif, dan profesional.
[1]Eri Sudewo, Manajemen Zakat, (Jakarta: Institut Manajemen Zakat, 2004), 92.
[2] Ibid.
[3] Diolah dari progress report Kwartal I (Jan-April 2007) TDSF Cabang Malang
[4] Lihat Sudirman, Zakat dalam Pusaran Arus Modernitas, (Malang: UIN Malang Press, 2007), h. 89-91.
[5] Hal ini senada dengan apa yang dipikirkan oleh Karebet Widjajakusuma dan Ismail Yusanto, op.cit, 165-174.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar