Selasa, 21 September 2010

API DARAH MUDA

"Darah muda, darah yang berapi-api" demikian cuplikan syair lagu karya penyanyi legendaris, Rhoma Irama. Kalimat itu menandakan semangat yang dimiliki kaum muda dalam hidupnya. Ketika manusia masih kanak-kanak, ia lebih banyak menggunakan waktunya untuk bermain dan bermanja. Ketika ia beranjak remaja, ia mulai menyadari bahwa ia hidup dalam masyarakat yang kompleks dengan persaingan yang ketat. Tanpa usaha besar, ia tidak akan mampu menguasai dunia. Ia segera mengerti bahwa tubuhnya kian kuat dan sempurna. Ia siap memasuki dunia baru, dunia orang dewasa yang akan bertarung sendiri untuk mepertahankan hidup dan keyakinannya. Ia tahu akan arti tanggung jawab dan bekerja keras. Dari ayahnya ia mengenal arti kepemimpinan dan ketegasan. Dari ibunya ia belajar makna kasih sayang dan kelembutan. Ia kini menjadi manusia baru, sang penerus generasi masa depan.

Di pundak kaum muda terpanggung harapan besar. Dengan darahnya yang berapi-api dan semangat yang menggelegar, kaum muda menjadi tumpuan nasib bangsa. Generasi tua satu persatu permisi. Mereka sudah selesai menunaikan tugasnya dan kini berpindah ke kaum muda. Sungguh, menjadi generasi muda merupakan masa paling sulit karena mereka diminta untuk mengukir prestasi sejarah baru dalam kehidupan. Padahal, mereka bisa dibilang anak baru kemarin sore sehingga cara berpikir dan bertindak bisa jadi jauh dari kata dewasa. Namun, lambat laun, dengan perubahan wantu yang sedemikian cepat dan kerja keras yang tak kenal henti, mereka akan segera mampu menjadi pilar penyangga kehidupan masyarakat. Mereka akan terus berinovasi dan berkreasi menciptakan karya-karya besar yang bisa menyaingi pendahulunya. Generasi semacam inilah model generasi yang patut dibanggakan.

Tetapi, semudah itukah mereka berhasil diwujudkan? Ternyata tidak. Model pendidikan yang seimbang, dari pendidikan berbasis dunia dan akhirat harus dipadupadankan. Di sini tanggung jawab orang tua dan para pendidik menjadi mutlak adanya. Potensi api dalam darah kaum muda memiliki dua kemungkinan yang saling bertolak belakang. Ia bisa memberikan kilauan cahaya prestasi di saat dimanfaatkan secara benar tetapi juga bisa menjadi jilatan bara yang menghanguskan.

Untuk itu, selagi masih muda, sepatutnyalah kita memaksimalkan potensi diri agar kelak kita tidak menyesal di hari tua. Masa tua adalah masa penerimaan rapor. Ketika di saat muda kita mampu memanfaatkan segenap tenaga untuk kebaikan, di saat tua kita tinggal menikmati hasilnya. Namun bila di waktu muda kita gunakan untuk bersantai dan hura-hura, nampaknya kita akan menangisi nasib kita tatkala seluruh tenaga sudah tiada tanpa sisa. Wa Allah a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Introduction