Setelah lama tidak melakukan perjalanan jauh, kemarin, saya menyempatkan diri untuk rihlah ilmiyah ke Chicago. Tujuan utama saya adalah ingin mengunjungi beberapa lembaga filantropi yang berada di kota terbesar ketiga Amerika itu. Saya juga ingin melihat dari dekat kampus University of Chicago yang telah melahirkan banyak pakar terkenal Indonesia, antara lain Cak Nur, Amin Rais,dan Syafi'i Maarif. Di kampus itu, saat ini salah satu kawan Indonesia sedang menuntut ilmu, Mas Mun'im. Dialah yang menjemput saya di terminal 95 Chicago setelah tujuh jam perjalanan dari Iowa.
Sejak meninggalkan Iowa, saya selalu berusaha menikmati segenap pemandangan yang terpampang di sepanjang jalan. Iowa City termasuk kota kecil yang jika sudah keluar dari downtownnya, kira-kira 20 menit, kita akan dihadapkan pada panorama alami yang terdiri dari hutan-hutan kecil dan lautan sawah jagung. Hutan-hutan itu saat ini mulai berubah warna. Daun-daun yang tadinya hijau ranau, kini menjadi kuning dan kemerahan. Untuk yang satu ini, saya selalu takjub akan kebesaran Tuhan. Alam ini harus tunduk kepada aturan-Nya. Warna hijau itu berganti kuning, kemudian merah lalu coklat dan berjatuhan. Ini pertanda bahwa musim gugur sudah tiba dan akan diikuti oleh musim salju yang dingin. Hawa sejuk yang dibawa angin musim Fall memberikan sinyal kepada pepohonan untuk segera menanggalkan serpihan 'baju' hijaunya agar tetap bisa bertahan hidup tatkala es menyelimutinya. Kelak pepohonan itu akan menjadi kerangka berupa ranting dan dahan hingga tiba musim semi. Subhanallah...
Panorama lain adalah sawah jagung yang luasnya sejauh mata memandang. Jumlahnya bukan satu atau dua petak, tetapi puluhan atau bahkan ratusan hektar. Saya tidak bisa membayangkan jika hal itu terjadi di Indonesia. Jelas, untuk proses menanam saja butuh ribuan tenaga untuk menyelesaikannya. Juga, di saat panen, jumlah manusia yang diperlukan untuk menuai jagung dari pohonnya jelas lebih besar. Tetapi anehnya, di sini tidak ada orang yang berprofesi sebagai petani tradisional yang kerjanya musiman. Kata kawan saya, para petani ini telah menggunakan teknologi canggih sehingga tidak perlu bantuan tenaga manusia yang berlimpah. Mereka cukup menggunakan mesin penanam hingga mesin perontok jagung. Barangkali untuk menyelesaikan semua tugas itu tak lebih dari satu atau dua orang yang mengerjakan di setiap hektarnya. Jagung-jagung yang sudah tua akan dipanen dengan menggunakan mesin yang bisa mengambil langsung tongkol jagung dari pohonnya. Luar biasa bukan? Berapa banyak tenaga yang bisa dihemat dari adanya mesin ini.
Sesampai di Chicago, saya segera menghubungi Mas Mun'im. Kawan satu ini adalah mahasiswa S3 di Divinity School, University of Chicago. Ia mendapatkan beasiswa penuh dari kampus bergengsi itu. Bahkan ia mampu memberikan prestasi membanggakan bagi kampusnya. Ia beberapa kali masuk dalam penulis jurnal-jurnal ilmiah yang hanya bisa dimasuki oleh para profesor jenius. Dosen-dosennya sering geleng-geleng kepala atas kemampuannya menembus tembok raksasa tim editor. Atas prestasinya itu, ia mendapat fasilitas lebih dalam pendidikannya, termasuk kesempatan untuk ujian lebih awal dan lulus lebih dulu. Saya jelas tak dapat menyembunyikan rasa kagum kepada calon pemimpin masa depan ini.
Tadi malam saya menginap di rumah mas Mun'im. Di rumah itu, ia tinggal bersama dengan istrinya, Mbak Nung dan anak semata wayang mereka, Kemal. Mbak Nung mengisi waktu luangnya dengan berkerja di Dunkin Donut. Kemal rupanya memperoleh warisan kecerdasan dari orang tuanya. Ia mendapat prestasi juara satu berturut-turut setiap tahun sehingga berhak mendapat piala dan piagam yang ditandatangani presiden Obama. Bangga sekali saya bisa menikmati hari bersama keluarga sukses ini. Semoga, pengalaman ini dapat memacu kita untuk bekerja lebih serius agar mampu menorehkan prestasi untuk masa depan kita. Dengan begitu, semboyan manusia terbaik adalah manusia yang paling banyak memberikan manfaat kepada orang lain dapat kita raih. Wa Allah a'lam.
wah,enak banget tadz bisa jalan2 ke cicago,kita hanya bisa membayangkanya saja lho,oh iya salam buat mas mun'in ya dan tolong tanyain resepnya agar anak bisa juara terus tadz
BalasHapusAda caranya ternyata Mas...
BalasHapusSalah satunya, mas Mun'im selalu mengajaknya ke perpustakaan untuk meminjam buku. Satu minggu bisa 10 buku yang Kemal baca. Setiap selesai membaca, mas Mun'im selalu menanyakan isi buku itu. Cara ini ternyata jitu untuk membangun ingatan anak dan minat anak terhadap buku.