Sabtu, 11 September 2010

LATIHAN MENJADI LEBIH BAIK


Puasa ibarat masa latihan untuk menjadi manusia yang lebih baik. Dalam bahasa al-Qur'an biasa disebut sebagai orang yang bertaqwa. Berbagai ujian selama tiga puluh hari setidaknya memberikan inspirasi positif kepada kita agar kita mampu menjalani bulan-bulan berikutnya dengan akhlak yang mulia.

Akhlak memang merupakan tujuan utama diutusnya Nabi Muhammad ke muka bumi ini. Ralullah saw ini bertugas untuk menyempurnakan agama sekaligus akhlak manusia. Sebagai penyempurna agama, Islam mengemban amanat untuk me'remaja'kan agama samawi yang sudah diputarbalikkan ajarannya, yakni agama Yahudi dan Nasrani. Ritualitas Islam bukan sama sekali baru, melainkan mengadopsi sebagian dari ajaran para nabi sebelumnya seperti puasa dan haji. Begitu pula, Islam datang ditujukan untuk memberikan contoh prilaku terbaik yang bisa dilakukan manusia agar status "makhluk paling mulia dan paling indah" masih tetap bisa dipertahankannya, yakni dengan hiasan akhlak mulia. Untuk itu, Allah mengutus nabi Muhammad untuk menjadi teladan dalam bertindak tanduk di kehidupan ini.

Salah satu akhlak mulia yang bisa kita jadikan pijakan untuk berbenah diri adalah menjaga lisan dan tangan kita agar tidak menyakiti orang lain. Rasulullah pernah bersabda, "Seorang muslim sejati adalah seseorang yang dapat menjaga lisan dan tangannya agar tidak mengakiti orang lain." Saat puasa, kita dianjurkan untuk tidak berkata bohong dan selalu membantu orang lain. Lidah memang tipis dan ringan, namun jika sekali salah kata, perihnya hunjaman kata itu bisa lebih perih dan menyakitkan ketimbang mata sebilah pedang. Jika kita menipu atau menciderai hati orang lain, niscaya status puasa kita di ujung tanduk atau bahkan bisa batal total. Kebiasaan baik untuk selalu menjaga lisan seharusnya diteruskan untuk bulan-bulan berikutnya karena dianggap sudah menjadi salah satu watak barunya yang kian mulia.

Hadis di atas juga mengajari kita untuk menggunakan kemampuan kita untuk selalu dalam jalur kebajikan. Bgai kita yang kebetulan diberi amanah berupa kekuasaan, baik menjadi ketua RT, lurah atau bahkan presiden, kekuatan dan wewenang kita seharusnya dimanfaatkan untuk menyejahterakan masyarakat luas, bukan untuk memperkaya diri sendiri. Dengan puasa, kita bisa merasakan betapa nelangsanya hati ketika perut lapar. Empati kepada penderitaan orang lain akan menumbuhkan kesadaran agar kita selalu terdorong untuk berbuat terbaik untuk lingkungan kita. Bukan malah sebaliknya, kita bersenang-senang di atas luka derita orang lain.

Akhirnya, dengan berakhirnya ramadhan, hendaklah kita hiasi hidup kita dengan akhlak mulia sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah saw. Barangkali kita tidak harus muluk-muluk dalam mengaplikasi akhlak terpuji itu. Kita bisa memulai dari hal-hal yang kecil semisal murah senyum dan ringan tangan. Dengan demikian, kita sudah bisa terhindar dari sikap mencacimaki orang lain, berperilaku korupsi, atau menyalahgunakan wewenang kita. Semoga training Tuhan yang diselenggarakan pada bulan suci ramadhan tahun ini benar-benar bisa melebur seluruh dosa dan kesalahan kita sekaligus mengubah prilaku buruk kita menjadi akhlak yang mulia. Alangkah indahnya hidup ini jika setiap hari kita bisa memberikan kebahagiaan kepada orang lain. Wa Allah a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Introduction