Saya begitu terkesima dengan ucapan rektor saat saya berkunjung ke ruang kerjanya beberapa waktu lalu. Sambil melaporkan perkembangan lembaga zakat dan wakaf tempat saya mengabdi, saya mendapatkan berbagai wejangan terkait dengan banyak hal, antara lain tentang ukuran kesuksesan. Betul, setiap orang ingin mencapai harapannya yang itu kemudian dianggap sukses. Namun, menurut beliau, ukuran sukses setiap orang pasti berbeda. Hal itu tergantung pada profesi atau pekerjaan yang sedang digeluti.
Seorang petani misalnya, akan dianggap sukses karena hasil tanamannya melimpah melebihi target. Begitu pula seorang pedagang, ia dinilai sukses tatkala dagangannya laku keras dan meraih laba yang banyak. Sopir bus yang sukses adalah sopir yang mampu mengemudikan kendaraannya dengan tepat, tangkas, dan selamat. Penumpangnya berjumlah banyak dan merasa nyaman saat berada dalam kendaraan itu. Ketika diterapkan kepada lembaga zakat dan wakaf, lembaga ini dianggap sukses ketika berhasil menyadarkan orang tentang pentingnya berzakat dan berwakaf sekaligus mampu mengumpulkan, mengelola, dan menyalurkan kepada orang-orang yang berhak menerima manfaatnya. Institusi zakat dan wakaf harus kreatif dalam membuat program dan proaktif untuk mendekati para donatur. Dengan demikian, orang atau istitusi yang sukses adalah orang atau lembaga yang mampu melakukan perannya sesuai dengan visi dan misinya sehingga hasilnya dapat dinikmati oleh banyak orang dan kalangan.
Satu hal lagi yang ditekankan oleh rektor. Beliau prihatin dengan kondisi dosen yang kurang mengerti tentang posisinya sebagai dosen. Adakalanya dosen bekerja sebagai pedagang atau makelar sehingga tugas utamanya terbengkalai. Sebagian lagi, ada pula dosen yang sibuk bekerja di lembaga swadaya masyarakat sehingga jatidirinya sebagai akademisi menjadi terkurangi dan bahkan tersamarkan. Menggeluti bidang lain sebenarnya masih bisa ditoleransi sepanjang ia mampu membagi waktu dan memposisikan dirinya secara proporsional.
Dosen menurut rektor adalah sosok manusia yang mampu mengemban amanah yang tercantum dalam tri darma perguruan tinggi, yakni pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Dalam hal pendidikan dan pengajaran dosen harus senantiasa belajar untuk meningkatkan kemampuannya sehingga saat mengajar, ia tidak hanya masuk kelas dengan tangan kosong. Ia harus mampu mentransfer ilmu pengetahuannya kepada para mahasiswa agar kelak mereka berhasil menyongsong masa depan dengan gemilang.
Penelitian adalah nadi pengembangan ilmu pengetahuan. Tanpa penelitian, ilmu yang diajarkan dosen akan stagnan dan peran dosen di masyarakat akan mencapai titik jenuh. Dengan penelitian, diharapkan akan terungkap fakta-fakta baru sehingga informasi yang disampaikan kepada mahasiswa dan masyarakat akan selalu kontemporer (up to date), dinamis, dan bernilai guna yang tinggi. Hasil penelitiannya itu perlu dipublikasikan dalam jurnal-jurnal ilmiah atau dalam bentuk buku. Dengan demikian, informasi terbaru tentang isu tertentu akan mudah diikuti dan dapat menjadi rujukan bagi pengembangan ilmu. Kesuksesan seorang dosen, dengan demikian, bisa diukur dengan seberapa banyak tulisan ilmiahnya dipublikasikan dalam jurnal dan seberapa banyak buku yang diterbitkan. (sebagai catatan, saat ini ada satu sarana bagi dosen untuk mempublikasikan pikiran dan renungannya secara gratis, mudah, murah, dan levelnya bisa mencapai dunia internasional, yakni dengan menulis di blog, seperti publikasi tulisan ini…he..he..he, promosi nih…)
Terakhir adalah pengabdian kepada masyarakat. Dosen diharapkan mampu menjalankan peran sosialnya sebagai ilmuwan di masyarakat. Ia tidak selayaknya berlindung di menara gading yang menjauhkan dirinya dari komunitas yang selalu menunggu darma baktinya. Dosen wajib menjadi elit stategis yang mampu menjadi panutan masyarakat dalam bertutur, bertindak, dan berkarya. Dosen harus siap membantu masyarakat ketika perannya dibutuhkan. Alhasil, dosen ideal akan senantiasa sadar tentang peran pentingnya yang selalu dinantikan oleh civitas akademika kampus serta masyarakat sekitarnya. Wa Allah a’lam.
Sukses itu ada dua,sukses di dunia dan sukses di akherat "fiddunya hasanah wa fil akhiroti hasanah",cuma sekarang ini hanya kesuksesan dunia saja yang menjadi tolak ukur kebanyakan kita,orang di anggap sukses kalau dia kaya,pejabat.jarang sekali orang yang rajin jamaah, tahajud, ngaji, tapi kurang materinya di anggap sukses.malah orang-orang yang berduit dan pejabat walau jarang sholat jarang ngaji banyak yang menganggap sukses.pemikiran seperti itu harusnya di rubah,sukses sejati ya sukses dunia dan sukses akherat.wa Allahu a'lam
BalasHapusBetul Mas, dua jempol untuk antum. Sukses dunia tidaklah berarti jika ternyata persiapan untuk kehidupan akhiratnya yang abadi justru tidak terpikirkan.
BalasHapusNamun, dunia yang menjadi saran untuk akhirat perlu mendapat perhatian yang cukup. Ketika kehidupan dunia kacau, maka persiapan akhiratnya juga amburadul. Jadi, mari kita raih kebahagiaan dunia kita demi mempersiapkan akhirat kita.