Salah satu bekal untuk mempertahankan hidup di muka bumi adalah materi. Kita rela berjuang mati-matian dari pagi hingga malam demi meraih hidup yang lebih baik. Saat kita berangkat kerja, betapa banyak rekan-rekan kita sebaya bekejaran dengan waktu untuk segera sampai ke tempat kerja. Bahkan, acapkali terlihat para pengendara motor mendadak berubah menjadi pembalap tatkala harus menerobos di keramaian kota. Sayangnya, pertimbangan keamanan seringkali diabaikan. Mereka berbocengan tanpa menggunakan helm dan melaju dengan kecepatan tinggi. Ini tak jarang menjadi pemicu terjadinya kecelakaan lalu lintas yang berakibat fatal.
Di kala semua karyawan telah memasuki ruang kantor dan perusahaan, sejumlah pedagang mandiri juga sudah memadati pasar, pertokoan, atau mal. Mereka tak kalah sibuknya untuk menata barang, menghitung, dan melayani pembeli. Pelayanan kepada konsumen telah menjadi salah satu prioritas bagi mereka karena pembeli ibarat raja yang harus dimanjakan.
Namun, tidak semua orang beruntung memiliki pekerjaan tetap. Banyak kawan-kawan kita yang harus berganti-ganti pekerjaan demi menyambung hidup. Mereka dikenal sebagai pekerja serabutan. Saat tetangga meminta tolong untuk membangun rumah, ia menjadi tukang atau kuli. Jika ada orang memerlukan tenaganya untuk memotong rumput, ia pun penjadi tukang kebun. Hingga ketika ada setandan pisang yang masak di kebun belakang rumahnya, ia pun rela berjualan keliling kampung menawarkan pisang itu. Kelompok ini bersemboyan “apapun jenis usahanya, yang penting halal.”
Untuk kelompok terakhir ini, saya sering terenyuh menyaksikan keuletan mereka menyambut rezeki dari sang Maha Pemberi, Allah SWT. Mereka begitu yakin bahwa hari itu akan ada rezeki yang diperuntukkan baginya. Mereka terinspirasi oleh kawanan burung yang beterbangan kesana kemari demi mencari makan, dan umumnya mereka pun kenyang di sore hari saat kembali ke sarang. Mereka tidak iri kepada para konglomerat yang menumpuk harta bahkan untuk persediaan anak cucunya. Mereka pasrah, apapun yang mereka terima hari itu, pasti sudah ditentukan dan diatur oleh sang Maha Kuasa.
Hanya saja, ada kalanya usaha mereka dalam menyambut rezeki itu dianggap kurang pas oleh kebanyakan orang. Salah satunya adalah dengan menunggu pembeli di pinggir jalan. Okelah itu bisa dimaklumi karena mereka berjualan di tempat keramaian. Namun kadangkala barang dagangan mereka tidaklah tepat jika dijajakan di pinggir jalan raya yang tak memungkinkan orang untuk melirik apalagi turun untuk membeli, misalnya menjual sepasang merpati. Semestinya, mereka mendatangi pasar burung dan menjual merpati itu di sana. Secara logika, para pencinta binatang piaraan seperti merpati tentu akan lebih suka mencarinya di pasar burung ketimbang membeli di jalan raya yang belum tentu kualitasnya. Namun sekali lagi, penjual itu tidak putus asa meletakkan barang jualannya di bawah pohon sampai berjam-jam lamanya. Saya tidak tahu kisah akhir penjual itu, apakah merpati itu terjual atau tidak. Namun, dari sisi kegigihan berjualan, mereka perlu diapresiasi hanya mungkin perlu diarahkan untuk mencari tempat jualan yang lebih representatif.
Ada lagi satu pemandangan ketika musim durian tiba. Banyak pedagang durian yang berjualan di sepanjang jalan sehingga memberi kesempatan kepada calon pembeli untuk memilih. Ada seorang lelaki menjual hanya empat buah durian di tengah terik matahari didampingi anaknya yang masih balita. Mungkin si ibu balita itu sedang sibuk bekerja di rumah sementara lelaki bertugas menjaga anaknya. Di tempat lain, ada pula sepasang suami istri beserta bayi yang digendong duduk berdekatan sambil menunggu pembeli. Wajah-wajah mereka penuh harap agar durian yang diletakkan di pinggir jalan itu segera terjual. Namun, apa daya, mereka harus berhadapan dengan para penjual durian berskala besar di seberang jalan yang menawarkan barang lebih baik dan harga lebih murah.
Inilah sekelumit gambaran tentang perjuangan menanti pembagian rezeki yang dihadapi kawan-kawan kita di banyak tempat. Dengan demikian, kita yang dianugerahi Allah kemudahan menjemput rezeki serta limpahan harta yang melebihi kebutuhan ada baiknya mulai menyisihkan sebagian rezeki kita untuk kesejahteraan mereka. Tidak harus besar, kita bisa memulainya dari kebiasaan terkecil semisal sedekah dengan uang recehan atau ribuan. Semoga dengan semangat berbagi, kita akan mendapati rezeki kita penuh berkah dan manfaat, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan kita di dunia, namun juga sebagai bekal hidup abadi kita di akhirat kelak. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar